Sabtu, Desember 15, 2007

MEMAHAMI NUBUATAN

Perihal kedatangan Kristus yang kedua kali menjadi perbindangan yang menarik, dari masa abad kedua hingga sekarang banyak dari para hamba Tuhan bernubuat tentang kedatangan Kristus yang kedua kali atau menyatakan nubuatan-nubuatan yang ada di Alkitab dengan diaplikatifkan pada masa sekarang. Bayank orang telah salah memahami tentang nubuatan dan bernubuat tidak sesuai dengan apa Alkitab tulis. Joel B. Green dalam bukunya Memahami Nubuatan, menjelaskan kembali tentang esensi, makna, penggenapan, dan berita nubuatan. Buku Memahami Nubuatan tulisan Jeol B. Green ini di terbitkan oleh Persekutuan Pembaca Alkitab Jakarta, yang dicetak pada tahun 2005 dengan tebal 189 halaman.

Garis besar tulisan dari buku memahami Nubuatan dibagi dalam sepuluh pasal yang dipaparkan sebagai berikut: pada bagian pertama membahas Apakah Kita Sanggup Memahami Nubuatan Alkitabiah?; kedua, Tinjauan terhadap Pendekatan Para Penafsir; ketiga, Masalah-masalah dalam Penafsiran Nubuatan Alkitab; keempat, Nubuat sebagai Bagian dari Alkitab; kelima, Nubuat sebagai Genre; keenam, Simbolisme: Perkakas Sang Nabi; ketujuh, Nubuat dan Yesus; kedelapan, Nubuat Digenapi; kesembilan, Nubuat dan Maksud Allah; kesepuluh, Berita Nubuatan; dan buku ini diakhiri dengan Catatan-catatan, Senarai Istilah, dan Bacaan-bacaan yang Disarankan untuk bantuan-bantuan konkret dan praktis demi memahami teks-teks nubuat..

Menurut Joel B. Green, di tengah-tengah gereja Kristen, jarang ada isu lain yang bisa menandingi gelora perhatian yang ditujukan kepada masalah memahami nubuatan Alkitab. Bila seseorang berani menerbitkan sebuah buku dan memasuki arena perdebatan ini, ia boleh jadi telah melakukan suatu kebodohan besar, karena bisa dijamin akan muncil suara-suara tidak setuju dari kiri-kanan. Ketika ia pertama kali mencoba memasuki arena perdebatan perihal kitab-kitab seperti Yoel, Daniel, njil Yohanes, dan lainnya, ia tidak pernah membayangkan bahwa ia akan menyajikan hasil-hasil pemikiran dalam buku ini kepada kalangan yang lebih luas. Sebagian dari materi ini, yang dulunya pernah dipresentasikan dalam bentuk yang lebih sederhana dalam sejumlah kelas dan beberapa konferensi, kini bisa memasuki tahap peredaksian untuk diterbitkan. Ini merupakan pertanda bahw amakin banyak pertanyaan seputar nubuat-nubuat alkitabiah yang muncul di antara kalangan orang Kristen masa kini. Ini juga menjadi bukti bahwa Allah mampu memakai hamba-hamba-Nya walaupun keengganan masih memenuhi hati si hamba itu.

Dalam penyajian prinsip-prinsip penafsiran nats=nats nubuat dan apokaliptik ini, Green berusaha bersikap lebih peka terhadap isu-isu yang dobangkitkan oleh penafsiran populer terhadap subyek ini sekaligus juga terhadap perkembangan dunia kesarjanaan biblika masa kini. Sejalan dengan usaha ini, Green mengikutsertakan senarai istilah dan daftara bacaan yang disarankan pada bagian akhir buku ini. Sebagian besar kutipan Alkitab dalam buku ini mengikuti New International Version-NIV, sedangkan penerjemahan buku ini menggunakan teks-teks dari LAI terjemahan baru, walaupun dalam beberapa kesempatan Green menggunakan hasil terjemahan sendiri.

Pasal pertama, Apakah Kita Sanggup Memahami Nubuatan Alkitabiah? Dalam pasal ini Joel B. Green menceritakan proses dari perubahan pemikiran dari yang bersifat apatis dan agnostik menjadi pentingnya nubuatan pada saat ini. Hal ini nampak dalam tulisannya yang mengemukakan ”perubahan” atas diri saya ini tidak berlanjut terus. Semakin jauh saya berusaha, semakin besar pula kesulitan yang timbul dalam mencocokkan semuanya. Lambut laun saya mulai bersikap apatis terhadap nubuat. Bila ada orang menanyakan perihal ajaran pengangkatan orang percaya (rapture) atau Armagedon atau si ”binatang” dalam Wahyu, saya akan mengaku tidak tahu. Tentang si antikristus ataupun ajaran tentang milenium/ kerajaan seribu tahun, saya bersikap agnostik. Memang, Tuhan akan datang kembali, tetapi siapa yang tahu waktunya? Karena waktu itu diri saya cenderung pragmatis, maka saya menyisihkan pemikiran-pemikiran masa depan demi memberi tempat bagi keprihatinan-keprihatinan masa kini; misalnya, membantu pertumbuhan orang-orang Kristen, hidup di hadapan hadirat Roh, membangun persekutuan, dan sebagainya, Bagi saya, diskusi tentang masa depan merupakan bagian dari masa lalu.
Walau sebenarnya bertentangan dengan rencana serta akal sehat saya, beberapa tahun kemudian saya akhirnya mau menuruti permintaan sebuah kelompok persekutuan pemuda dewaaa. Mereka meminta saya memimpin sebuah seri PA tentang Wahyu dan nubuat. Sebagai hasil dari interaksi yang segar dengan nubuat Alkitab itu, saya mulai mampu mcnyadari betapa piciknya perspektif iman yang kini saya kenakan. Dengan rasa kecewa saya menyadari bahwa saya telah mencabut pemahaman tentang kemuridan dari konteksnya di dalam totalitas maksud Allah. Kanvas pemahaman saya tentang Allah dan kehidupan bersama-Nya pun menerima tambahan warna-wama serla tekstur-tekstur yang baru.
Peziarahan saya ini bisa digambarkan secara melingkar; lingkaran yang menunjukkan bagaimana saya kembali percaya bahwa nubuat punya posisi yang penting. Dengan demikian, saya harap saya telah kembali ke pijakan semula sebagai orang yang berwawasan lebih dewasa dalam memahami dan mempraktikkan penafsiran Alkitab, dan memiliki kerendahan hati yang Iebih dalam ketika saya memaparkan penafsiran tersebut.
Makin bertambahnya jumlah buku Kristen di pasaran yang mendiskusikan ”hal-hal yang akan terjadi” rnenjadi tanda bahwa ada banyak orang yang rindu mengetahui apa-apa saja yang dikatakan Alkitab tentang hari-hari terakhir serta masa depan kita. Green meyakini bahwa bukan hanya dia satu-satunya orang yang merasa tidak puas dengan semua tulisan ini. Green meyakini bahwa ada banyak orang sepertinya yang merasa bahwa kebanyakan diskusi-diskusi tentang nubuat-nubuat Alkitab justru lebih banyak menimbulkan pertanyaan ketimbang menyediakan jawaban. Green merasakan juga bukan satu-satunya orang yang merasa frustasi bila berhadapan dengan penjelasan-penjelasan saling bertentangan yang disodorkan oleh orang-orang yang menyebut diri pakar. Karena itu, ia meyakini bahwa banyak orang membutuhkan alat-alat bantu agar dapat mengurai ikatan-ikatan bahasa nubuat, juga prinsip-prinsip yang memandu penafsiran pesan-pesan nubuat. Buku ini adalah sebuah undangan yang ditujukan kepada kalangan pembaca nonakademis, yaitu orang-orang Kristen yang hendak belajar membaca nubuat-nubuat di da¬lam Alkitab secara pribadi.

Pasal kedua, Tinjauan terhadap Pendekatan Para Penafsir. Pengharapan-pengharapan oranng percaya perdana itu memunculkan sebuah pertanyaan penting bagi gereja masa kini: Apakah peran yang dijalankan oleh eskatologi alkitabiah dalam meneguhkan iman dan kehidupari kia? (catatan: definisi bagi kata 'eskatologi' serta beberapa istilah teknis lainnya dapat dilihat pada bagian Senarai Istilah di akhir buku ini). Apakah jemaat-jemaat kita kini berkarya mengikuti tantangan para nabi-nabi Alkitab? Apakah kita kini hidup dalam pengharapan kepada hal-haJ yang disaksikan oleh para penulis seperti Yohanes atau Daniel? Apakah motivasi misi kita didasari oleh kehadiran Kerajaan Allah? Apakah kita justru hanya menyatakan iman kepercayaan kita tentang akhir zaman ketika kita mengikrarkan dua klausa terakhir Pengakuan Iman Rasuli?
Perspektif-perspektif apa saja yang berhubungan dengan nubuat alkitabiah. Green menjelaskan bahwa kaitan antara eskatologi dengan iman kita sangat ditentukan oleh cara kita mendekati Alkitab, dan secara khusus oleh cara kita mendekati bagian-bagian Alkitab yang umumnya dikenal sebagai ”nubuat-nubuat Alkitab”. Di dalam pasal-pasal berikutnya akan dipilah-pilah berbagai jenis sastra yang berbeda yang biasanya digolongkan sebagai nubuat Alkitab. Sementara itu, pasal ini mengmgat bahwa poin-pom pelajaran yang ditarik dan nats-nats Alkitab seperti ini terkait erat dengan sudut pandang penafsiran kita. Sayangnya, masih belum ada konsensus tentang bagaimana kita sebaiknya menafsirkan). Alkitab secara umum serta nubuat Alkitab secara khusus. Bahkan, perihal bagaimana memahami nubuat Alkitab ini pun sanggup memicu konfik dan saling ejek yang emosional, tidak seperli kebanyakan isu lainnya.
Green mengatakan bahwa pada umumnya, berbagai perspektif tentang cara mempelajari nubuat Alkitab dapat diringkaskan ke dalam empat golongan, walaupun tentu saja masih menemukan keberagaman di dalam masing-masin golongan. Kita akan memperhatikan metode-metode penafsiran ini secara singkat sebelum didisikusikan prisip-prinsip bagi penafsiran nubuatn Alkitab, yaitu:
1. Hanya untuk kalangan yang lebih dewasa. Bagi banyak orang Kristen, nubuat Alkitab tergolong daerah tak dikenal. Dengan demikian, maka untuk masuk ke wilayah ini diperlukan orang-orang yang sudah menjelajahi daerah ini, maksudnya adalah yang menjelajah atau mengeksplorasi adalah para pakar.
2. Mari tafsirkan secara harfiah! Prinsip ini memberikan suatu cara melihat nats-nats Alkitab yang atraktif, tidak hanya karena janjinya bahwa Alkitab akan memberikan berita yangdisampaikannya dengan mudah; bahwa tidak dibutuhkan kerja keras untuk memahaminya. Metode harfiah ini menyatakan bahwa kata-kata Alkitab harus dipahami sebagaimana adanya, tetapi kadang-kadang juga menuntut kerja keras si pembaca.
3. Skeptisisme penafsiran kritik-atas (higher criticism). Orang-orang yang menafsir berdasarkan praanggapan-praanggapan penafsiran kritik-atas yang salah kerap menandaskan bahwa berita-berita alkitabiah yang berasal dari zaman dahulu itu berlaku terbatas pada konteks kesejarahan semula. Walaupun demikian, pesan historis yang dihasilkannya itu bukanlah satu-satunya berita yang disampaikan suatu nas; sebagai kata-kata yang bersifat ilahiah, teks-teks Alkitab tersebut melampaui batasan-batasan konteks kesejarahan masing-masing. Pernyataan penegas ini akan dijabarkan secara lebih mendetail di dalam pasal empat.
4. Atensi kepada sastra dan sejarah, maksudnya adalah pendekatan ini seringkali disebut sebagai metode penafsiran gramatika-historis serta berupaya memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kesastraan dan kesejarahan. Metode ini mengakui bahwa bagian-bagian Alkitab yang berbeda itu dibentuk melalui berbagai genre sastra yang berbeda pula: ada beberapa yang bersifat puitis, yang lain bersifat perumpamaan, yang lainnya bersifat kesejarahan, dan seterusnya.
Buku ini pada dasarnya hendak menjelaskan tentang bagaimana menafsirkan nubuat-nubuat alkitabiah. Karena itu, fokus pembahasannya jatuh pada garis-garis pedoman serta prinsip-prinsip yang akan memampukan si pembaca memiliki keyakini diri untuk memasuki dunia yang penuh dengan binatang dan naga, penglihatan serta simbol-simbol: memasuki dunia nubuatan alkitabiah.

Pasal ketiga, Masalah-masalah dalam Penafsiran Nubuatan Alkitab. Di antara nubuat-nubuat yang telah digenapi di zaman ini, yangpaling penting adalah kelahiran kembali Israel sebagai sebuah negara. Alkitab menyatakan kepada kita bahwa pada haris-haris terakhir Israel akan kembali menjadi sebuah negara sebelum kedatangan Kristus yang kedua kali. Bahkan berdasarkan tanggal pendirian ulang negara Israel, kita dapat menentukan saat pengangkatan orang kudus secara cukup akurat.
Dalam pasal-pasal berikutnya, kita akan memperhatikan sebagian dari asumsi-asumsi yang berada di balik gaya penafsiran Alkitab seperti ini serta sejauh mana kesetiaannya kepada nats-nats nubuatan. Di sini, kisah ini merupakan ilustrasi yang tepat untuk menunjukkan kendala-kendala yang muncul di dalam penafsiran nubuat-nubuat. Tentu saia terdapat perbedaan-perbedaan pcndapat yang signifikan bahkan di antara orang-orang yang sama-sama menerima ajaran inspirasi Alkitab. Walaupun demikian, perbedaan-perbedaan mi masih bisa ditanggulangi dan tidak perlu membual gentar mereka yang hendak menafsirkan nas-nas nubuat. Memang benar bahwa perkataan para nabi tidak selalu dapat kita pahami semudah bagian-bagian Alkitab lainnya. Akan tetapi, berupa kenabian bukanlah sesuatu yang berada di luar kita. Bila kita rindu memahaminya, kita harus punya tugas penafsiran ini dalam sikap penuh doa sambil dibarengi dengan kehati-hatian dan kerajinan.
Ketika kita mcmpelajari nubuat-nubuat Alkilab, kita harus awali terhadap masalah-masalah yang mungkin akan timbul. Sebagian di antaranya langsung dapal kita kenali dan hindari sejak awal. Namun yang lainnya harus kita terima sebagai porsi wajar yang muncul ketika kita berurusan dengan hasil-hasil komunikasi purba dari orang-orang yang percaya kepada Allah. Rintangan-rintangan ini dapat kita bagi ke dalam dua kategori yang luas: yang pertama adalah rintangan-rmtangan seputar praduga kita sendiri terhadap para nabi scrta perkataan mereka; yang kedua adalah rintangan-rintangan yang memang terkandung di dalam nats-nats nubuatan itu sendiri.
Masalah apa saja dalam menafsirkan nubuatan Alkitab? Joel B. Green memaparkan ada enam masalah yang dibagi dalam dua pokok, yaitu masalah-masalah yang kita bawa ke dalam nats-nats nubuatan dan masalah-masalah yang memang hadir dalam nubuatan Alkitab. Pembagian ini secara jelasnya sebagai berikut:
I. Masalah-masalah yang kita bawa ke dalam nats-nats nubuatan. Tidak semua masalah dalam penafsiran nubuatan ditimbulkan secara langsung oleh nats Alkitab itu sendiri. Beberapa masalah justru diakibatkan oleh cara kita menangani nats-nats tersebut..
Masalah ke-1: Kegagalan membaca nats tersebut berdasarkan hakikat teks itu sendiri.
Masalah ke-2: Perhatian kepada pertanyaan-pertanyaan tentang masalah-masalah di luar Alkitab.
II. Masalah-masalah yang memang hadir dalam nubuatan Alkitab. Selain masalah-masalah kita sendiri, yaitu pendekatan-pendekatan yangsalah terhadap teks-teks Alkitab, juga trerdapat beberapa masalah alkitabiah yang harus dihadapi para penafsir nubuatan Alkitab. Keruwetan-keruwetan ini terkait dengan teks-teks itu sendiri.
Masalah ke-3: Sejauh mana teks tersebut bermakna harfia?
Masalah ke-4: Keruwetan-keruwetan kontekstual.
Masalah ke-5: Jarak kesejarahan.
Masalah ke-6: Menganalisa masa depan.
Dalam pasal ini Green hanya sekadar menetapkan agenda bagi pembahasan berikutnya. Walaupun demikian, telah diberikan cukup banyak alasan dalam uraian-uraian ini yang dapat menjawab pertanyaan mengapa banyak orang yang mengaku diri pakar tentang nubuat seringkali saling berselisih paham, bahkan hingga sedmeikian sengit. Juga telah ditegaskan di sini tentangsikap kesungguhan yang harus diberlakukan ketika kita berupaya memahami berita yang disampaikan para nabi.

Pasal keempat, Nubuat sebagai Bagian dari Alkitab. Pada awal bab empat ini Green menuliskan dari suatu kutipan di poster yang bertuliskan, ”saya tahu kamu yakin bahwa kamu tahu apa yang saya katakan. Tetapi saya tidak yakin kalau kamu menyadari bahwa yang kamu dengar bukanlah apa yang saya maksudkan”. Tulisan ini memberikan indikasi tentangkesulitan-kesulitan yangtimbul dalam tindakan berbicara, tindakan yang sebenarnya begitu alamiah dan tampak sangat sederhana. Pada kenyataannya, komunikasi yang baik selalu harus melewati banyak rintangan. Kadang-kadang kebisingan yang mengganggu pikiran kita. Kadang-kadang kita sulit melafalkan kata-kata dengan lancar atau pikiran kita sedang kusut atau kadang-kadang kita menggunakan frasa-frasa yang telah mengalami pergeseran makna karena perbedaan zaman dan tempat. Setiap hari komunikasi dilaksanakan, atau lebih tepat diupayakan, di dalam konteks rintangan-rintangan seperti di atas. Danhal ini dapat kita rasakan dan pahami ketika berhadapan dengan Alkitab.
Alkitab adalah buku yang mengupayakan komunikasi dengan memanfaatkan kata-kata dan frasa-frasa, juga kalimat-kalimat serta paragraf-paragraf. Karena itu, sama seperti buku lain, kitab ini juga menyimpan kesulitan-kesulitan penafsiran tertentu. Ini berlaku bagi Alkitab secara keseluruhan, dan juga secara khusus bagi nubuatan alkitabiah. Langkah pertama dalam memanfaatkan prinsip-prinsip pemahaman nubuat adalah penguasaan terhadap aspek-aspek penting dari penafsiran Alkitab. Nilah yang menjadi pokok perhatian dari pasal ini. Apa saja yang menjadi bagian dalam Alkitab, Green menjelaskan ada empat hal yang menjadi bagian Alkitab dalam kesulitan yang timbul, yaitu:
1. Firman yang ilahi sekaligus manusiawi.
2. Masalah dengan keharfiahan.
3. Menemukan makna awal suatu teks.
a. Versi Alkitab mana yang perlu saya pergunakan?
b. Apakah konteks kesejarahan dari nats ini?
c. Apakah konteks sastra dari nats ini?
d. Dalam cara bagaimana kata-kata digunakan ketika teks tersebut ditulis?
4. Pengaplikasian teks dalam kehidupan kita. Saran-saran bagi aplikasi teks Alkitab ini terutama terkait dengan cara kita hidup sebagai orang kristen. Di dalam hal-hal lain yang dinyatakan oleh Alkitab, misalnya poin-poin tentangdoktrin, kita harus selalu mengingat bahwa di sini pun Alkitab menyediakan kriteria penafsirannya sendiri. Kita tidak boleh melupakan suatu bagian Alkitab semata karena kita keberatan dengan satu atau dua poin di dalamnya.
Perjalanan waktu serta perubahan di dalam kebudayaan memunculkan beberapa kesulitan tertentu bagi setiap orang yang rindu memahami dan mengaplikasikan berita dari Alkitab. Namun, Alkitab memanghendak menyampaikan sebuah berita kepada generasi kita, dan berita itu adalah firman dari Allah. Semua orang Kristen di segala tempat diundang dan bahkan dipanggil untuk mencari tahu secara serius apa yang hendak disampaikan Alkitab waktu itu, dan apa makna berita itu hari ini.

Pasal kelima, Nubuat sebagai Genre. Pada pokok pembahasan mengenai nubuat sebagai genre, penulis mengarahkan tulisannya pada Perjanjian Lama bersama para nabi klasiknya serta Perjanjian Baru dengan Yeus dan Yohanes si penulis kitab Wahyu. Arah tulisan ini tidak hanya bersifat akademis; sebaliknya, penulis mengajak setiap pembaca untuk menangkap berita yang disampaikan para nabi serta memperhatikan relevansi berita itu bagi zaman kini. Tentu saja, langkah awalnya adalah memahami apa saja yang para nabi katakan kepada orang-orang sezamannya pada zaman itu. Pelajaran apakah yang didapat tentang hakikat dari nubuat serta kerabatnya, sastra apokaliptik, sehingga pembaca dapat memperoleh arahan menuju jalur penafsiran yang benar? Informasi tentang latar belakang para nabi mana yang dapat menolong kita mengerti berita mereka? Penanda-penanda khusus apa yang perlu kita perhatikan ketika kita hadapi di dalam pasal ini ketika kita mengeksplorasi latar belakang serta hakikat dari nubuat. Green memberikan contoh untuk pembahasan ini dalam Ulangan 18:14-22. Nats ini memberikan suatu paradigma tentang nabi Allah. Lalu kita akan melanjutkannya dengan sketsa tentang tradisi nubuatan dan tradisi si apokaliptik berdasarkan kitab Wahyu Yohanes.
1. Kekhususan nubuat Israel. Ulangan 18:14-22 secara khusus berbicara tentang cara-cara bagi Israel untuk mengetahui firman Tuhan. Nats ini ditempatkan di tengah-tengah sebuah khotbah panjang Musa tentang hukum Taurat. Visi dari Ulangan 18 sendiri adalah bahwa kata-kata Musa ini mengacu pada satu titik referensi masa depan tertentu, bahwa pada hari-hari terakhir kelak Allah akan membangkitkan seorang nabi-mediator yang agung.
2. Latar belakang sejarah. Kitab nubuatan Perjanjian Lama perdanapun dituliskan berabad-abad setelah Musa, dan hal ini perlu dilihat latar belakang sejarah yang berhubungan keberadaan kitab.
3. Penghukuman dan harapan.
4. Panggilan untuk setia saat ini.
5. Tulisan-tulisan Apokaliptik.
6. Wahyu Yohanes.
Nubuat dan apokaliptik, keduanya menjadi bagian dari apa yang secara populer disebut dengan istilah ”nubuatan alkitabiah”. Keduanya merupakan bentuk sastra yang unik dan menuntut metode-metode penafsiran yang sesuai. Bentuk-bentuk sastra ini tidak seperti perkataan-perkataan amsal yang bermakna langsung, juga tidak berformat kuliah, juga bukan berita-berita pada koran, dan karenanya tidak boleh dibaca dalam cara demikian. Nubuat dan apokaliptik adalah bentuk-bentuk komunikasi yang dipilih Allah untuk menyatakan sifat danmaksud Allah di dalam kondisi kehidupan yang tertentu. Agar kita dapat menafsirkan berita itu dalam cara yang sahih, kita perlu mengakrabkan diri dengan kondisi-kondisi kehidupan serta kekuatan-kekuatan yang melahirkan cara-cara berpikir tersebut. Dalam pasal ini, penulis telah mensurvei secara singkat arus-arus yang menjadi pembentuknya, juga telah memberi perhatian kepada perspektif-perspektif kenabian dan apokaliptik. Sebagai tambahan, penulis juga memunculkan tema-tema penting yang perlu dicari dan dipelajari oleh pembaca ketika menafsir teks-teks Alkitab tersebut, dan juga telah meletakkan dasar bagi upaya mendekati teks-teks tersebut berdasarkan tuntutannya sendiri.

Pasal keenam, Simbolisme: Perkakas Sang Nabi. Simbolisme telah digunakan oleh para nabi klasik dan kemudian menjadi perkakas yang sangat banyak dimanfaatkan oleh para penulis apokaliptik yang muncul kemudian, seperti: Daniel dan Yohanes. Dari masa-masa awal hingga masa kini, makna dari imaji-imaji dan bilangan-bilangan apokaliptik kerap diperdebatkan dengan dahsyat. Beberapa orang menyangka mereka dapat menafsirkan gambaran-gambaran tersebut secara harfiah; misalnya, mereka sungguh-sungguh menantikan kemunculan ”seorang perempuan duduk di atas seekor binatang yang merah ungu, yang penuh tertulis dengan nama-nama hujat..... tanduk”. Orang-orang lain telah mengupayakan penafsiran alegoris, misalnya mengartikan ”kesepuluh tanduk ... yang muncul dari kerajaan itu” yang disampaikan Daniel sebagai simbol dari masyarakat Eropa masa kini. Orang lain bertanya-tanya apakah imaji-imaji fantastis seperti ini masih bisa dijelaskan maknanya, baik secara rasional maupun dalam cara lain. Dalam pasal ini Green menjelaskan tujuan penggunaan simbolis oleh para nabi dan penulis apokaliptik, serta memberikan poin-poin penuntun yang tepat bagi penafsiran tulisan-tulisan simbolis tersebut.
1. Imaji-imaji dan komunkasi. Puisi Ibrani secara konsisten menyeimbangkan satu pemikiran dengan pemikiran lain, satu kata dengan kata lain. Karena itu, pengenalan dasar terhadap paralelisme seperti ini merupakan syarat penting bagi pemahaman terhadap beritanya. Ada tiga macam paralelisme, yaitu:
I. Paralelisme Sinonim, di mana baris kedua mengulangi pemikiran yang terdapat pada baris pertama, contoh Yesaya 48:1-9.
II. Paralelisme Antitesis, dimana baris pertama diseimbangkan oleh baris kedua melalui kontras pemikiran antara kedua baris, contoh: Hosea 7:14.
III. Paralelisme Sintesis, di mana elemen kedua melanjutkan pemikiran pertama serta memberikan materi deskriptif tambahan, contoh Obaja 2:1.
Karena itu, bahasa simbolis menunjuk kepada sesuatu yang riil, namun imaji-imaji yang ditampilkannya bukan realitas itu sendiri.
2. Prinsip-prinsip dalam menafsirkan simbolisme. Di sini hendak dijelaskan lima prinsip penafsiran simbolisme dalam nubuatan Alkitab. Green menekankan bahwa para penulis apokaliptik karena bahasa yang mereka gunakan memang memunculkan masalah penafsiran seperti ini dalam taraf yang genting.
a. Dekati simbolisme dengan sikap yang rendah hati. Maksudnya adalah kita hanya mampu berspekulasi tentang sejumlah besar simbolisme yangdirekam oleh penulis apokaliptik di dalam Alkitab dan boleh meyakini bahwa simbol-simbol tersebut mengkomunikasikan sesuatu yang bermakna bagi para pendengar/pembaca pertama yang disapa para penulis Alkitab, namun dalam beberapa kasus tertentu, kunci yang diperlukan untuk memahami tidak lagi tersedia bagi para pembaca modern.
b. Insafi keutamaan imajinasi atas rasio. Analisis yang logis bukanlah kunci penting yang dibutuhkan untuk menguak misteri-misteri simbolisme fantastis.
c. Temukan makna dari konteks. Salah satu aksioma yang umum diterima dalampenafsiran Alkitabiah adalah tafsirkan nats Alkitab dengan nats Alkitab. Hal-hal yang keliahatannya suram pada bagian tertentu seringkali dijelaskan secara tuntas di dalam bagian Alkitab lainnya.
d. Perhatikan pastoral yang dihayati si nabi.daripadaterfokus pada masa depan tertentu, perhatian Yohanes (sebagaimana para nabi Alkitab lainnya) lebih ditujukan kepada jemaatnya sendiri, juga kepada siatuasi-situasi yang sedang mereka hadapi saat ini. Penekanan pastoral ini mengemuka di dalam Wahyu 13:9-10.
e. Carilah poin utamanya. Alasan para penulis apokaliptik menggunakan penglihatan-penglihatan berpadanan dengan alasan Yesus mengajar melalui perumpamaan-perumpamaan: demi menandaskan sebuah poin yang signisikan di dalam cara yang dramatis dan terus dikenang. Karena itu, kita harus mempertimbangkan keseluruhan gambaran yang ditampilkan sementara kita hendak mempelajari perumpamaan-perumpamaan di dalam konteks besarnya.
3. Catatan mengenai angka-angka. Banyak solusi yang hendak menjawab masalah-masalah seputar akhir zaman dihasilkan dari perhitungan tanggal dan periode berdasarkan angka-angka Alkitab.
Pertama-tama, kita harus mengingat bahwa kepedulian orang-orang purba terhadap keakuratan angka-angka tidaklah yangkita rasakan kini, contohnya dalam PL dan PB, angka empat puluh mengandung makna simbolis yang khusus, seperti dihubungkan dengan masa-masa kristis (Kej. 7:4).
Kedua, kita tidak boleh melupakan fakta bahwa Yesus maupun gereja mula-mula (sepanjang pengetahuan kita) tidak pernah berupaya membuktikan kemesiasan Yesus berdasarkan matematika Alkitabiah.
Jadi saran-saran yang disampaikan di dalam pasal ini hanyalah garis-garis besar yang memandu para pembaca dalam memahami hal-hal fantatis yang ditemukan di dalam nubuatan Alkitab.
Pasal ketujuh, Nubuat dan Yesus. Salah satu aspek yang menonjol dari Perjanjian baru adalah kadar kebergantungannya kepada Perjanjian Lama, baik melalui kutipan-kutipan ayat ataupun alusi-alusi. Secara khusus, para penulis Kristen mula-mula berupaya mendemonstrasikan bahwa Yesus benar-benar Sang Mesias (atau Kristus) dengan menggunakan lusinan referensi dari Perjanjian Lama.
I. Sosok Mesias dan pengharapan masa depan. Pada permulaan abad pertama kekristenan, pengaharapan mesianis Yahudi pada umumnya terarah pada sosok Raja Mesia yang berasal dari keturunan Daud. Pengaharapan ini berakar pada 2 Samuel 7:12-16 yang mencatat janji Allah tentang tahta yang kekal kepada daud. Ada byukti bahwa pengaharapan bagi munculnya Raja Mesias juga dirasakan orang-orang yang hidup sebelum dan sezaman dengan Yesus. Karena itu, jelas bahwa gereja mula-mula telah mengikuti jejak Yesus; mereka menggali Perjanjian Lama demi menemukan nubuat-nubuat dan juga pola-pola bagi kehidupan dan karya Yesus. Mereka melakukannya karena mereka yakin bahwa Ia adalah titik puncak dari sejarah keselamatan Israel.
II. Yesus dan pengaharapan-pengaharapan Mesianik Sikap Yesus yang paling menonjol adalah pemahaman bahwa erjanjian Lama telah mencapai titik puncak melalui diriNya sendiri. Motif penggenapan seperti ini (”Apa yang telah dituliskan dulu kini sedang digenapi”) sering kali menjadi pusat perhatian di dalam pengajaran Yesus (Lukas 4:16-21). Cara membaca Perjanjian Lama dikenal dengan nama tipologi, sebuah cara ”yang secara sangat jelas mengekspresikan sikap dasar kekristenan paling awal terhadap Perjanjian Lama. Tipologi tidak sama dengan alegori, karena tipologi didasarkan pada fakta-fakta dan sejarah. Tipologi menuntut adanya keterkaitan yang nyata antara masa lalu dengan masa depan. Keterkaitan seperti ini tidak dibutuhkan oleh penafsiran alegoris, akrena penafsiran ini memberikan makna rohani kepada kata-kata, nama-nama, peristiwa-peristiwa dan bahkan detail-detail kecil; makn-makna itu bahkan jauh melampaui makna yangndituntut oleh nats-nats Perjanjian lama. Di dalam alegori, kata-kata berubah menjadi metafora-metafora yang meiliki makna-makna tersembunyi.0
III. Yesus dan penafsiran Perjanjian Lama. Karena itu, sekarang dapat dipahami bahwa sikap orang-orang Kristen perdana terhadap Perjanjian Lama ditentukan secara mendasar oleh pertemuan mereka denagan Yesus. Penafsiran yang paling penting bagi mereka adalah bahwa Kristus merupakan titik fokus bagi penafsiran Perjanjian Lama. Karena itu, Perjanjian Lama menolong kita memahami jati diri Kristus Yesus. Ia menyediakan latar belakang yang diperlukan, karena tanpanya Perjanjian Baru tidak mungkin bisa dimengerti. Adapaun dampak dari semua ini bagi cara kita pada masa kini membaca Perjanjian Lama, terutama-terutama bagian-bagian nubuatnya? Pertama, sekali lagi kita harus menginsyafi bahwa Perjanjian Lama memiliki signifikansi sendiri. Kedua, tidak bisa disangkal bahwa Yesus dan para penulis Perjanjian baru pun telah mengukir pengaruh mereka dalam penafsiran tradisi kenabian Perjanjian Lama. Pada titik tertentu, mengalami penafsiran ulang yang radikal ketika dikaitkan dengan kehidupan dan karya Yesus. Karena itu penafsiran Perjanjian Lama melalui kaca matan Perjanjian Baru merupakan suatu langkah yang valid dan benar-benar diperlukan. Bahkan sebenarnya, nubuat-nubuat Perjanjian Lama hanya dapat ditafsirkan dalam perspektif yang benar bila fokus pada nubuat-nubuat itu diarahkan pada Yesus Kristus, Sang Mesias yang datang dari Allah.
Pasal kedelapan, Nubuat Digenapi. Dalam pasal ini Green mengawali dengan sebuah pertanyaan, yang berbunyi, ”Bagaimana kita dapat mengaitkan perkembangan-perkembangan di Timur Tengah dengan nubuat Alkitab?” Bila diperhatikan lebih serius, upaya-upaya yang hendak menghubung-hubungkan siatuasi masa kini dengan nubuat ini justru gagal membaca nats tersebut sambil mengindahkan kondisi-kondisi sejarah nats itu sendiri. Walaupun demikian, bahkan dugaan-dugaan keliru bagi penggenapan nubuat purba pada masa kini pun membangkitkan sebuah permasalahan penting: beberapa nubuat yang berbicara tentang masa depan memang masih belum digenapi. Yang menjadi pertanyaan adalah, ”Apakah kita bisa menentukan dengan cukup akurat kapan nubuat seperti ini akan digenapi di zaman kita sendiri?”.
Dalam topik Nubuat Digenapi, Green memberikan contoh yang menonjol dari nubuat eskatologis yang sedang menantikan penggenapannya adalah gambaran yang disajikan dalam Wahyu 11:15. Nats yang menantikankedatangan Yesus serta penegakan kerajaan-Nya ini, seperti banyak nats lain yang sejenis, masih belum digenapi. Ada rintangan besar yang menghadang orang-orang yang menafsirkan peristiwa-peristiwa ataupun mengompilasikan nubuat-nubuat yang katanya belum digenapi ke dalam sebuah tabel waktu akhir zaman: pertama, kekaburan yang terkait dengan kata-kata berita nubuat itu sendiri; kedua, masalah yang ditumbulkan oleh sifat bersyarat yang terkandung di dalam nubuat; ketiga, kemungkinan terjadinya penggenapan nubuat prediktif dalam cara yang tidak disangka-sangka sebelumnya.
I. Kekaburan Di dalam Firman Nubuatan. Pemilahan antara elemen yang bersifat kekinian dengan elemen yang memandang ke masa depan di dalam kata-kata para nabi bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Dalam pembahasan sebelumnya telah diungkapkan bahwa nubuat pada hakikatnya lebih berminat memberitakan daripada memprediksikan sesuatu, dan pembedaan ini sama sekali tidak boleh kita lupakan ketika kita hendak berurusan dengan nubuat yang telah digenapi. Kesulitan lain yang menyulitkan pembedaan antara elemen-elemen kekinian dari elemen-elemen masa depan di dalam kata-kata para nabi juga disebabkan karena penulis Alkitab sendiri memaknai nats-nats Alkitab tertentu sebagai teks-teks yang merujuk peristiwa-peristiwa baik yang kontemporer maupun yang terjadi di masa depan, contohnya Ulangan 18:15.
II. Nubuat bersyarat. Beberapa penafsir masa kini menandaskan bahwa janji-janji serta nubuat-nubuat yang belum digenapi secara harfiah itupun pada akhirnya akan diwujudkan, contohnya Kejadian 17:8. Nubuat prediktif pada hakikatnya bersifat bersyarat. Bila kita menuntut adanya penggenapan harfiah bagi setiap firman yang belum digenapi, kita sebenarnya telah memahami hakikat nubuat serta sifat Allah dalam cara yang keliru. Bila kita memperhatikan sifat bersyarat dari nubuat, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan serius tentang kegunaan membuat garis besar tentang apa yang harus atau tidak boleh terjadi sebelum akhir zaman. Kita tidak akan pernah mampu berada satu langkah lebih maju dari Allah karena mempelajari nats-nats nubuat, sekan-akan kita mampu mengetahui setiap langkah-Nya sebelum Ia melakukan hal itu.
III. Tanda-tanda zaman. Dua tema yang populer di dalam diskusi tentang nubuaan Alkitab ini juga menyingkapkan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh penyusun daftar nubuatan Alkitab yang disusun rapi. Pertama, memperhatikan ”tanda-tanda zaman” atau ”tanda-tanda akhir zaman” yang ditemukan dalam Markus 13 (band. Mat.24). Dari tanda-tanda yang diberikan Yesus, kita tidak akan mampu menyusun kronologi pasti tentang peristiwa-peristiwa menjelang akhir zaman, juga kita tidak akan mampu menghitung-hitung kapan akhir itu akan terjadi.
IV. Si Antikristus. Kata ”antikristus” sendiri hanya muncul di dalam Surat-surat 1 dan 2 Yohanes, dimana si antikristus, atau tepatnya para antikristus, ditampilkan sebagai tokoh yang bersifat teologis. Kitab Wahyu tidak pernah menggunakan kata antikristus secara langsung. Namun, di pasal 13, kitab ini memberikan gambaran tentang sosok yang menjadi personifikasi kuasa kejahatan yang melawan Allah. Nats ini menggambarkan ”seekor binatang keluar dari dalam laut”. Sosok ini adalah imaji yang menjadi lawan dari Sang Juruselamat dunia. Ia adalah sosok antikristus politis, Kaisar Romawi yang menuntut penyembahan bak seorang dewa. Ketika si kaisar memakai gelar Tuhan, maka bagi orang Kristen ia pun menjadi sisik kristus tandingan, seorang antikristus.
Penggenapan Kerajaan Allah dan datangnya zaman yang baru itu terletak di hadapan kita. Kita harus menolak spekulasi-spekulasi yang tidak akan ada habis-habisnya, dan sebaliknya justru mulai merindukan dan memproklamasikan Kerajaan yang sedang tiba itu.
Pasal kesembilan, Nubuat dan Maksud Allah. Seluruh Alkitab, bukan hanya bagian-bagian nubuat ataupun apokaliptik, juga memberikan perhatian ”hal-hal terakhir”. Di dalam pasal ini, Green hendak membuat survei singkat tentang rencana akbar Allah. Bersamaan dengan itu, kita juga akan memperhatikan beberapa konsep penting yangdigunakan para penulis Alkitab: Kerajaan Allah, hari-hari terakhir, kedatangan Yesus yang kedua, serta beberapa hal lain. Akhirnya, kita akan menunjukkan beberapa implikasi penting dari hal-hal ini bagi penafsiran nubuat.
I. Maksud Allah di dalam penciptaan. Green menjelaskan bahwa mungkin pelajaran terpenting yangdisampaikan oleh dua pasal pertama Alkitab yangmemuat kisah penciptaan adalah pelajaran tentang relasi antara Allah dan ciptaan-Nya. Maksud Allah di dalam penciptaan berpusat kepada persekutuan dengan manusia, walaupun itu juga mencakup segala sesuatu yang teah Ia ciptakan.
II. Dua kerajaan.Alkitab menguraikan konflik ini dengan cara menampilkan adanya dua kerajaan. Yang pertama dikenal sebagai Kerajaan Allah; yang satunya disebut denagn berbagai nama, di antaranya kerajaan dari dunia ini, kerajaan kegelapan, atau kerajaan Setan. Maksud Kerajaan Allah dalam Perjanjian baru adalah memproklamasikan pemerintahan Allah di tengah-tengah masa kini. Salah satunya yang paling utama, pengakuan ”Yesus adalah Tuhan” juga merupakan pengakuan akan kehadiran dari Kerajaan Allah itu (lih. Kis. 8:12; 28:31).
III. Antara telah hadir sekarang dan belum hadir. Ketegangan antara ”yang telah hadir sekarang” dengan ”belum hadir” tampil dalam pengajaran Yesus. Kurun waktu ini merupakan masa transisi. Era lama berada di bawah penghakiman ilahiah dan pasti akan berakhir. Era baru, era Kerajaan Allah, telah hadir bagi mereka ”yang memiliki mata untuk melihat dan telingan untuk mendengar”. Hari ini adalah kurun waktu hari-hari pertobatan; iman serta persebaran loyalitas kepada kristus; waktu bagi misi, bagi menggiatkan diri dalam pekerjaan demi Kerajaan. Hari-hari terakhir adalah hari-hari penuh antisipasi, sambil berkarya dan berharap kepada hari terakhir itu, Hari Tuhan.
IV. Israel dan kerajaan. Kalau melihat di poin ketiga, maka bagaimana halnya dengan Israel? Apa hubungan Israel dengan Kerajaan Allah? Green menjelaskan beberapa poin yang terkait, yaitu:
1. Memperhatikan bahwa kita perlu menafsirkan Perjanjian Lama di dalam terang Perjanjian baru.
2. Kedatanagn Kerajaan Allah merupakan penggenapan dari maksud Allah bagi ciptaan-Nya.
3. Lagipula, Kerajaan Allah bukan hanya sebuah entitas masa depan. Kerajaan itu adalah pemerintahan Allah yang kini pun telah dimulai.
4. Di dalam Perjanjian lama, Israel dikenal sebagai umat Allah: dalam bahasa Ibraninya qahal, dalam bahasa Yunaninya ekkelsia.
5. Perjanjian baru mengaitkan nubuat-nubuat tentang Israel di dalam Perjanjian Lama kepada gereja.
6. Di dalam Perjanjian baru, batas-batas perbedaan antara Yahudi dan nonyahudi (dalam hal kedudukan mereka dihadapan Allah) dipatahkan (Kis. 10:1-11:8; Gal. 3:26-29; dan Ef. 2:11-19).
7. Maksud Allah yang mendasari pemelilihan-Nya atas Israel bukanlah supaya Israel dapat menerima suatu berkat khusus dari Allah, tetapi supaya Israel dapat menempati suatu posisi kepelayanan yang khusus.
8. Kelihatannya beberapa ayat saja mampu menyelesaikan dengan mudah perkara maksud Allah bagi Israel ini, seperti Rom. 11:26; Gal. 6:16.
V. Gereja dan kerajaan. Hal lain yang lebih berkaitan dengan pembahasan ini adalah relasi antara gereja dengan Kerajaan Allah. Gereja bukan Kerajaan Allah. Kerajaan itu bersifat universal, final, kekal, sempurna, transeden, dan merupakan perwujudan pemerintahan Allah yang definitif. Sedangkan gereja tidaklah demikian, walaupun anggota-anggotanya telah diperdamaikan denagn Allah melalui Kristus, namun gereja tidaklah sempurna dan terdiri dari orang-orang berdosa. Tidak hanya itu, gereja bersifat sementara dan tidak kekal; ia akan berlalu ketika yang sempurna tiba. Kuasa dan kemuliaan dari pemerintahan Allah itu masih ”belum tiba”. Hari Tuhan merupakan penandadari penggenapan maksud Allah, karena pada saat itu seluruh ciptaan akan dipersatukan ”di dalam Kristus sebagai kepala segala sesuatu, baik yang di surga maupun yang di bumi” (Ef. 1:10).
VI. Nubuat Alkitab dalam terang kerajaan. Dari studi singkat tentang makna Kerajaan Allah ini, maka dapat ditarik kesimpulan yang akan membantu kita menafsirkan nats-nats nubuat dan apokaliptik Alkitab, yaitu pertama, Maksud Allah hanyalah satu. Kedua, maksud Allah memiliki cakupan yang universal. Ketiga, Kerajaan Allah adalah milik Allah. Keempat, masa sekarang adalah masa yang berada dalam ketegangan. Karena kita hidup di dalam masa-masa antara ini, kita pun dipanggil untuk bersikap setia dan melayani. Tugas kita adalah menjadi alat-alat Alalh dalam meluaskan pengaruh Kerajaan yang kini telah hadir di dalam dunia.
Pasal kesepuluh, Berita Nubuatan. Yang menjadi pertanyaan terhadap berita nubuatan adalah apakah yang dapay kita pelajari dari para penulis Alkitab ini? Tantangan apa yang mereka sampaokan kepada kita serta dunia kita? Tentu kita tidak dapat menelusuri seluruh pertanyaan ini, yang dapat kita lakukan di sini adalah mengembangkan beberapa poin penting dan menonjol yang kita temukan di dalam tulisan-tulisan para nabi danpenulis apokaliptik. Kita akan melakukan pengembangan ini dalam dua bagian, yaitu pertama berpusat pada perspektif kita sebagai orang Kristen, dan kedua berpusat pada motivasi kita.
I. Melihat berdasarkan terang maksud akbar Allah. Kitab-kitab nubuat dan apokaliptik menyampaikan berita yang jelas dan dahsyat tentang kekaburan serta ketidakadilan yang hadir di dalam dunia. Di sini Green memberikan garis besar tentang beberapa poin penting dari pandangan hidup yang segar ini, yaitu:
1. Kitab-kitab ini memberitahukan kita bahwa Allah tetap berkarya, seperti Habakuk dan hamba Elisa (2 Raj. 6).
2. Para jurubiacar Allah ini juga menyatakan kepada kita bahwa Ia terus menyatakan maksud eskatologis-Nya kepada seluruh dunia: sebuah ciptaan baru.
3. Bagi para nabi, kegenapan aktivitas penebusan Allah itu baru akan terjadi pada era yang akan datang dan bukan sekarang.
4. Hari-hari yang telah dijalani sekarang ini berada di dalam ketegangan, dan ketegangan ini merupakan cerminan dari konflik antara Kerajaan Allah dengan kerajaan dunia ini. Akhirnya, kitab-kitab nubuat dan apokaliptik membuka mata kita kepada realitas masa depan serta keterkaitannya dengan masa kini.
II. Motivasi bagi masa kini. Berdasarkan ancaman yang Di kebanyakan gereja , jarang sekali terdengar khotbah-khotbah yang berani mengulas bagian-bagian fantastis dari kitab Wahyu. Khotbah itu menyampaikan sebuah pesan yang kuat kepada orang-orang Kristen yang telah melalaikan kesaksian yang alkitabiah, juga menantang orang-orang iman agar tetap berjaga-jaga dan bersiap bagi intervensi Allah yang tidak diduga-duga yang akan mengakhiri zaman ini. Berdasarkan ancaman yang dimunculkan janji kedatangan Kerajaan, yaitu dimulainya Perjamuan Kawin Anak Domba (lih. Why. 19:6-8), banyak hamba (orang Kristen) yang masih belum layak dan perlu membereskan sopan santun serta ucap tutur sebelum umat Kristen mengikutinya. Para nabi dan penulis apokaliptik berkali-kali menyoroti bahwa kita harus hidup di dalam terang masa depan yang dijanjikan.
Dalam pasal ini dapat ditemukan beberapa motivasi kita dalam memahami nubuat Alkitab. Pertama, pengaharapan kita di dalam Kristus mendorong kita untuk berlaku setia setiap hari. Kedua, Kerajaan Allah yang mendobrak masuk bersama pengharapan dan janji akan ciptaan baru itu juga memotivasi kita agar kita menjadi bagian dari rencana penebusan Allah. Sebagaimana yang tampak dari cakupan maksud Allah, penginjilan bukanlah satu-satunya cara yang harus dilakukan gereja untuk melayani Kerajaan. Orang-orang Kristen juga harus menghayati keprihatinan Allah kepada berlakunya keadilan dan rekonsiliasi di dalam seluruh kehidupan bermasyarakat. Orang-orang Kristen harus berkarya bersama Allah untuk melawan semua bentuk penindasan, semua manifestasi kejahatan yang mengasingkan manusia dari sesamanya serta manusia dari Allah. Pemerintahan Kristus harus dihadirkan di dalam seluruh aspek kehidupan. Lerajaan Allah tidak hanya kelihatan ketika Allah memanggil orang-orang kepada pertobatan dan iman, tetapi juga kelihatan ketika panji-panji Kerajaan itu, yaitu cara-cara yang dikehendaki Allah, ditegakkan di dalam dunia ini.
Jadi melalui buku Memahami Nubuatan ini, penulis mengajak kita untuk menikmati firman Allah, terutama bagian-bagian nubuatan, dengan setia dan sebagaimana mestinya. Di dalam buku ini, Joel B. Green mengajak kita memahami hakikat nubuatan dalam Alkitab yangs esungguhnya. Kita diajak untuk menghargai konteks serta maksud penulis dari teks-teks nubuat sambil menyingkapkan kepada kita tentang dunia para nabi Perjanjian Lama, zaman antara perjanjian, serta gereja Kristen mula-mula, juga menyelami simbolisme, perbedaan antara nubuat dengan apokaliptik, penggenapan nubuat dan sebagainya.

MEMAHAMI INJIL – INJIL & KISAH PARA RASUL

o BAGIAN I : MENGENAL INJIL

Didalam Injil terdapat kisah – kisah yang menarik dan yang misterius, karena Allah sendiri yang langsung menyatakan solidaritas-Nya kepada semua pria dan wanita, bahkan kepada seluruh ciptaan, didalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena Ia telah menjadi seperti kita, yang hidup di antara kita, yang telah bersukacita dan yang telah menderita bagi kita, agar kita memperoleh keselamatan dan di dalam Injil tersebutlah kita dapat melihat bahwa Allah telah melakukan intervensi di dalam sejarah yang nyata dan duniawi, oleh karena itu Injil menempatkan dasar iman kepada sejarah yang nyata di dalam tulisan – tulisan Perjanjian Baru tersebut.
“Yesus adalah Tuhan”. Ini adalah pengakuan iman kristiani yang pertama yang mempersatukan murid – murid Yesus sejak semula dan cikal bakal dari agama kristen. Oleh karena itu wajar apabila para pengikut Tuhan tersebut secara terus – menerus mendorong dan terdorong untuk datang kepada Injil sebagai kitabnya, yang mengisahkan pelayanan Yesus di muka bumi ini yang mendorong orang untuk membaca peristiwa – peristiwa yang sangat menarik dan yang misterius, karena kita dapat melihat bahwa Allah melakukan intervensi di dalam sejarah yang nyata di dalam dunia ini.
Namun ada banyak keraguan yang muncul yang dimulai pada abad kedua Masehi sampai sekarang, yang merasakan bahwa Injil sering kali terasa seperti buku – buku “Alien” yang berasal dari planet lain yang mengandung dan diselubungi oleh banyak misteri, karena sering kali dirasakan lebih banyak menimbulkan pertanyaan – pertanyaan dari pada jawaban – jawaban yang sangat dibutuhkan.
Namun dengan demikian didalam kesejarahan Israel-lah yang mengalami penyertaan Allah dan yang memahami sifat – sifatNya dan begitu juga sama halnya dengan kisah pelayanan Yesus, kematian dan kebangkitan-Nya, yang sangat menyejarah bagi Israel dan dunia dan juga kepada orang – orang kristen mula – mula yang menyaksikan, dimana Allah bertindak sangat luar biasa dengan cara yang luar biasa pula, jadi iman mereka tidak dapat dipisahkan dari kisah – kisah yang terdapat didalam Injil, demikian juga dengan iman kita.
Jadi sejak zaman kisah para rasul, para komunitas kristen membutuhkan catatan – catatan yang mencatat tentang pelayanan Yesus, untuk memenuhi kebutuhan mereka, karena keadaan tersebut, maka ada banyak bermunculan “injil - injil” yang telah ditulis pada abad pertama dan injil – injil yang telah beredar tersebut sering disebut dengan nama “injil – injil aprokrifa”, karena dituliskan lama setelah Injil – Injil Perjanjian Baru ditulis.
Memang, kita kadang – kadang merasa tidak nyaman, ketika kita mencoba untuk mengerti berita – berita yang disampaikan oleh Injil tersebut, karena memang banyak perkataan – perkataan dan kisah – kisah yang memang sukar untuk diterka maknanya. Jadi apabila satu Injil saja sukar untuk dipahami, apalagi empat Injil yang mempunyai catatan yang masing – masing berbeda, dan dari sampul belakang dari buku ini pun, yang menarik perhatian saya juga, yaitu, “Mengapa Yesus mati empat kali?”. Jadi berita yang disampaikan oleh Injil tersebut tidak selalu menyejukkan hati, malah kadang – kadang sangat menantang kita untuk terus menggali, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa Injil – Injil tersebut adalah dokumen – dokumen yang memiliki tujuan tertentu.
Isi dari injil – injil ini menyajikan bahan yang menghibur, serta mengisahkan kisah – kisah yang fantastis tentang Yesus yang penuh dengan perkataan – perkataan yang penuh dengan teka – teki dan yang sangat misterius dan serta yang sangat esoteris yang dianggap berasal dari Yesus sendiri, lalu mengapa gereja mula – mula memilih keempat Injil, yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes dan yang menempatkan mereka secara berdampingan.
Walaupun mereka masing – masing memberikan kesaksian tentang berita Injil didalam caranya masing – masing, namun hanya mereka yang mempunyai status otoritas yang dapat diterima secara luas dan tentu saja Injil – Injil Perjanjian Baru tersebut, yang kita miliki sebagai saksi – saksi yang berotoritas atas berita Yesus.
Adanya perbedaan – perbedaan tersebut bukan untuk memecah belah, namun untuk menunjukkan bahwa Injil tersebut ditulis oleh orang yang berbeda dan sebenarnya perbedaan tersebut merupakan suatu sinonim, sedangkan ketiga Injil yang pertama disebut Injil Sinoptik
Injil – Injil yang menyampaikan serta yang mengisahkan ulang tentang berita yang sama mengenai Yesus, sering disebut dengan Injil “Sinoptik” dan memiliki suatu relasi kesastraan yang dapat disimpulkan bahwa, yang pertama adalah isi dari ketiga Injil ini sama – sama memiliki kemiripan yang sangat tinggi, yang kedua adalah Injil ini bersama – sama memiliki struktur umum yang sama dan yang terakhir adalah terdapatnya kemiripan kosakata serta gaya bahasa sastra yang mengejutkan pada bagian – bagian dimana ketiga Injil ini membahas suatu perihal yang sama.
Sebagaimana kita tahu sebelumnya, bahwa Yesus adalah Sang Firman yang berinkarnasi, namun juga Ia adalah seorang Yahudi yang hidup pada abad pertama Masehi. Ketika kita memperhatikan konteks sejarah pada masa kebudayaan zaman Yesus, maka agama Kristen merupakan sebuah agama yang menyejarah, sama dengan Yudaisme yang menjadi akarnya, dengan demikian iman Kristen berhubungan langsung dengan sosok Allah yang mempunyai umat yang sungguh nyata hadir didalam element sejarah dan menuliskan peristiwa – peristiwa yang dinarasikan di dalam konteks kesejarahannya kedalam injil, sehingga kita semakin mengerti bagaimana Allah sungguh – sungguh menyatakan diri-Nya melalui Yesus dalam sejarah, namun injil juga bukan sebuah buku sejarah. Jadi, apa itu injil yang sebenarnya? banyak jawaban yang bervariasi, tergantung dari siapa yang membacanya serta maksud dan tujuannya.
Jadi, jika kita melihat kembali sepanjang sejarah bangsa Israel, dimana Allah telah menyatakan diri-Nya kepada bangsa tersebut sepanjang perjalanan sejarah bangsa Israel dan masa – masa tersebut dapat mereka rayakan dan mereka kenang, jadi dengan demikian Israel dapat lebih memahami jati diri Allah yang sesungguhnya.

o BAGIAN II : HAKIKAT DARI INJIL

Pada masa Helenistis injil atau kabar baik, dihubungkan dengan pengumuman kemenangan dalam suatu perang atau pertempuran, karena itu Injil juga disebut kabar baik, yang memberitakan keselamatan dari Allah yang diproklamasikan didalam suatu karya tulis, oleh karena itu kita juga tidak lupa bahwa Injil – Injil tersebut adalah dokumen – dokumen yang memiliki tujuan tertentu.
Bagi orang Kristen, Injil adalah sebuah buku narasi yang menceritakan tentang kehidupan Yesus, yang mengabdikan seluruh hidup-Nya kepada orang banyak, kematian serta kubur yang kosong dan Yesus yang sekarang telah menjadi Tuhan yang telah disalibkan dan dibangkitkan serta telah menjadi pengganti dari Bait Allah dan dengan demikian, Injil adalah sesuatu yang diberitakan dan berita dari keselamatan Allah yang di proklamasikan, walaupun para penulis Injil yang telah menyampaikan kisah tentang Yesus sebagai penulis - penulis Injil dan bukan dalam kapasitas sebagai ahli sejarawan ataupun para penulis biografi yang diklaim sanggup berlaku secara objektif, akan tetapi jika kita membaca Injil seakan – akan biografi ataupun hanya sebuah buku sejarah, maka kita akan sangat keliru.
Namun apakah kita masih dapat mempercayai Injil – injil tersebut? Dari hasil penelitian dan dengan adanya perkembangan – perkembangan dari para kesarjanaan, maka para penulis Injil, yaitu : Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, maka mereka menulis semua kisah dan karir dari pelayanan Yesus, dan mereka tidak pernah bermaksud untuk menuliskan sebuah biografi dari Yesus, dan oleh karena itu Injil sering disebut sebagai kabar baik.
Apakah Injil tersebut merupakan ciptaan dari gereja mula – mula? Menurut para sarjana – sarjana Perjanjian Baru, kitab – kitab tersebut ditulis berdasarkan iman, karena pada awal – awal tahun pertama, gerakan Kristen mula – mula mengisahkan kisah – kisah dan perkataan – perkataan dari Yesus yang muncul dan beredar sebagai tradisi – tradisi yang independen, dengan tujuan untuk pemberitaan penginjilan ataupun untuk kehidupan berjemaat dan gereja mula – mula dianggap mampu untuk menuliskan kembali semua perkataan – perkataan serta kisah – kisah mengenai Yesus yang telah ada maupun menciptakan yang baru, namun ada banyak dari orang – orang Kristen yang mula – mula yang mendramatisasi kehidupan Yesus dan mereka pun mencari dan meminjam kisah – kisah yang mengandung mukjizat, serta perkataan – perkataan pengajaran – pengajaran dari agama – agama lain dan yang menempatkan Yesus sebagai tokoh utama didalam cerita tersebut dan juga mengambil dari tradisi – tradisi gereja mula – mula dan mereka mengumpulkannya serta membukukannya dan kumpulan – kumpulan tersebut sering disebut “perkamen”.
Suatu keuntungan bagi kita bahwa mereka membukukannya, karena dengan demikian pemberitaan Firman lebih mudah dan menjadi bukti pendukung dari kesejarahan Injil – Injil. Berdasarkan bentuk serta isinya, perkamen – perkamen tersebut yang menegaskan peran Yesus sebagai sosok yang menyampaikan kebenaran ilahi, tetapi siapakah sosok Yesus yang sebenarnya?.
Ada banyak godaan – godaan untuk menjawabnya, oleh karena itu para penulis – penulis Injil, tidak hanya mengetahui fakta – fakta dan peristiwa – peristiwa yang merangkum segala kegiatan – kegiatan dari Yesus itu sendiri. Sementara itu, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes menjawabnya dengan tulisan – tulisannya Injilnya dan beberapa orang sulit untuk menganggap para penulis Injil tersebut sebagai teolog – teolog dan Injil tersebut tidak dapat disamakan dengan karya – karya sastra yang sebanding dengan Institutio karya Calvin atau Church Dogmatics karya Barth.
Walaupun sebenarnya para penulis Injil telah menjadi inovator – inovator didalam banyak cara, ketika mereka mendekatkan sejarah dan signifikansinya kedalam suatu ikatan yang lebih erat lagi, sehingga jalan yang mereka jalani sama sekali bukan jalan yang belum pernah dilalui oleh orang.
Oleh sebab itu para penulis Injil memiliki persperktif umum dan mereka menulis sebagai orang – orang Kristen yang percaya bahwa pribadi Yesus yang menyejarah itu terus hidup sebagai Tuhan yang telah bangkit dan mereka menulis dari sudut pandang iman mereka sendiri, untuk memberikan penerangan kepada peristiwa – peristiwa dalam kehidupan Yesus dan mereka menulis didalam suatu situasi sejarah tertentu, yang diperuntukkan kepada suatu golongan kelompok tertentu dan dengan alasan ini maka, dapat dibenarkan bila kita menganggap mereka sebagai teolog – teolog dan dari cara mereka menuliskan Injil untuk menyampaikan kisah – kisah mereka yang dituntun oleh minat masing – masing dari mereka, yaitu teologi mereka sendiri.
Dengan demikian kita menyaksikan bagaimana para penulis Injil dapat mengikutsertakan perspektif – perspektif yang berbeda dari suatu episode yang sama. Lalu bagaimana dengan Yohanes? Menurut tujuan dari Yohanes yang memiliki sifat kristologis adalah untuk menampilkan Yesus dengan cara pengajaran dengan tujuan dapat meningkatkan iman kepada Yesus sebagai Sang Kristus, dan Sang Anak Allah, kemudian untuk memperkenalkan Yesus Sang Anak dengan cara yang mulia, Yohanes menggunakan spekulasi Yahudi mengenai Firman yang berasal dari zaman yang belum lama berselang dan tujuan dari Yohanes adalah untuk menampilkan Yesus yang merupakan Anak Allah yang tunggal sebagai objek iman. Dan didalam Injil Yohanes kehidupan yang kekal adalah hasil dari iman percaya kepada Kristus dan Kristus sendiri adalah sumber pemangku kehidupan yang pada akhirnya adalah keselamatan hidup yang ada didalam Yesus dan hal ini memiliki kesamaan dengan Matius, Markus dan Lukas.
Memang orang banyak telah menganggap bahwa Paulus adalah seorang teolog besar sejak gereja awal dan pada masa zaman para rasul, namun Matius, Markus, Lukas dan Yohanes juga layak untuk menerima gelar tersebut sebagai teolog – teolog, walaupun mereka menjalankan perannya didalam cara yang berbeda ketika mereka menuliskan Injilnya, dibandingkan dengan penulis surat Ibrani maupun Paulus. Oleh karya mereka semua, sekarang kita mendapatkan suatu pemahaman yang lebih jelas dan kabar baik itu semakin diperkaya.

o BAGIAN III : BERITA DARI INJIL

Sebagaimana para penulis Perjanjian Lama serta tulisan – tulisan Yudaisme dari masa antara PL dan PB, para penulis Injil percaya kepada penyebab ganda, yaitu suatu peristiwa – peristiwa yang kelihatannya normal – normal saja, namun bisa dijelaskan sebagai akibat wajar dari sebab – sebab yang alamiah, akan tetapi pada saat yang sama juga merupakan representasi dari tindakan Allah. Dengan cara yang demikian maka, kita mulai memahami struktur dan progres keseluruhan dari kisah – kisah tersebut dan kita mulai mendapatkan suatu pengenalan dari narasi tersebut dan kita mulai menangkap aliran – aliran dari cerita tersebut.
Didalam membaca Injil, kita harus mengingat bahwa cerita – cerita yang terkandung didalamnya, dikisahkan oleh orang – orang yang memiliki agendanya sendiri – sendiri, yaitu orang – orang yang mempunyai kebutuhan – kebutuhan tertentu, kemudian cerita – cerita tersebut tidak boleh diperlakukan sebagai alegori – alegori yang dimana setiap detail dan pribadi tokoh – tokohnya mengandung suatu makna esoteris yang tersembunyi dan sering kali didalam cerita tersebut, dikisahkan hanya untuk menyampaikan suatu poin tunggal saja, tanpa mempertimbangkan bagaiman hal ini dapat terjadi, oleh karena itu kita harus memperkenalkan suatu prinsip yang lain.
Kemudian yang selanjutnya adalah narasi – narasi tersebut sering kali memberikan suatu pengajaran yang secara tidak langsung ataupun yang secara ilustratif dan ada banyak orang kristen yang telah diajarkan bahwa narasi – narasi tersebut telah diterima dengan begitu saja, karena dirasa tidak mempunyai unsur teologis.
Kemudian narasi dan surat adalah dua alternatif yang digunakan untuk mengkomunikasikan sebuah pesan, yaitu kebenaran. Selanjutnya adalah para pembaca Injl harus peka terhadap pernyataan – pernyataan penafsiran yang ditanamkan kedalam cerita tersebut, yang sering kali muncul di akhir sebagai klimaks dari narasi tersebut. Dan berbagai komentar dari editorial yang menghubungkan satu cerita dengan cerita yang lainnya, jadi narasi hanyalah salah satu cara untuk mengkomunikasikan kepentingan – kepentingan teologis serta historisnya.
Namun beberapa orang banyak mamandang narasi ini sebagai bukti bahwa karunia bahasa lidah yang selalu dihubungkan dengan pencurahan Roh Kudus. Dengan alasan ini juga, kita tidak merujuk kepada Paulus untuk mencoba belajar tentang signifikansi dari Pentakosta, walaupun dengan demikian sebagian besar penekanan jatuh kepada cerita Pantekosta, yaitu suatu peristiwa yang menggenapi janji Yesus di Lukas 24:49 dan di Kisah Para Rasul 1:4, 8 dan peristiwa – peristiwa yang terjadi kemudian didalam bagian yang selanjutnya.
Jadi jelaslah bahwa Pantekosta merupakan klimaks dari segala sesuatu yang telah terjadi sebelumnya dan pencurahan Roh Kudus ini juga merupakan suatu penggenapan dari nubuat yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis (Luk. 3:15-17) serta dari Yesus sendiri (Luk. 24:49;KIS 1:4-5). Walaupun kita tahu bahwa, narasi yang sebelumnya yang sama klimaksnya dengan peristiwa ini adalah mengenai peristiwa dari kenaikan Yesus sebagai akhir dari pelayanan Yesus dimuka bumi ini.
Namun Pentakosta juga merupakan suatu permulaan dari sesuatu yang baru, yaitu ditandainya kelahiran dari gereja – gereja baru dan sekaligus juga kelahiran dari misi yang universal dan yang diberdayakan oleh Roh Kudus dan misi universal yang dilakukan oleh gereja itu juga memperlengkapi para murid untuk bersaksi, memproklamasikan apa yang disampaikan oleh Petrus dan membuahkan pertobatan kira – kira 3000 orang yang mendengarkan berita kabar baik tersebut, walaupun peristiwa yang sama mungkin tidak dapat diulangi, namun cerita itu sendiri dengan jelas menyatakan bahwa penerimaan Roh Kudus dapat dan perlu untuk diulangi (Kis. 2:33,38).
Didalam narasi ini antara misi dan Pentakosta tidak dapat dipisahkan dan keseluruhan dari Kisah Para Rasul mendemontrasikan bahwa hal inipun berlaku didalam perluasan gereja mula – mula. Oleh karena itu Injil dan Kisah Para Rasul adalah suatu cerita dengan alasan yang dianggap oleh pembaca sebagai kitab yang tidak seteologis surat Paulus dan kita telah melihat bahwa melalui pembacaan yang penuh dengan perhatian, dapat membiarkan cerita tersebut mengembangkan dramanya sendiri dan memperhadapkan kita dengan pesannya sendiri.
Injil – Injil yang ditulis pada periode yang sering kali dikaitkan dengan munculnya tulisan – tulisan apokaliptik, yaitu pada masa 250SM sampai 150M. Apokaliptik sendiri mengandung arti suatu makna “penyingkapan”, artinya bahwa jenis sastra ini secara khas menyingkapkan suatu pesan yang tersembunyi didalam sebuah narasi, dan biasanya pesan yang disembunyikan tersebut akan disingkapkan pada klimaksnya, yaitu pada akhir zaman, dimana pada kemudian orang menafsirkannya didalam peristiwa – peristiwa duniawi masa kini dalam kategori – kategori rohaniah dan supernatural.
Dan tentu saja Injil tidak termasuk kedalam kategori tulisan – tulisan apokaliptik, walaupun ada beberapa tema didalam Injil yang menegaskan tentang penggunaan dari apokaliptik tersebut ( misalnya : kebangkitan) dan penggunaan bentuk sastra apokaliptik yang paling signifikan terdapat didalam Injil Markus 13 dan paralelnya dengan Matius 24 dan Lukas 21 dan yang masing – masing nas ini disebut dengan ucapan apokaliptis.
Seperti ucapan – ucapan apokaliptik yang lainnya, maka ucapan apokaliptik tersebut lebih melikiskan gambaran – gambaran untuk menginspirasikan imajinasi iman, namun tidak tertarik untuk membeberkan semua peristiwa – peristiwa yang secara detail didalam taraf ketepatan – ketepatan tertentu.
Ucapan perpisahan lazim ditemui pada catatan – catatan pidato dari orang – orang yang ajalnya telah menjelang, namun ada banyak ucapan – ucapan perpisahan yang tidak menunjuk selalu kepada ajal yang telah dekat, seperti ucapan perpisahan dari Paulus yang disampaikan kepada para pemimpin gereja di Efesus dan juga ucapan perpisahan yang dikaitkan dengan kisah kebangkitan Yesus di dalam Injil, sebagaimana yang terlihat secara khusus di dalam ucapan pengutusan Yesus kepada para murid untuk melanjutkan pelayanannya yang telah Ia mulai.
Untuk dapat memahami jenis sastra ucapan perpisahan, maka ada dua hal yang harus kita perhatikan, yaitu harus diingat konteks yang bagaimana ketika kata – kata ini dicatat dan yang kedua adalah tujuan dari ucapan tersebut. Bisa juga ucapan perpisahan ini adalah sebuah “kata – kata dorongan semangat” yang panjang lebar.
Berbicara mengenai ucapan dan perkataan – perkataan didalam konteksnya sendiri, kemudian di dalam cerita – cerita yang memunculkan perkataan – perkataan Yesus, perlu juga diperhatikan dimana konteksnya berada, karena perkataan – perkataan tersebut seringkali berfungsi sebagai kalimat kunci yang sering memberikan suatu penafsiran mengenai makna dari peristiwa – peristiwa yang dinarasikan.
Bahkan suatu ucapan yang sangat panjang sekalipun ataupun suatu kumpulan – kumpulan perkataan yang harus dibaca di dalam konteksnya, selain itu juga perlu diperhatikan mengenai sifat – sifat dari ucapan – ucapan tersebut. Seperti pada sifat dari ucapan – ucapan Yesus, yang menggunakan tiga ungkapan khusus yang sangat menuntut seluruh perhatian kita, karena mempunyai sifat yang sangat berbeda dan yang sangat tidak biasa dan perkataan tersebut didasarkan kepada otoritas-Nya sendiri. Oleh karena itu tugas dari pembaca adalah untuk menyingkapkan dan menimba pesan dari bagian – bagian Injil.
Lalu apa yang membuat orang banyak sangat begitu tertarik dengan diri Yesus? Dan masih banyak misteri – misteri, bahkan sampai beratus – ratus tahun kemudian, mengapa? Bila kita memperhatikan metode dari pengajaran Yesus, maka kita mendapatkan suatu bentuk pesan yang berpengaruh kepada suatu kesadaran atas bentuk – bentuk pengajaran ynag Yesus lakukan yang berguna untuk dapat menuntun kita lebih dalam lagi memahami bagaimana isi dari berita Yesus tersebut dapat terpelihara dengan baik.
Bila kita melihat dari bentuk bahasa yang digunakan, maka kita dapat lihat dari pesan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa figuratif, dengan taraf yang cukup mengesankan, seperti kata – kata ataupun ungkapan – ungkapan yang simbolis, akan menjadi faktor utama yang menyusun berita tersebut yang disampaikan oleh Yesus sendiri, karena Ia mengandalkan berbagai macam jenis bahasa figuratif untuk menolong para pendengar-Nya, agar mereka dapat membayangkan perkataan – perkataan-Nya didalam suatu gambaran – gambaran di setiap benak para pendengar-Nya yang mewadahi pesan-Nya tersebut melalui ragam bahasa yang digunakan-Nya sendiri.
Salah satu cara lain yang digunakan oleh Yesus untuk menangkap perhatian dari para pendengar-Nya adalah hiperbol, yaitu suatu kata kiasan yang sangat dilebih – lebihkan, dengan tujuan maksud yang hendak disampaikannya dapat diterima dengan baik, karena memang pada abad yang pertama di Pelestina, para pendengar Yesus sudah terbiasa dengan bahasa tersebut dan klaim – klaim yang hiperbolis, oleh karena itu sangat dibutuhkan kemampuan – kemampuan dari si pembaca untuk dapat mengenali suatu penggunaan hiperbol yang sangat penting, guna mendapatkan suatu pemahaman yang tepat terhadap setiap perkataan – perkataan Yesus.
Sedangkan mengenai ironi, merupakan cara yang juga dipakai oleh Yesus didalam menggunakan bahasa yang secara tidak langsung, untuk komunikasi yang lebih efektif lagi, yaitu ketika Yesus yang seakan – akan sedang menegaskan kepada para pemimpin Yahudi, bahwa Ia memang menyandang otoritas yang sahih yang berasal dari Allah sendiri dan bila kita menyadari akan hal ini maka, Yesus sebenarnya sedang berbicara secara ironis, bahkan dengan nada yang sarkatis.
Masih banyak lagi alat – alat lain yang digunakan Yesus, untuk mengkomunikasikan pesan-Nya, yaitu dengan perkataan – perkataan hikmat, pertanyaan – pertanyaan, pelesetan kata – kata, teka – teki dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain lewat kata – kata yang digunakan oleh Yesus, untuk mengkomunikasikan pesan-Nya, maka bentuk komunikasi yang juga penting adalah perbuatan, karena komunikasi nonverbal yang dilakukan oleh Yesus sendiri juga merupakan suatu alat komunikasi dan juga bisa dianggap sebagai inkarnasi dari berita Injil, karena dari tindakan – tindakan-Nya sangat melengkapi, menegaskan, dan mengesahkan komunikasi verbal yang disampaikan oleh Yesus sendiri.
Kita bisa lihat hubungan antara komunikasi verbal dan yang nonverbal didalam Injil ini, sangat nyata sekali di dalam narasi – narasi, mempunyai hubungan yang erat sekali, seperti yang terdapat didalam Markus 2:1-12 dan pesan klimaksnya didalam narasi tersebut adalah pesan itu disampaikan dengan menggunakan dua cara yang berbeda, namun keduanya merupakan suatu tindakan yang sama (ay. 9-10).
Melalui tindakan ini Yesus mendatangkan keselamatan yang dari Allah, kepada mereka serta mendemontrasikan dalam kehidupan yang nyata (dalam arti bukan hanya kata – kata kosong belaka) dan maksud penebusan Allah juga bermaksud kepada semua jenis orang, termasuk orang – orang yang non Yahudi dan juga kepada mereka yang tersisih dan yang terbuang.
Dan hal yang lebih penting lagi adalah ketika Injil memuat mukjizat – mukjizat yang Yesus lakukan sebagai bagian integral dari pemahaman-Nya, mengenai siapa diri-Nya serta mengenai pelayanan-Nya sendiri dan hal tersebut menjadikan penanda intervensi eskatologis Allah yang final didalam pelayanan-Nya, karena dengan adanya mukjizat tersebut, maka ada banyak orang yang meresponi dengan rasa kagum dan terheran – heran, serta berkata satu sama lainnya dengan kata, “Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya” (Luk. 7:11-17), maka dari setiap mukjizat yang Yesus lakukan adalah suatu pendemontrasian Allah didalam kehidupan nyata dan memproklamasikan sebuah pesan yang membahana, karena Kerajaan Allah telah datang melalui kehadiran dan karya-Nya.
Selain dari tindakan – tindakan yang telah Yesus lakukan tersebut, masih ada lagi tindakan – tindakan yang lainnya, yang juga sangat penting unsurnya, yaitu Perjamuan Terakhir, pemanggilan dua belas murid inti, episode pembasuhan kaki para murid, pengusiran para pedagang dari Bait Allah, dan masih banyak lagi perbuatan yang lainnya. Semua tindakan – tindakan ini dilakukan dengan orang – orang yang berdosa dan dengan orang – orang yang tersisihkan, maka dengan demikian kepekaan terhadap signifikansi teologis dari tindakan Yesus merupakan sesuatu yang perlu kita kembangkan.
Jadi kita dapat simpulkan bahwa segala tindakan – tindakan yang telah Yesus lakukan adalah suatu “Firman yang diproklamasikan”, yang terkadang mengandung suatu makna yang dalam, mengenai suatu rencana keselamatan Allah dan yang terpenting adalah melalui perkataan dan perbuatan dari Yesus, Ia mengkomunikasikan berita Injil yang telah Ia sendiri inkarnasikan.
Ketika Yesus menggunakan perumpamaan – perumpamaan, yaitu suatu “perbandingan” . Perumpamaan – perumpamaan yang digunakan ada yang bersifat alegoris, dan juga tidak berfungsi sebagai “penuansa” ataupun “latar belakang” dari narasi yang hendak disampaikan. Fungsi dari perumpamaan yang Yesus lakukan adalah untuk memperhadapkan para pendengar-Nya dengan fakta – fakta yang ada dan untuk mengambil suatu keputusan yang radikal bagi Kerajaan Allah, karena itu perumpamaan adalah suatu cambuk yang sangat keras kepada kita, agar kita cepat sadar dan bangun dari mimpi yang berkepanjangan di siang hari.
Sebagai dokumen – dokumen yang berasal dari abad pertama, Injil dengan jelas mewakili sebentuk dunia ide yang khas pada masa tersebut, karena cerita – cerita dari perumpamaan – perumpamaan tersebut yang ditujukan kepada khalayak ramai dan pendengar orang Palestina pada masa abad pertama dan cerita – cerita tersebut mengasumsikan pemahaman tentang sekelompok ide – ide dan perdebatan – perdebatan yang sangat asing bagi kita, yaitu para pembaca pada masa kini, yang walaupun kita masih belum menyadari sepenuhnya tentang potensi pengaruh yang dapat dihasilkan dari perumpamaan – perumpamaan tersebut.
Kemudian untuk kita dapat memahami dari perumpamaan tersebut, yaitu yang terdapat didalam Injil – Injil, maka kita harus melihat dari fungsinya, yaitu didalam konteks sastra yang ada disekitarnya. Bertuk narasi dari keseluruhan dapat menentukan makna dari sebuah perumpamaan. Dan bila kita mambaca Injil sebagai cerita yang berukuran lebih panjang dan yang berdiri sendiri, maka kita akan lebih tertarik untuk mencari tahu bagaimana unit narasi yang lebih besar ini, bisa menerangkan perumpamaan tersebut, sehingga timbul pertanyaan yang lain, yaitu : bagaimana si penulis Injil memanfaatkan cerita tersebut?
Sebelumnya kita telah mengenal komentar – komentar mengenai relasi antara perumpamaan dengan konteksnya, baik lewat sejarah maupun sastrawi, yang telah menuntun kita kepada sebuah pertanyaan yang sangat penting, yaitu bagaimana perumpamaan – perumpamaan tersebut dapat berbicara kepada kita sedalam - dalamnya dimasa kini?
Pertama kita harus melihat dan memahami fenomena kebudayaan yang berada dibelakang teks tersebut kepada orang – orang yang hidup pada masa abad pertama dan pesan tersebut telah dikomunikasikan sedemikian rupa oleh Yesus, sehingga pesan yang sama itu dapat masuk kedalam kebudayaan kita sendiri. Sebagai contoh tentang orang Samaria yang baik hati, dengan adanya kontradiksi didalam frasa tersebut, maka ajektiva menjadi positif atau baik yang dikaitkan dengan kata – kata yang memiliki konotasi yang sangat negatif atau jahat.
Pada saat – saat tertentu kita harus berhenti memperlakukan perumpamaan – perumpamaan sebagai sasaran penyelidikan dan analisis objektif, memang kita mampu untuk mendengar lebih baik, namun pada ahkirnya kita pun harus duduk diam dan benar – benar hanya untuk mendengarkannya saja.
Didalam Injil sendiri, terdapat beberapa contoh penggunaan bahasa berputar, yang pada dasarnya adalah nenunjuk kepada realitas yang sama. Satu hal yang menarik perhatian adalah istilah “Kerajaan Allah” tidak ditemukan didalam Perjanjian Lama, walaupun dengan demikian ide tentang kedaulatan Allah yang hendak diungkapkan oleh pengguna Kerajaan ini, yang tampil secara nyata didalamnya, yaitu pengungkapan motif yangsecara gamblang tentang penguasaan oleh Allah, yang dapat ditemukan didalam Mazmur raja (Maz. 47,93 &96-99).
Didalam masa antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru, penantian terhadap pemerintahan Allah, itu mempengaruhi eskatologi apokaliptis, karena Kerajaan Allah itu merupakan suatu realitas masa depan yang akan diteguhkan oleh Allah sendiri dan mereka percaya bahwa Tuhan akan melakukan intervensi melalui suatu klimaks yang penuh dengan bencana yang besar pada akhir sejarah.
Namun Kerajaan Allah tidak dapat dimengerti secara kekinian yang bersifat nasionalis, dan yang terdiri dari darah dan daging dan sebagainya, karena memang Kerajaan Allah ditampilkan secara transenden dan memberikan penekanan – penekanan pada dimensi – dimensi kosmis, universal, serta kekal. Lalu bagaimana meringkaskan ide mengenai Kerajaan Allah yang dipahami oleh orang – orang pada zaman Yesus?
Orang – orang pada zaman tersebut percaya bahwa Yahwe adalah Raja, dan akan tiba waktunya, ketika Ia kembali dan menegakkan pemerintahan-Nya yang berdaulat atas seluruh bumi dan dengan adanya suatu pengharapan ini, maka “waktu yang telah lama dinantikan itu sekarang telah tiba dan Kerajaan Allah yang akan mencakup seluruh dunia itu telah memulai perjalanannya” .
Oleh karena itu terdapat perbedaan – perbedaan antara proklamasi tentang Kerajaan Allah yang disampaikan Yesus dengan pengharapan yang dimiliki oleh orang – orang pada zaman dimana Yesus pernah tinggal dan bersama – sama dengan mereka. Pengajaran yang Yesus lakukan, kerap kali menegaskan bahwa Kerajaan Allah itu, akan dimanifestasikan di masa depan dan Kerajaan Allah pada masa kini tidak ditampilkan didalam cara yang dapat membuat orang mengenali kehadirannya, yaitu dengan tiga pengharapan besar di dalam Kerajaan Allah. Yang pertama adalah bersifat kenabian, yang memvisualisasikan intervensi Allah di dalam sejarah melalui sebuah tindakan ilahiah yang akan menjadi penanda dari permulaan kehidupan didalam Kerajaan Allah setelah berlalunya sejarah.
Dan dengan demikian menjadi awal dari masa Kerajaan Allah dan masa itu hadir secara berbarengan dengan sejarah masa kini, yang dimana pada akhirnya Yesus akan datang kembali dan Kerajaan Allah akan tersebut akan mengalami suatu penggenapan dengan sendirinya.
Sedangkan aktifitas Yesus sendiri yang mengekpresikan kasih dan kuasa Allah yang inklusif yang juga menyingkapkan kehadiran kekuasaan Allah, juga perkataan – perkataan dari Yesus sendiri yang juga memproklamasikan kehadiran Kerajaan Allah itu melalui pelayanan-Nya dan orang – orang Kristen masih mengidentifikasikan Kerajaan Allah itu dengan gereja, karena mereka melihat gereja Kristen sebagai titik fokus dari kekuasaan Allah yang berdaulat, kemudian mereka mulai merasa segan untuk terus – menerus mengidentifikasikannya dengan gereja, sambil menunjuk kepada natur gereja yang bersifat sementara dan yang berdosa.
Mengenai pengajaran Yesus tantang Anak Manusia yang dapat menyatukan setiap ketegangan – ketegangan didalam pengajaran Yesus, didalam konteks – konteks tertentu dimana istilah “anak manusia” bisa bermakna sama dengan “saya”, jadi bisa dimengerti sebagai gelar ilahiah, sehingga dengan demikian Ia menyatakan pemahaman-Nya sendiri atas jati diri-Nya didalam cara yang sangat terselubung.
Karena Kerajaan Allah itu hadir sekarang dan akan digenapkan secara sempurna melalui aktifitas-Nya sebagai Sang Anak Manusia, karena pesan yang disampaikan, merupakan sebuah pesan mengenai Yesus sendiri dan signifikansi dari pelayanan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan kedatangan-Nya kembali yang menjadi detak jantung dari Injil – Injil tersebut.
Walaupun dengan demikian, usaha untuk memahami realitas – realitas sejarah dari Yesus dan Injil – Injil tidak boleh dianggap sebagai upaya untuk memuaskan rasa keingin tahuan kita didalam kebenaran yang sangat mendalam dan yang pada akhirnya kita dipanggil untuk mendengarkan pesan mereka dan juga untuk menyimak Allah yang berbicara kepada kita melalui tulisan – tulisan ini, dan memberikan respon kita kepada-Nya.

NISBAH PLURALISME DENGAN FINALITAS KRISTUS

Dewasa ini, dikalangan komunitas Kristen telah berkembang sikap toleransi yang tidak proporsional terhadap berbagai agama, pandangan filosofi dan gaya hidup yang mengkristal dalam bentuk faham atau pandangan. Faham atau pandangan tersebut mereduksi ketegasan iman Kristen yang jelas mengemukakan bahwa Yesus Kristus adalah satu-satunya jalan keselamatan. Berbagai alasan dikemukakan sebagai dasar argumentasi guna melegalisir pandangan yang memungkinkan bahwa keselamatan juga terdapat dalam agama-agama non Kristen di dunia. Dengan pandangan ini maka terdapat sikap konformisme yang bisa berujung pada pengkhianatan terhadap kebenaran Injil yang original.

Dalam buku yang ditulis oleh Pdt. Dr. Stevri I. Lumintang, menyatakan bahwa toleransi bukanlah teologi melainkan suatu sikap etika yang tentu harus dibangun diatas prinsip-prinsip kebenaran. Dalam perspektif Kristen, etika toleransi adalah etika yang bersumberkan pada prinsip-prinsip kebenaran Kristen dan teologi Kristen. Etika ini bertentangan dengan apa yang diusulkan oleh kaum Pluralis Kristen, yaitu membangun etika toleransi yang sifatnya universal (etika global). Etika Pluralis adalah etika yang didasarkan pada semua prinsip-prinsip kebenaran yang diakui oleh semua agama-agama yang ada di dunia. Dengan pandangan kaum Pluralis ini, maka disangkalkannya kebenaran yang absolut dari Alkitab. Bila hal ini diterima, maka misi penginjilan secara otomatis digugurkan atau tidak lagi dibutuhkan, sebab misi penginjilan pada dasarnya dianggap sebagai perusak harmonisasi hidup bersama dalam masyarakat majemuk.

Pluralisme adalah paham yang mengakui adanya satu kebenaran yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda. Selain pluralisme agama, ada juga pluralisme teologis. Pluralisme teologis, ialah “sikap menerima semua bentuk dan hasil penafsiran tentang iman dalam kehidupan gereja Tuhan.” Kaum pluralis membuang teologi ortodoksi atau tradisional yang menjunjung tinggi keeksklusifan kekristenan yang bertolak dari finalitas Yesus. inilah cita-cita kaum pluralis dan inilah goal dari pluralisme. Sedangkan, pluralisme agama ialah: “the recognition of the right of various religious group.e.g. Jews, Muslim, and Christians to be allowed to function lawfully in a society” (Pengakuan mengenai hak dari kelompok-kelompok agama yang berbeda seperti Yahudi, Islam, dan Kristen, diijinkan secara hukum untuk berfungsi dalam suatu masyarakat).

Newbigin berkomentar bahwa perbedaan-perbedaan antara agama-agama adalah bukan masalah kebenaran dan ketidakbenaran, tetapi pada perbedaan persepsi terhadap kebenaran. Dalam hal ini perbedaan persepsi tidak perlu dipertentangkan, karenanya dianggap tidak perlu dikonfrontir. Perbedaan ini dianggap oleh mereka bukan perbedaan yang prinsip. Sebenarnya perbedaan bukan hanya pada persepsi semata-mata, tetapi juga pada konten masing-masing agama,yang kalau jujur memiliki berbagai paradok yang tidak dapat disatukan.

Teologi yang diupayakan oleh kaum pluralis adalah teologi yang tidak hanya bersumber dari Alkitab, tetapi juga di luar Alkitab sehingga melahirkan teologi yang bukan dari Alkitab bukan pula dari Al Quran atau kitab agama lain apapun, bukan teologi kristen, bukan pula teologi agama lain, bukan putih, pukan pula hitam, melainkan gabungan dari semua kebenaran yang ada yang dianggap kebenaran. Pandangan ini melahirkan sikap relativisme. Relativisme mengatakan bahwa kebenaran adalah relatif. Relativisme telah menguasai hampir semua bidang kehidupan dan penelitian, di antaranya dibidang etika dengan etika situasional dan dibidang agama dengan mencanangkan bahwa tidak ada kebenaran yang mutlak.

Selain apa yang telah dikemukakan di atas, maka globalisasi juga telah memicu persemaian tumbuhnya pluralisme. Globalisasi telah memberikan kesadaran kepada kaum pluralis untuk menanggapi dan mengikuti proses globalisasi sehingga keterbukaan agama yang satu dengan yang lain dapat ditumbuh kembangkan. Inilah kesadaran pluralisme yang searah dengan tuntutan globalisasi. Dalam hal ini Knitter mengusulkan suatu teologi global atau teologi mendunia. Teologi global yang dimaksudkan ialah teologi yang dapat diterima oleh semua agama-agama. Teologi global tersebut adalah teologi yang tidak hanya dapat menjembatani pertemuan antar semua agama melainkan juga mewadahi dan menerima semua kebenaran agama-agama yang ada di dunia ini.
Munculnya pandangan diatas tidal lepas dari tampilnya teologi historis kritis. Pada dasarnya, teologi historis kritis adalah bentuk ilmu teologi yang berusaha melihat Alkitab dari sudut pandang historis dan menilainya secara kritis. Penekanan yang mereka anggap penting adalah dalam teologi kontemporer pendekatannya sebaiknya dengan filsafat. Filsafat menjadi landasan untuk memahami Alkitab. Hal ini tidak perlu mengherankan, karena dunia kontemporer adalah dunia yang memaksimalkan ratio, juga dalam memahami Alkitab. Ditambah pengertian bahwa filsafat diakui sebagai ibu dari segala ilmu pengetahuan yang merangsang aktifitas ratio, maka mereka menjadikan filsafat sebagai acuan tunggalnya.

Sebagai dampaknya pula, membaca Alkitab tidak berbeda dengan membaca kitab Negarakertagama atau catatan-catatan sejarah tentang Kerajaan Romawi. Disini kewibawaan alkitab telah dirongrong, sehingga kemutlakkan kebenaran Alkitab dicurigai. Alkitab dilihat sebagai mitos dasar agama Kristen. Di dalam Alkitab dinyatakan terdapat banyak mitos, seperti terjadinya dunia, kelahiran Tuhan Yesus dan kebangkitan Tuhan Yesus. Menurut pengikut faham ini, Kitab Suci memang diilhamkan, namun juga ‘mungkin mengandung kesalahan’. Menurut mereka, Alkitab adalah kristalisasi tradisi umat Allah semata-mata,yang tidak boleh diakui sebagai wahyu Tuhan, Dengan sikap ini , mereka merongrong kewibawaan Alkitab.

Tulisan ini diambil dari berbagai sumber, seperti dari tulisan Dr. Erastus Sabdono, Dr. Stevri Lumintang, Newbigin, dll.

Jumat, Desember 14, 2007

ALL ABOUT HOLY SPIRIT

Penulisan artikel ini diusahakan sebagai penyelidikan dan pembelajaran untuk lebih memperdalam materi dan wawasan tentang Roh Kudus, sehingga tulisan yang telah dihasilkan ini dapat memperkaya dan memberikan pendalam kepada setiap orang percaya baik dari kalangan kaum akademisi, kaum pelayan-pelayan Tuhan, maupun kaum awam. Tulisan ini diambil dari sumber-sumber tulisan yang membahas tentang Roh Kudus, seperti seperti tulisan Lockyer, Marsh, Dale Remarks, Jowett, dll.

Bab Satu: Pendekatan Terhadap Tema.

Bab ini diawali dengan penjelasan mengenai guru-guru dan penulis agama dikesankan oleh kenyataan bahwa kekristenan dimanapun timbul kegairahan yang lebih secara pengetahuan yang komprehensif dari kepribadian dan karya Roh Kudus. Hal ini menjadi mungkin bahwa ada sebuah rasa kebutuhan dan ketidakcukupan yang dikarenakan banyaknya permintaan akan keterangan yang lebih tentang Roh Kudus. Mereka ingin mengerti bagaimana kepenuhan Roh dapat diterima dan disimpan.
Di banyak kasus, ada kesalahan konsep-konsep dalam memperhatikan Roh Kudus dan penolakan terhadap karya-Nya bertanggung jawab karena kelemahan dan ketidak efektifan dalam kehidupan dan pelayanan Kristen. Jika hanya Roh datang kepada milik kepunyaan-Nya, hidup menjadikan kaya dalam kepenuhan buah-buah dan memberikan bau harum dengan wangi Kristus. Oleh kenyataan semua itu bahwa tiga pribadi dari Trinitas untuk kita, kenyataan dari janji Allah menjadi faktor-faktor kuasa.
Semua dari kita mampu untuk mengetahui dengan absolut meyakinkan kenyataan-Nya tinggal hadir, memberikan energi kehidupan, dan kuatan yang menyucikan, bahkan walaupun opini-opini kita sebagai yangasli dan teori Roh Kudus hadir dalam jiwa yang berbeda dari setiap orang percaya.

Kebutuhan Studi
Mahasiswa yang belajar sejarah gereja mempunyai poin bahwa kebenaran kembar dari Roh Kudus dan dari Tuhan kita telah mengembalikan gereja yang terhilang untuk masa yang lama. Meskipun pemulihan, pendeklarasian, dan tentunya kepercayaan dari para Rasul dan permulaan Bapa-Bapa gereja, mereka telah kehilangan visi selama abad kegelapan ketika gereja hampir dipengaruhi Gereja Katolik Roma.
Roh bertindak melipatgandakan bersekutu dengan ”berkat pengharapan” sekarang dilihat sebuah tepat yang menonjol di orang-orang percaya yang mempunyai teologi injili, mengucapkan terima kasih pada usaha mendidik rohani-berpikir sepanjang 150 tahun terakhir.
Dan, hal tersebut akan di teliti, di sana kebenaran ganda bangkit atau jatuh bersama. Jika kita menolak satu, kita membuang lainnya. Dalam volume monumentalnya di Christian Doctrine, Dale Remarks menuliskan, ”Ada beberapa yang tidak ditemukan pada saat kedatangan Kristus yang baru dan sesuatu luar biasa dalam sejarah dari empat tahap kedatangan Roh Kudus yang juga baru dan sesuatu luar biasa dalam sejarah kita, dan kedatang Kristus itu dibuat perbedaan yang tidak terbatas dalam kehidupan manusia. Hal ini memberikan imperatif terhadap pemahaman kebenaran dari Roh, seperti:
Pertama, Karena hal itu adalah kebenaran yang terlupakan. Meskipun kita mempunyai volume lebih maka telah pernah sebelum menjelaskan secara rinci anugerah dan karunia-karunia Roh, saya takut bahwa setiap pencerahan amat penyayangkan mayoritas terbesar dari kekristenan, Roh yang lain.
Kedua, Karena hal itu adalah kebenaran yang disalahartikan. Apakah kita tidak menyatakan bahwa tidak ada aspek lain dari kebenaran Alkitab, jadi disalahartikan sebagai pelayanan Roh? Kesunyisenyapan yang mengakhiri kekacauan-alasan yang mengacaukan dalam musibah yang ada dalam hati dan roh-karena ini disebabkan kekurang mengertian.
Ketiga, Karena hal tersebut karena kesesatan terhadap kebenaran. Aspek ini muncul keluar dari satu pemikiran, karena ketidakmengertian dan kesesatan akan pecahnya persekutuan.
Yesus yang lain. Itu menjadi bukti yang jelas pada Paulus dan jemaat Korintus bahwa Yesus melakukan pengajaran yang salah di Galatia dan Korintus bukan Yesus yang mereka ketahui-bukan juruselamat dari dunia yang terhilang ini. Dan Yesus yang hadir pada dunia modern ini, indah, dan kudus merskipun Dia mungkin masih juga tukangkayu dari Galilea, bukan Kristus yang Tuhan membantu bersama semua hak preogrtif keilahian.
Belajar Dari Roh. Tuhan kita menyatakan pengabdian Roh yang berbeda pada pengajaran manusia, seperti Dia mengindikasikan dalam pasal sebelumnya. ”Dia berbicara pada diriNya sendiri (Yoh. 7:19).
Studi Tentang Roh Kudus. Apa yang dapat dipelajari tentang Roh Kudus? Beberapa hal yang dapat kita tangkap dari yang ditulis oleh Lockyer adalah:
Kesetiaan. Kesetian merupakan yang Roh Kudus ajarkan kepada kita, seperti Tuhan Yesus telah taat kepada Bapa, demikian juga dengan Roh Kudus mengajarkan kita untuk taat (Mat. 7:6).
Dependently.Bahwa kita harus bertahan terhadap segala cobaan atau tantangan. Dalam 1 Korintus 2:9-16, Paulus mengingatkan pada kita bahwa kebenaran tanpa secara langsung bantuan kebenaran dari Roh Kudus pada Kebenaran Dirinya sendiri.


Bab Dua: Pribadi Roh Kudus

Suatu usaha untuk mengetahui Roh Kudus, bahkan seperti Dia mengetahui, kita semharusnya mencari setelah kebenaran sesuai pada Pribadi yang Kudus dalam diriNya sendiri. Pemahaman kerohanian tergantung atas secara langsung dan tidak berkesudahan berserah pada kebenaran yang dinyatakan. Tentunya, Alkitab tidak berhenti membuktikan realitas Roh Kudus, tetapi menyederhanakan keadaan yang nyata. Lagipula beberapa kesalahan, lainnya menolak atau kurangnya berpikir, menerapkan pronouns neuter pada ”Nya”.
(1) Dia adalah bagian esensi dari penyataan ilahi. Melihat yang ada di Alkitab mengenai inspirasi ilahi, Roh Kudus sebagai penulisnya sebagian besar mengatakan tentang diriNya sendiri. (2) Dia adalah agen langsung antara surga dan bumi dalam Injil ini. Roh Kudus melakukan tugas suci menerapkan penebusan pada orang-orang berdosa yang percaya dan membuat orang percaya menjadi kudus. Dia memutuskan orang dari dosa, meregenerasi, menyucikan, mengajar, mebimbing, dan menginspirasikan kita. (3) Dia adalah administrator pada urusan-urusan gereja-gereja. Aspek karya Roh Kudus ini menguatkan tekanan dalam tindakan. Jika gereja-gereja dikontrol saat ini oleh Roh Kudus seperti zaman para rasul, kehidupan dan karya mereka mengadakan revolusi dalam segala bidang. (4) Dia adalah pribadi, bukan bersifat pribadi. Kesalahan memandang Roh Kudus dalam sifat pribadi merupakan cara yang dapat menjadi penelusuran kembali ke 3 abad yang lalu, ketika teori yang pertama, yaitu Roh Kudus tidak lebih pengaruh, penggunaan energi ilahi dan kuasa, dan pancaran dari Allah. Setiap kesalahan telah berkelanjutan bersama gereja dan menempatkan posisi orang-orang modern, sebaik sedikit pengakuan ortodoks dari gereja Kristen. (5) Dia menghadirkan kembali dalam syarat-syarat penting. Hubungan kita kemudian, seperti Dr. Jowett mengingatkan kita, ”bukan dengan ’sesuatu’ tetapi dengan tubuh; bukan dengan kekuatan tetapi dengan Roh; bukan dengan sesuatu tetapi denganNya. Dan ini memimpin kita pada keyakinan bahwa kita seharusnya sama menghormati tiap-tiap dari tiga pribadi yang sejajar terdeskripsi dalam berkat Trinitas. Ketika Kis 19:2, memperhatikan persaman pada kuas pribadi. Kemudian itu ermupakan esensi mengingat bahwa ketikaAlkitab berbicara dari Roh daripada pribadiNya yangkeduanya mempunayi tekanankan. (6) Kudus. Mengapa pribadi Roh Kudus adalah kudus? Karena dia meruapakan esensi kudus dalam karakter, Dia datang dari Allah yang kudus, Dia dalam dunia menghadirkan keselamatan yang kudus, dan Dia berusaha mentransformasi kita menjadi umat yang kudus dan memajukan semua dalam kehidupan suci melalui jiwa dan perintahNya. (7) Roh. Penghibur merupakan sebutan ”Roh”, selain itu hubungan antara Bapa dan Anak diekspresikan oleh Roh. Dia disebut dengan Roh Allah dan Roh Kristus. (8) Pribadi ketiga dari Trinitas. Fungsi hubungan dari Bapa, Anak, dan Roh dapat diekspresikan demikian: Allah Bapa adalah sumber yang sebenarnya dari segala sesuatu (Kej 1:1). Allah Anak mengikuti dalam pewayuan yang diberikan (Yoh. 5:22-27).

Bukti-Bukti dari kepribadianNya.
Dalam menjelaskan bukti-bukti dari kepribadian Roh Kudus, Handley Moule’s yang mengatakan, ” tidak pernah saya melupakan untuk memperoleh kepercayaan iman dan damai yang datang ke jiwaku sendiri tidak lama setelah penentuan pertama dan melihat salib Tuhan sebagai korban pendamaian orang berdosa, dari kelebihan kecerdasan dan kesadaran menahan atas yang hidup dan oknum pribadi yang sangat ramah itu Roh Kudus, melalui anugerah jiwa yang mendapatkan berkat itu. Itu merupakan tanda kebangunan baru ke dalam kasih Tuhan.
Opini mungkin berbeda sebagai keaslian dan teori tentang kehadiran Roh dalam jiwa. Tetapi kita dapat menjadi sempurna sebagai kenyataan dan kuasaNya. Beberapa teori tersebut adalah: (1)Roh memiliki elemen krpribadian yang benar. (2) Hati Roh. (3) Pikiran Roh. (4) Kehendak Roh. (5) Roh diterima sebagai pribadi Kristus. (6) Roh tidak mengurusi untuk membuktikan kepribadianNya. (7) Perbuatan-perbuatan Roh juga dilakukan oleh satu pibadi. Di sini ada beberapa contoh, dimana Roh Kudus dapat lakukan, yaitu: Dia dapat mencari (! Kor. 2:10), Dia dapat berbicara (Wah. 2:7; 1 Tim. 4:1), Dia dapat menangis (Gal. 4:6), Dia dapat berdoa (Rom. 8:26), Dia dapat bersaksi (Yoh. 15:26, 27), Dia dapat mengajar (Yoh. 14:26; 16:12-14; Neh. 9:20), Dia dapat memimpin (Rom. 8:14), Dia dapat memerintah (Kis. 16: 6, 7).
Apa yang Allah sebut diriNya adalah penyataan dari Dia. Oleh karena itu, dalam nama Roh Kudus kita mempunyai karya penyataan dari karakter dan karyaNya.
I. Nama dan titel dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama ada sembilan puluh referensi langsung pada Roh Kudus, yang mana Dia menerima delapan belas titel yang berbeda, yang dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
1. Dalam ekpresi hubunganNya dengan Allah, yaitu Roh Allah (13 kali), Roh Tuhan (23 kali), Roh Tuhan Allah (1 kali), Roh (14 kali), RohKu (13 kali), RohMu (4 kali), RohNya (6 kali).
2. Dalam ekspresi karakterNya, yaitu Roh baikMu (1 kali), Roh pembebas (1 kali), Roh KudusMu (1 kali), Roh KudusNya (2 kali), Roh baru (2 kali).
3. Dalam ekpresinya mengatur manusia, yaitu: Roh yang bijaksana (3 kali), Roh atas Musa (2 kali), Roh yang mengerti (1 kali), Roh yang pembimbing dan penguat (1 kali), Roh pengetahuan dan takut akan Allah (1 kali), Roh anugerah dan pengantar (1 kali), Roh yang membakar (1 kali), suara dari Yang Perkasa (1 kali), suara Tuhan (1 kali), nafas dari yang perkasa (1 kali).
II. Nama dan titel dalam Perjanjian Baru. Lockyer mengutip tulisan MacGregor yang mengklasifikasikan 283 pesan dalam Perjanjian Baru yang secara langsung menunjuk Roh Kudus. Tiga puluh sembilan model berbeda yang ditawarkan pada diri Roh, yang dapat dibagi dalam lima kelompok terpisah, yaitu:
1. Nama-nama yang mengekspresikan hubunganNya dengan Allah Bapa, yaitu: Roh Allah (12 kali), Roh Tuhan (15 kali), RohKu (3 kali), RohNya (3 kali), Janji dari Bapa (1 kali), Janji dari Bapaku (1 kali), karunia Tuhan (1 kali), RohNya yang membangkitkan Yesus (1 kali), Roh yang adalah Allah (1 kali), Roh Tuhan kita (1 kali), Roh dari Allah yang hidup (1 kali), Roh Kudus Allah (1 kali), Roh yang Dia berikan pada kita (1 kali), Roh BapaMu (1 kali), Kuasa dari yang maha tinggi (1 kali).
2. Nama-nama yang mengekspresikan penyataanNya pada Allah Anak, yaitu: Roh Kudus (2 kali), Roh Yesus (1 kali), Roh Yesus Kristus (1 kali), Roh AnakNya (1 kali), Penghibur lain (1 kali).
3. Nama-nama yang mengekspresikan esensi keilahian yang dimilikiNya, yaitu: Roh (99 kali), Roh yang sama (6 kali), Satu Roh (5 kali), Roh abadi (1 kali), tujuh Roh (4 kali).
4. Nama-nama yang membentuk esensi karakter yang dimilikiNya, yaitu: Roh yang Kudus (73 kali), Roh Kudus (17 kali), satu Roh (1 kali).
5. Nama-nama yang membentuk hubunganNya dengan umat Allah, yaitu: Roh kebenaran (4 kali), Penghibur (3 kali), Roh kekudusan (1 kali), Roh kehidupan (1 kali), Roh adopsi (1 kali), Roh iman (1 kali), Roh pujian (1 kali), Roh kebijaksanaan dan pewahyuan (1 kali), Roh kuasa dan pemuridan ( 1kali), Roh anugerah (1 kali), Roh yang mana Dia membuat tinggal dalam kita (1 kali), Roh kemuliaan (1 kali), mengurapi (2 kali).
Apa kemegahan yangdipersiapkan dari titel dan penunjuk tersebut. Kebenaran, Roh dapat mengatakan dari diriNya sendiri, ”Dalam volume buku-buku tersebut ditulis olehKu (Maz. 40:7). Hal ini sebagai kebenaranNya, sebagai dari Kristus Dia dimuliakan. Jika kita hidup secara kepenuhan Roh seperti yang tertulis dalam Alkitab, apa yang membedakan orang-orang Kristen adalah kita menjadi.


Bab Ketiga: Keilahian Roh

Alkitab menuliskan jangan berhenti membuktikan pribadi lain atau keilahian Roh Kudus. Dimana pun, setiap kebenaran terekspresi secara jelas dan konstan tersisip bahwa manusia seharusnya kebutaan dirindukan atau ditolaknya. Bebrapa hal ini di bawah ini menjelaskan tentang keilahian Yesus.
Roh mengklaim sebagai Allah. Seringkali kombinasi pesan ditekankan pada kesamaan pribadi dalam ke-Allah-an. Di sini contohnya adalah kombinasi yang membalut Bapa, Anak, dan Roh (Yes. 6:8-10, Yoh, 12:39-41; Kis. 28:25-27). Bukti selanjutnya yang sama dapat diusut melalui perbandingan Yeremia 31:31-34 dengan Ibrani 10:15-16; Keluaran 16:7 dengan Ibrani 3:7-9; Keluaran 16:7 dengan 2 Korintus 3:17-18. Dimana kata TUHAN dicetak dengan kapital yang berarti ”Yehova” (Imam. 1:1).
Roh berbagi atribut Bapa dan Anak. Melalui atribut-atribut kita mengartikan kualitas dan properti apa saja pada keilahian. Lockyer menuliskan ada beberapa keilahian yang dimiliki, yaitu:
 Abadi, ”Roh abadi” (Ibr. 9:14), sebagai satu yang abadi, Dia bukanpencipta, dan sebagai bukan pencipta adalah ilahi. ”Abadi” berarti tanpa permulaan atau akhir dari eksistensi.
 Kemahahadiran, prefix dari kata omni signifikan dengan kata ”semua”. Kualitas ini mengindikasikan bahwa pemilik kuasa yang hadir dimana pun di semua waktu. Roh, bagaimanapun, dalams emua irang percaya dimanapun (Maz. 139:7-10).
 Kemahatahuan, Di sana tidak ada dalam dan tentang Allah bahwa Roh tidak dapat mengetahui. Hanya Allah dapat mencari lebih dalam dari Allah. Semua itu berkenaan dengan Allah, Kristus, setan, manusia, surga, dan bumi diketahui Roh (1 Kor. 2:10, band. Yes. 40:13-14; Rom. 8:26-27).
 Kemahakuasaan, hanya Allah yang dpaat melakukan segala sesuatu menjadi mungkin. Kuasa Roh adalah kuasa Allah, satu yang maha kuasa (Wah. 19:6). Kristus menundukkan setan dengan Roh Allah (Mat. 12:28).
 Kekudusan, adalah tanda yang ditekankan dari keilahian, yang kualitas mengatributkan Roh yang sama selama seribu tahun dalam penulisan Alkitab, sebagai contoh, ”Allah Roh Kudus” (Ef. 4:30). Dan sebagai Satu yang kudus, Dia sendiri dapat membuat kita menerima kekudusan ilahi.
 Mengetahui masa lalu, Keilahian hanya dapat diketahui pada akhir dari permulaan atau memiliki pengetahuan sesuatu sebelum itu terjadi. Dan Roh ”mengetahui masa lalu” dibuktikan oleh penyataan Petrus (Kis. 1:16).
 Kekuasaan, melalui kekuasaan, atau hubungan yang intim dengan Tuhan, kita mengambil keputusan melengkapi keputusan mendikte. Para rasul mengakui preogratif keilahian ini bahwa Roh manifestasi: ”Roh Tuhan”, ”Roh iman” (2 Kor. 3:17, 18; Wah. 2:7).
Tugas-tugas Roh hanya mungkin dilakukan oleh yang ilahi. Keulungan karya ilahi oleh Roh adalah dari bermacam-macam natur. Sebagai pelaksana ke-Allah-an, Roh adalah Allah dalam bertindak. Di antara karya-karyaNya adalah:
 Penciptaan, manusia dapat membuat, tetapi hanya Allah yang dapat menciptakan. Kuasa yang kreatif menjadi hak preogratif ilahi; itu dilakukan oleh Roh pada penciptaan.
 Inspirasi, dalam Alkitab memakai kata ”inspirasi” yang berarti seseorang yang merupakan instruksi dari ilahi mempengaruhi. Jadi inspirasi oleh Roh adalah Roh yang menghembuskan nafas kebenaran tertentu ke dalam individu, Dia bergairah untuk seseorang mengetahui dan menyatakan.
 Regenerasi, seperti Roh kehidupan mampu memberi hidup, Dia membangkitkan materi dan fisik kehidupan pada penciptaan. Dia membawa ke dalam penjadian Allah-Manusia, keunikan hidup dan baik sekali, dan sekarang menghasilkan kehidupan spiritual dalam semua orang yang percaya (2 Kor. 3:6; Rom. 8:11).
 Kebangkitan, manusia dapat dikuburkan, tetapi hanya Allah yang dapat membangkitkan (2 Kor. 1:9). Keilahian adalah bukti dalam semua tindakan kebangkitan.
Roh adalah diidentifikasikan bersama Bapa dan Anak. Seperti yang dikutip Lockyer, dalam tulisannya C. I. Scofield yang menuliskan, ”Di sana tidak ada alasan biblika untuk mempercayai dalam keilahian dan keperibadian Allah dan Anak, yang mana bukan hal yang sama itu dibangun dari Roh. ”Bagaimana keuntungan tersebut membekaskan hubungan yang dekat dari Trinitas”.
 Karya salib, karena hal tersebut merupakan karya ilahi, penebusan jiwa adalah berharga (lih. Maz. 49:8). Kristus yang menebus kita (1 Kor. 1:30).
 Formula baptisan, dalam amanat agung Tuhan kita (Mat. 28:16-20), Dia mengamanatkan murid-muridNya membaptis semua siapa orang yang percaya dalam ”nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”. Semua tiga, kemudian adalah satu, satu dalam keilahian. Kesingularan disini menghadirkan satu Allah dalam tiga pribadi.
 Pengakuan iman rasuli, banyak mencintai pengakuan gereja, dengan mana Paulus menutup dua suratnya kepada jemaat Korintus, adalah juga kefasihan dengan kebenaran dari Trinitas.
 Kesaksian surga, ada tiga yang dapat dicatat dalam surga, yaitu Bapa, Firman, dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu. Dan ada tiga kesaksian di bumi, yaitu Roh, dan air, dan darah, dan ketiganya dalam satu (1 Yoh. 5:7, 8).
 Akses kesatuan, dalam tekanan bahwa orang Yahudi dan gentile adalah satu tubuh dalam Kristus, Paulus menjelaskan kestauan pribadi dari Trinitas. ”Karena melaluiNya (Yesus Kristus) kita (Orang Yahudi dan Gentile) mempunyai akses melalui satu Roh sampai pada Bapa (Ef. 2:18). Kesimpulan dari perenungan ini pada keilahian Roh, dimana kita mencari kesaksian kesamaanNya dengan Bapa dan Anak, itu mungkin kebutuhan yangmengindikasikan bukti subordinasi pada bagianNya. Secara aplikasi praktis subordinasi Roh bukan jauhmencari. Kita seharusnya sebagai subordinasinya sebagai Dia diriNya, pada Bapa dan Anak.


Bab Keempat: Atribut-Atribut Roh

Studi tertutup dari Alkitab menyatakan tiga dispensasi besar atau waktu yang mana satu dari tiga pribadi dalam ke-Allah-an menonjol. Perjanjian Lama dispensasi Bapa. Dalam itu Dia berkarya untuk kita. JanjiNya adalah menyebar dimanapun, dan mereka harus dinyatakan dalam pengalaman. Di Injil kita ada masa dispensasi Anak Allah, yaitu selama Dia hidup bersama dengan kita, serta berjanji mengirimkan pada kita Roh Kudus. Di Kisah Para Rasul dan Surat-surat ditemukan masa dispensasi dari Roh Allah. Hubungan dispensasi Roh Kudus itu dengan Bapa dan Anak yang merupakan satu kepenuhan dan janji.
Aktivitas Dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama, Roh Kudus juga melakukan karyanya. Karya-karya Roh Kudus dalam Perjanjian Lama adalah bersama dalam penciptaan (referensi pertama karya Roh Kudus terdapat di Kej 1:2), Dia adalah pengatur pencipta manusia (Kej. 1:26), Dia adalah pengatur pencipta dunia binatang (Maz. 104:30; Kej. 1:21), Dia adalah pengatur pencipta dari keindahan (Ay. 26:13; band. 1 Kor. 15:41), Dia adalah pengatur pencipta subtansi (Yes. 32:15; Maz. 104:27), Dia adalah pengatur pencipta istirahat (Maz. 127:2; Yes. 63:14), Dia adalah pengatur pencipta tubuh manusia Kristus (Ay. 14:4; band. Luk. 1:35; Mat. 1:20), Dia adalah pengatur pencipta natur baru (Yoh. 3:6; 1 Pet. 1:22-23; 2 Kor. 5:17), Dia adalah pengatur pencipta gereja (Kis. 20:28; Ef. 2:19-22), Dia adalah pengatur pencipta Alkitab (2 Pet. 1:21; 1 Pet. 1:10-11; 2 Sam. 23:2-3), Dia adalah pengatur pencipta penciptaan baru (Yes. 65:17; 66:22; 2 Pet. 3:12-13; Wah. 21:2), Persekutuan dengan karakter Perjanjian Lama (Kej. 41:38; Kel. 31:3; Bil. 27:18; Neh. 9:30; 1 Pet. 1:20-11), Dilihat sebagai penguasa dan Raja (Kej. 41:39; Bil. 11:17-29; 1 Sam. 10:7-10), Dilihat dalam pelayanan para nabi (Hos. 9:7), Dilihat dalam pelayanan para iman (2 Kor. 20:14; 2 Kor. 24:20), Persekutuan dengan institusi atau organisasi (dalam persekekutuan institusi atau organisasi dapat ditemukan dalam Tabernakel: Kej. 31:1-6; Bait Allah: Zak. 4:6; Persekutuan dengan bangsa-bangsa: Kej 6; Perkakas dari kudus: Neh. 9:20, Yes. 11:2-5)

Pelayanan dan pengajaran Mesias. Yesus menyatakan bahwa murid tidak lebih dari gurunya, dan hamba tdak lebih dari Tuannya (Mat. 10:24). Satu aplikasi dari setiap penyataan adalah bahwa jika Dia membutuhkan pertemuan dengan Roh Kudus, dan membawa Roh ke dalam ketergantungan, kita juga seharusnya sama ketergantungannya atas pribadi ketiga Allah. Kita dapat mengumpulkan bahan-bahan pokok pembahasan sebelum kita mempertimbangkan Roh di pengajaran Tuhan kita, dan Roh Kudus di kehidupan dan penghambaan Tuhan kita. Beberapa hal tersebut adalah: Roh dalam Tuhan kita yang mengajar, Roh berdoa oleh karena Kristus, Roh bernubuat melalui Kristus, Roh memberi melalui Kristus, Roh mempersiapkan karena melalui Kristus, Roh menerima melalui Kristus untuk kita, Roh bersaksi kegembiran Kristus, Roh memberikan kesaksian Kristus, Roh memuliakan Kristus, Hubungan antara Kristus dengan Roh, Roh membelah dunia tentang: dosa, kebenaran, penghakiman, Roh mentransformasi manusia ke dalam gambar Kristus, Roh dinamai oleh Kristus (Roh, Roh Bapa, Roh Allah, Roh Kudus, Roh Tuhan, spirit kebenaran, penghibur), Garis besar tugas Roh melalui Kristus (Injil menandai periode transisi Roh, keeklusifan Roh ditempati Kristus, karunia nyata dari Pentakosta).
Roh Kristus. Paulus mendeskripsikan pribadi ketiga Allah dari Tritunggal (Rom. 8:9) bukan berarti Roh seperti Kristus, tetapi Roh diriNya sendiri dmiliki Kristus. Ia disebut karena Dia datang sebagai karunia Kristus, dan Dia berusaha menyatakan Kristus kepada kita, dan membentuk Kristus bersama kita. Sebagai ”Roh Kristus”, itu bukan keduniawian Kristus Dia dimuliakan, seperti Kristus menanamkan kembali dengan kemuliaan dan kuasa. Dalam Perjanjian Baru ditemuklan beberapa kata tentang hubungan Roh Kudus dan Kristus, yaitu Spirit Kristus, Spirit Yesus Kristus, Spirit AnakNya: abnegasi diri Kristus, Kristus bernubuat melalui Roh, kelahiran Kristus dari Roh, Kristus membenarkan melalui Roh, Kristus mengurapi dengan Roh yang merupakan bukti klaimNya, Kristus mengurapi dengan Roh untuk menguji, Kristus mengurapi untuk melayani, Dia berkuasa atas setan, Dia berkuasa atas atas penyakit dan kematian, Dia memberikan kuasa untuk berkhotbah dan mengajar. Apa yang menjadi kelanjuitan hubungan antara Kristus dengan Roh? Lockyer menjelaskan ada empat hal yang menjadi hubungan antara Kristus dengan Roh Kudus, yaitu:
 Kristus disukakan melalui Roh. Dalam Lukas 10:21 dituliskan bahwa ”Dia (Yesus) gembiran di dalam Roh Kudus”. Weymouth menerjemahkan dengan pesan, ”(Dia) dipenuhi Roh Kudus bersama sukacita kebangkitanNya. Roh dalam hari-hari ini di gereja membutuhkan dan tantangan sumber dari kepercayaannya, sukacita yang menawan hati.
 Kristus mati oleh Roh. Penulis Ibrani memberitahukan kita bahwa itu ”melalui Roh abadi” bahwa Yesus menawarkan diriNya sendiri pada Allah sebagai substitusi keberdosaan untuk orang berdosa (Ibr. 9:14). Roh yang sama membentuk tubuh kemanusiaan Kristus pada inkarnasi yang memampukanNya menjadi kuat, bijaksana, dan ramah (Luk. 2:40).
 Kristus bangkit oleh Roh. Dengan kesatuan, Perjanjian Baru meneguhkan bahwa Roh ”penyebab efektifitas” Tuhan kita bangkit (Rom. 1:4; 8:11). Sebagai Roh yang hidup, Roh yang mengerti, Dia juga Roh yang membangkitkan. Kuasa memberikan sebelum kelahiran Kristus dan membawanya pada kelahiran sama mempercepat tubuh itu dalam kubur dan menolong membawanya seperti ”permulaan pertama kematian”.
 Kristus memberikan perintah melalui Roh. Penanggulangan terhadap keterbatasan dan kemanusiaan keduniawianNya, bahkan dalam bentuk kebangkitanNya, masih berhubungan dengan Roh (Kis. 1:2). Oleh inspirasi Roh kebangkitan Tuhan merupakan intruksi pengikutNya dengan segera tentang bagaimana karyaNya berlanjut.
Kehidupan kita kemudian menyatakan permeasi Roh. Dia menunggu untuk mendominasi dan mengontrol pemikiran, kata-kata, perasaan, tindakan, kesenangan, dan pengejaran kita, membawa kita, bahkan seperti Kristus kita (Kis. 1:8).


Bab Kelima: Simbol-Simbol Roh Kudus.

Dalam bukunya F. E. Marsh berjudul Emblems of the Spirit, menuliskan bahwa di antara banyaknya buku-buku menolong mengerti simbol-simbol dari karya Roh, apa yang dicantumkan dapat membuat pendalaman studi. Kesimpulan lambang ini, kita dapat tabulasikan mereka sebagai simbol-simbol dari kehidupan natural, seperti udara, api, garam, minyak, anggur, materai, benih, jaminan, memakai, tujuh roh, burung merpati, dan simbol-simbol dari kehidupan manusia lainnnya, seperti penjaga pintu, penghibur, saksi, dan jari. Berikut ini dijelaskan beberapa simbol-simbol dari Roh Kudus dalam kehidupan natural dan kehidupan manusia.

Simbol-simbol menggambarkan kehidupan natural.
Simbol-simbol merupakan hal yang misterius dari karya-karya Roh Kudus dalam meregenerasi (Pengkhot. 11:5). Dia tidak melihat ditindakanNya, tetapi perasaan pasti. Di Alkitab dituliskan baik secara ekslisit maupun secara implisit tentang simbol-simbol yang menggambarkan keberadaan Roh.
Angin. Angin merupakan kekuatan yang besar; lagi pula itu dapat dimodifikasi. Karya Roh Kudus itu mempunyai bermacam-macam manifestasi. Pada waktu lain, Roh berbentuk angin sepoi-sepoi pada malam hari. Seperti Roh yang mempengaruhi Lydia, dimana hati tertutup dibuka oleh Tuhan.
Air. Air merupakan salah satu dari simbol-simbol umum yang digunakan untuk menjelaskan berbagai pelayanan Roh Allah. Lambang Roh dalam bentuk air mempunyai beberapa penyataan: air (Yoh. 4:14), sungai (Yoh. 7:37-39), banjir (Yes. 44:3; Wah 21:6), hujan (Yes. 35:1), gelombang (Maz. 87:7), dan embun (Hosea 14:5).
Api. Di Alkitab, kata ”api” menggunakan banyak model. Kalau melihat keberadaan api, apa yang menjadi gambaran api ini. Lockyer menjelaskan setidaknya ada 3 (tiga) penggambaran, yaitu pertama, api memberikan terang dan oleh karena itu mengindikasikan pengetahuan dan iluminasi impartasi Roh. Kedua, Api memberikan panas. Roh mendinginkan sesuatu yang panas dan pribadi dan kemudian simbolisasi kuasa Roh untuk menghangatkan hati yang panas (Rom. 5:5). Ketiga, Api memberikan kekuatan, membangkitkan, dan juga menghadirkan energi yang dipengaruhi Roh (Kis. 2:3, 4; lih. Im. 9:24; 10:2; Mak. 3:2; 1 Kor. 3:13, 14).
Garam. Alasan lain mengapa Alkitab penuh dengan simbol-simbol yang adalah fakta atau kenyataan bahwa hal tersebut ditulis dengan bahasa yang indah. Tuhan menggunakan perumpamaan-perumpamaan dan simbol-simbol secara sederhana dalam setiap kehidupan manusia. Hal ini nampak dalam Matius 5:13, ”Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang”.
Minyak. Penggunaan ”minyak” di Alkitab membawa keuntungan dalam studi Alkitab. Untuk contohnya, dalam pelayanan Tabernakel juga menggunakan ”minyak yang murni” disediakan (Kel. 225:6; Mat. 5:16; 25:4). Para nabi, imam, raja, orang kusta, orang sakit, dan kematian semua sepertinya dihubungkan dengan minyak. Yesus Kristus datang sebagai Mesias juga diurapi dengan minyak (Kis. 4:27; 10:38: Ibr. 9:11).
Anggur. Anggur merupakan suatu usaha untuk menghadirkan simbol secara segar, stimulasi, menggembirakan pengaruh hasil Roh di kehidupan orang-orang percaya. ”Anggur memberikankesukaan” (Maz. 104:15; Pengkht. 10:19). Roh memberikan para murid menjadi mabuk di dalam Tuhan. Kristus sendiri dipenuhi Roh, dalam minum Anggur (Mat. 11:19).
Benih. Sebagai lambang, kata ”benih” ditawarkan oleh Kristus (Gal. 3:16), Alkitab (Luk 8:5), dan Roh: ”Benih dari ilahi didalamnya” (1 Yoh. 3:9). Kata ”benihNya” mengingatkan pada Roh (Yoh. 14:16). Yohanes menyatakan bahwa Roh dicurahkan pada banyak hari. Tetapi semua kesulitan menghilang ketika kita mengingat bahwa Roh Kudus adalah benih dan bahwa natur baru dimana Yesus merupakan impartasi yang tidak berdosa.
Meterai. Seperti Gurunya, Paulus telah mengetahui bagaimana menggunakan apa yang ada disekelilingnya menjadi ilustrasi kebenaran ilahi. Hal ini nampak dalam tulisan Paulus kepada jemaat Efesus, dimana, ia mengingatkan jemaat Efesus untuk mempunyai meterai di dalam Roh Kudus (Ef. 1:13, 14; 4:30; 2 Kor. 1:22; 2 Tim. 2:19).
Jaminan. Kata ”Jaminan” merupakan simpanan yang dibayar oleh pembeli untuk memberikan keabsahan pada sebuah perjanjian. Di dalam hal ini, Paulus menggunakan simbol ”pemberian” sebagai referensi terhadap Roh, ”memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita” (2 Kor. 1:22; 5:5; Ef. 1:13, 14).
Menguasai. Kata ”menguasai”, sebagai kata kata kerja, adalah frekuensi yang digunakan dalam sebuah kalimat figuratif. Dalam hubungan dengan Roh merupakan penguatan itu dapat menjadi pembanding pada tindakan menguasai. ”Roh Allah menguasai diri Gideon (Hak. 6:34; lih. Luk. 24:49; Yes. 61:10).
Tujuh. Angka tujuh merupakan represtasi dari kesempurnaan, ”tujuh” merupakan simbol Roh sebagai kesempurnaan ilahi dan kempurnaan karyaNya. Mempunyai ”tujuh mata” (Zak. 3:9; Wah. 5:6), Dia memiliki tanda kesempurnaan. Mempunyai ”tujuh tanduk” (Wah. 5:6, Dia memiliki kesepurnaan kuasa. Sebagai ”Tujuh Roh” (Wah. 1:4), Dia memiliki kesempurnaan ketaatan. Sebagai ”tujuh lampu api”, Dia memiliki kesempurnaan kekudusan.
Burung merpati. Setiap ekspresi dari lambang tersebut membicarakan kenaturalan dan karya Roh. Setiap tipe membicarakan kenaturalan Roh, pengasihan; dari misi keselamatan, kedamaian dan pengorbanan; karakter orang-orang kudus, tidak bersalah dan tidak berbahaya.

Simbol-simbol menggambarkan dari kehidupan berjalan dan bekerja sehari-hari kita.
Sedikitnya ada 4 simbol yang ditemukan dalam kehidupan manusia yang digunakan di Alkitab yang menekankan kegiatan kemahadiran Roh dalam sehari-hari kita berjalan dan berkarya.
Penjaga. Kata digunakan oleh Tuhan kita di Yoh. 10:3, Mark. 13:34; Yoh. 18:16, 17 adalah penjaga membuka pintu. Dalam bagian lain dituliskan bahwa Kristus adalah sebagai gembala domba, dan Roh Kudus adalah penjaga pintu. Setiap karyaNya membuka dan menjaga pintu terbuka untuk keselamatan. Itu yang mungkin bahwa Yohanes Pembaptis di pikiran Tuhan kita ketika Dia berbicara tentang penjaga pintu. Roh Kudus, bagaimanapun, adalah tanda ilahi dari Yesus. Dia membuka pintu hati siapapun, mempersiapkan jiwa untuk masuk dan menerima Kristus (Yoh. 16:6-11).
Parakletos. Hal ini muncul ketika Tuhan kita didesain oleh Roh Kudus, untuk sedikitnya empat kali. Dia berbicara sebagai ”penghibur”. Di Yohanes 14:16 Dia seperti Kristus dan percaya. Di ayat 26, Dia datang sebagai karunia Bapa. Di 15:26, Dia hadir kembali sebagai karunia Anak. Di 16:7, kenaikan Kristus adalah dasar setiap karunia. Dalambahasa Yunani, kata ini mengandung banyak arti. Kemudian, kita temukan ada tiga kata dalam bahasa Inggris untuk satu penggunaan yang merupakan ”Roh”. (1) Penghibur, ”berjalan ... di penghiburan Roh Kudus (Kis. 9:31).
Bersaksi. Sebagai Saksi, Roh Kudus bersaksi di dan pada orang-orang percaya dalam tiga cara, yaitu pertama adalah pengampunan (Rom. 5:1; 8:1). Di sini kita adalah sebagai orang berdosa di penghakiman pengadilan ilahi. Tetapi kita menyatakan karya penebusan, dan kita memperoleh pengampunan akan kejatahan-kejahatan kita. Roh Kudus masuk sebagai saksi dari pengampunan. Dia memberikan jaminan bahwa disana sekarang tidak ada kutukan atau penghukuman. Kedua adalah adopsi (Rom. 8:14-17; Gal. 4:6).
Jari. Para bapa mula-mula berbicara tentang Roh Kudus sebagai ”jari dari tangan ilahi”, yang mana kata ini sinonim dengan kuasa atau mahakuasa, kadang-kadang dengan penambahan pengertian dari bukti-bukti ketidakbersalahan autensitas ilahi, visbel dalam semua karya Allah. Referensi Roh sebagai ”jari Allah” dijelaskanNya sebagai agen yang harus ada menyelesaikan tujuan dari kehendak ilahi. Apa yang menjadi penyelesaian kehendak ilahi adalah Hukum Allah (Kel. 31:18; 2 Pet. 1:21), penghakiman Allah (Kel. 8:19; Dan. 5:5), Kuasa Allah (Maz. 8:3), Kesucian Allah (Yes. 58:9; 2 Kor. 3:3; Ibr. 8:10).


Bab Keenam: Buah-Buah Roh.

Di surat Galatianya, rasul Paulus memunculkan gagasan karakter Kristen (Gal. 5:22, 23). Apa yang Paulus sebut ”buah” adalah hasil jejak dari kehidupan yang dimiliki Roh Kudus. Itu adalah buah ”Roh”, bahwa itu merupakan buah Roh dan bukan buah orang-orang percaya. Segala sesuatu yang orang Kristen dapat dilakukan melahirkan buah; tetapi dia bukanlah buah yang asli tersebut.
Buah Roh tidak lebih dari membangun diri. Hal ini keluar dari Roh yang tinggal dalam kita. Buah-buah Roh ini adalah tranplantasi natur Kristus ke dalam karakter umat Kristen. Roh Kudus sendiri memberikan keilahian memasuki kita. BuahNya adalah keilahian yang keluar. Setiap buah merupakan penyempurnaan Roh yang tinggal dalam kita fsn bekerja di dalam dan jga membentuk keberadaan kita bersama Kristus.
1. Buah sebagai organis. Di Galatia 5:19-23, Paulus mengindikasikan diametrik yang berbeda antara ”pekerjaan daging” dan ”buah-buah Roh”. Dalam buah tersebut, kita mempunyai kesatuan dalam pelbagai hal. Karya Roh memasuki perbedaan. Kesatuan bersama Kristus, kebenaran ilahi, kita berbuah sampai kekudusan (Rom. 6:22). Hal tersebut agak menarik dalam membawa sepuluh perintah Allah dan memperbandingkannya dengan sembilan anugerah yang kita pertimbangkan, dan mendapati itu terbawa bersama, mereka menggambarkan, bukan karakter berbeda, tetapi perbedaan manifestasi dari beberapa karakter. Buah digambarkan dalam beberapa hal, yaitu (a) Buah dalam tindakan gandanya, artinya memberikan kehidupan pribadi serta memberikan ketaatan pada Roh dalam kehidupan dan karakter. (b) Buah sebagai puncak kesatuan, artinya sebagai anggur yang merupakan puncak pohon anggur tersebut danakhir dari keberadaan, jadi buah tersebut keluar, yang oleh Rasul Paulus disebut manifestasi dari dalam dan kuasa. Buah adalah bukti dari akar dan getah..
2. Tiga serangkai. Sembilan anugerah Roh yang dapat dilihat, dibagi ke dalam tiga kelompok bagian. Lockyer menjelaskan dari beberapa teologi menjelaskan hal ini dalam beberapa bagian atau kelompok. Contohnya, Evan H. Hopkins, dari English Keswick Convention, di mana ia menggunaka garis besar yang ada dalam Galatia 5:22, 23: kondisi (kasih, sukacita, damai, disposisi jiwa), mengatur (keberanian, kebaikan, manifestasi luar), dan karakter (iman, kelembutan, temperamen, alasan pribadi dalam kehidupan. Alexander Maclaren, dalam tulisannya Expositions, mempunayi garis besar yang berbeda, yaitu kehidupan Roh dalam aspek yang lebih dalam (kasih, sukacita, kedamaian), kehidupan Roh dalam manifestasinya pada manusia (keberanian, kebaikan), dan kehidupan Roh dalam hubungannya dengan kesulitan dari dunia dan diri kita sendiri (iman, temperamen, kelembutan). Griffith Thomas mengkalsifikasikanbuah sebagai hubungan Allah, manusia dan dirinya sendiri. Russell Caley, mengingatkan kita bahwa semua kesempurnaan buah ada tiga karakter yang berbeda, yaitu warna buah, rasa buah, dan bentuk buah.
Sedangkan Lockyer sendiri menjelaskan keberadaan buah-buah Roh, yaitu
1. Kasih. Kasih memimpin daftar urutan yangdilihat secara dasarnya, dimana digerakkan menjadi prinsip dari delapan anugerah lain. Kasih adalah yang memimpin dalam kelompok.
2. Sukacita. Chales A. Fox mengatakan bahwa kasih adalah ”buah pertama”. Jika kasih adalah warna buah, maka sukacita adalah buah bunga.
3. Damai. Damai adalah hubungan tertutup dari iman dan sukacita dari orang-orang percaya.
4. Tabah. Hal pertama dari kebaikan yang dapat diterjemahkan adalah ”sifat baik” dan menyiratkan kemampuan untuk menghindari pertengkaran.
5. Keberanian: keberanian adalah seperti Allah, keberanian adalah kuasa, keberanian adalah karya Roh
6. Kebaikan. kebaikan adalah wujud adlam Trinitas, melakukan kebaikan kita seharusnya menjadi baik, kebaikan adalah buah Roh
7. Iman. Dalam versi Alkitab King James terjemahan yang dimakai adalah ”faith-iman” sebagai karunia Allah, yaitu iman kepada Kristus (Ef. 2:8).
8. Kelembutan. Kelembutan berarti ”anugerah dari jiwa yang mana isinya mengenai kebiasaan hidup yang taat kepada kehendak Allah, bangkit dari perasaan kebaikanAllah dan menyadari bahwa manusia adalah kecil atau tak berdaya atau lemah.

Buah dalam kehidupan kita. Paulus memberikan kesimpulan tentang Roh yang memberikan anugerah, yaitu melawanan dari setiap hukum yang ada. Kata ”setiap” dalam kata melawan setiap hukum yang berbentuk maskulin, yang artinya karakter dan person dari tulisan Paulus ini adalah sama dengan anugerah Allah yang mendesak setiap orang percaya menunjukkannya. Melihat kehidupan kita sekarang, maka kita dapat melihat bahwa anugerah Allah ini begitu besar kepada kita. Roh mampu untuk mengubah setiap orang percaya ketidaksesuaian hidup yang sebenarnya, dan tidak menjadi masalah bahwa bagaimana menjadi seperti Kristus itu mungkin.
Roh dalam jemaat Galatia. Untuk membimbing para mahasiswa, marilah kita melihat terhadap studi tentang Roh di dalam surat Galatia yang dapat menolong kita secara penuh, yaitu Resepsi Roh (3:2; 4:29), Progres Roh (3:3; 5:7), Pelayanan Roh (3:5), Janji Roh (3:14), Natur Roh (4:6), Kesabaran Roh (5:5; bdn. 2 Tim. 4:8), Antagonis Roh (5:17; bdn. Rom. 7:22-23), Bimbingan Roh (5::16, 18), Buah Roh (5:22, 23), Tempat tinggal Roh (5:25), dan Hasil dari Roh (6:8, 9; bdn Wah. 12:12).


Bab Ketujuh: Kepenuhan Roh

Sudah terbukti sejak abad yang lalu bahwa daya tarik suatu kebangunan rohani adalah di dalam kebenaran personal Roh dan karyaNya. Belum pernah ada sebelumnya materi yang begitu banyak membahas tentang tema kepenuhan Roh. Dalam sebuah konferensi Alkitab yang semakin banyak diminati, kebenaran ini juga lebih diutamakan, sehingga mengakibatkan sangat banyak orang percaya sadar bahwa mereka memperoleh kekayaan yang tersimpan dalam Kristus.

Garis Besar Kebenaran.
Karena adanya berbagai konflik gagasan dari berbagai perspektif tentang pelayanan Roh di dalam kehidupan dan karya-karya orang percaya, kita menilai hal ini penting untuk diuji lebih dalam lagi mengenai ajaran-ajaran Perjanjian Baru. Terlalu sering kebenaran ini diabaikan karena kesalahan dan ketidakmengertian tentang fungsi-fungsi Roh, Maka dari itu doa kami adalah supaya Allah memimpin kita, sementara kita berusaha mengerti kebenaran Firman.
Roh yang tinggal secara permanen. Banyak orang yang kembali sadar akan kesalahan konsep bahwa mengalami mujizat sama artinya Roh itu tinggal untuk selama-lamanya pada orang tersebut. Roh Kudus yang tinggal dalam seseorang itu berbeda dengan Roh Kudus yang memenuhi orang itu. Kita dapat memiliki Roh tetapi kita belum tentu dimiliki oleh Roh. Hal di atas dapat terimplementasi dengan beberapa pengertian, yaitu:
(a). Kepenuhan ini bersifat pribadi. Ada sebuah pengertian indrawi bahwa Roh Kudus itu dihubungkan dengan setiap mansuia, karena Dia (Roh) adalah Allah sendiri yang tidak diciptakan atau dilahirkan.
(b). TinggalNya ini bersifat permanen. Ketika Roh masuk, Dia masuk untuk tinggal. TinggalNya Roh kudus ini bersifat permanen. Dia tinggal dengan kita untuk selamanya (Yoh. 14:6). Sebagai penghuni yang kudus, Dia tinggal bersama kita hingga kita meninggal. Dia tinggal di hati kita, dimana duduk dan tidak pernah membimbing kita keluar jalur (Ef. 3:16). Dia tinggal hadir, seperti Allah digambarkan sebagai burung Merpati yang kudus.
KelembuatanNya mengisi dan berkarya. Karya Roh di kehidupan orang-orang percaya bersifat profresif. Dengan sanagt baik, Dia membangkitkan dan mengisi setiap bagian dari kehidupan dalam kita dan kemudian mengalir keluar mempengaruhi kehidupan orang lain. Dan jika kehidupan kita berfungsi dengan benar, sebagai ”cabinet misteri dari Trinitas”, maka kita seharusnya dipenuhi dengan Roh secara baik. Kita ada di dalam Roh dan diisi secara penuh oleh Roh. Pada poin ini, kita berhenti sementara pada indikasi tiga bagian aspek dari panggilan apostolik pada kehidupan yang diisi secara penuh oleh Roh, yaitu (a) panggilan apostolik adalah panggilan menerima Seseorang (Roh), (b) pangilan apostolik adalah panggilan pada sebuah tugas yang berbeda, (c) pangilan apostolik adalah sebuah panggilan pada perintah yang positif.

Pengutamaan Kebenaran.
Yang perlu dicatat adalah perbedaan antara kepenuhan dan diisi, abnormal dan normal, kita sekarang melihat pemahaman arti dimana kita dapat merealisasikan semua yang Allah kehendaki untuk kita di dalam Roh.
Pertama dari semua, marilah kita melihat subyek dari bagian negatif. Ini merupakan kebutuhan supaya didapati sesuatu itu mengechek akan kebangkitan Roh sebagai hal yang baik. Tidak maslah bagaimana berhatihati gairah kita untuk kepenuhan Roh, jika kita menunjukkan motivasi dan metode yang salah, kita tidak dapat mengalami yang terbaik dariNya.
(1) Motivasi salah. Sementara hal ini menjadi kepastian bahwa Roh melahirkan orang-orang percaya yang benar, dan itu antara perintah akan ketaatan, kita dapat menjadi kesalahan pembatasan akan motivasi yang salah, merintangi karya Roh dengan dan melalui kehidupan kita. Kita seharusnya diisi dan diisi untuk satu alasan supremasi, yang disebut kemuliaan Allah, bukan untuk kemuliaan diri sendiri. Jika kita diganggu dengan pikiran bahwa setiap pengisian akan mengalami kehidupan yang dimiliki adalah kesenangan dan pemuasan, atau membuat kita menyolok di mata dunia, setiap berkat Roh tidak dapat disangka.
(2) Metode salah. Sepeti hal ini memungkin mencari berkat yang benar dalam cara yang salah, hal ini membutuhkan pertahanan diri kita sendiri dari kesalahan umum pada banyaknya orang-orang yang haus untuk kepenuhan Roh.
 Kepenuhan ini kepenuhan dari Seseorang, bukan sesuatu.
 Kepenuhan ini bukan datang melalui cara usaha kedagingan.
 Kepenuhan ini bukan datang sebagai hasil membangkitkan emosi.
 Kepenuhan ini seharusnya bukan mencari sebagai medium perfeksi keberdosaan.
 Kepenuhan bukanlah dari keagonian.
Perhatian dan Metode yang benar. Kita sekarang melihat sisi positifnya, bagian praktikal dari pembahasn ini. Jika hal ini turun atas kesadaran bahwa setiap berkat dapat ada dalamkeberadaan kita, kemudian kita tidak akan pernah berhenti sampai hal tersebut nytata di hati dan kehidupan kita.
Baik, di sini ada tiga kata kunci yang kita harus jaga sebelum kita jika kita secara pribadi bergairah kepenuhanNya tinggal dalam kehidupan kita.
 Pertama, pembenaran. Perabot-perabot seharusnya dibersihkan sebelum diisi (2 Tim. 2:21). Paulus mendesak pada jemaat di Korintus secara lebih dalam membersihkan dari semua kedagingan dan roh yang kotor (2 Kor. 7:1). Dengan orang-orang kudus pada gereja mula-mula, Allah pertama kali membersihkan mereka dan kemudian memberikan mereka surga dengan mengirim karunia Roh (Kis. 15: 8, 9). Hal ini seharusnya menjadi pemahaman yang jelas bahwa melalui hati yang bersih kita tidak dapat penyaranan kondisi keberdosaan, bahwa dosa membawa kita keluar dari akar. Hati yang bersih adalah bersih, tetapi ”kedagingan” merupakan kehidupan lama kita. Kodrat kedagingan kita dapat juga dijaga di tempat kematian sehari-harinya melalui setiap tindakan dari kuasa yang tinggal, yang diisi oleh Roh.
 Kedua, Penyucian. Pengudusan menghadirkan kembali keterpisahan dari dosa. Ketika kita menyadari bahwa kita dibagi dengan semua yang kita tahu menjadi halangan progresitas kerohanian kita, dan mempunyai gairah yangtotalitas pada kekudusan Roh, kemudian kita siap untuk kepenuhanNya. Kapan yang tidak menahan dan kita berkehendak mengisi roh, jiwa, dan tubuh, ketika gelombang air menerpa semua kehdiupan kita. Tetapi jika kita sebagian kecil berpegangan kembali, maka progresifitas Roh akan membalikkannya.
 Ketiga, Pengangkatan. Satu hal yang mungkin menjadi pertanyaan, bagaimana dapat kepenuhan diperoleh? Jawabannya adalah dengan pembersihan, pengangkatan, dan klaim. Dalam kebajikan dari regenerasi kita, kita menerima Roh Kudus.
Seperti kita menjaga kepercayaan kita, Allah menjaga kita diisi dengan Roh Kudus, siapapun, seperti Roh beriman, membuat iman kita mungkin. Hal ini telah dikatakan bahwa, ”kita meminta Allah menyelidiki melalui iman dan penyerahan mereka melalui ketaatan”.


Bab Kedelapan: Tanda-Tanda Roh.

Paulus menjelaskan dengan tegas bahwa kelahiran di tubuhnya sebagai tanda Tuhan Yesus Kristus, seperti yang dipunyai dalam pikiran mengcover bekas luka yang ada di tubuh. Di sana juga ditemukan perbedaan-perbedaan dari tanda-tanda Roh, bukti dari kepemilikannya terhadap kita, dan penyerahan penuh kita pada jalan-jalanNya.
Kerohanian Manusia – Siapa Dia. Pertama, setiap manusia di bawah pengaruh kamanusiaan yang alami, seperti belajar, berbudaya, dan berbagama, tetapi tidak dilahirkan kembali oleh Roh dan oleh karena itu ketidakmampuannya untuk memahami kerohanian dari isi Alkitab. Dia mungkin belajar dengan semua orang beijaksana, mempunyai ”kebijaksanaan dunia ini”, tetapi tidak diregenerasi, yang mana kebijaksanaan dunia ini merupakan sesuatu kebodohan. Kedua, ada manusia jasmaniah. ”Jasmaniah, merupakan sebagai keadaan bayi dalam Kristus” (1 Kor. 3:1). Hal kedua dari manusia ini merupakan perbaikan dari yang pertama. Dalam salah satu yang dirasakan dari spiritualitasannya, merupakan hal memungkin karunia rohani itu mungkin, tetapi bukan anugerah rohani. Dia berjalan dalam daging, bukan dalam Roh, berjalan sebagai manusia yangdibimbing oleh prinsip-prinsip yang dimiliki manusia dan tidak oleh Roh. Ketiga, ada manusia spiritual (1 Kor. 3:1). Manusia spiritual adalah manusia Roh, manusa yang dilahirkan kembali-Roh yang mengisiNya dan dalam komunikasi yang penuh dengan Allah. Tujuh tanda kejasmaniahan dan tujuh kespiritualitasan yang diklasifikasikan sebagai berikut:
Kejasmaniahan manusia: kejasmaniahan merupakan pikiran (Rom. 8:5, 7), Kejasmaniahan merupakan terbatas (1 Kor. 3:1), kejasmaniahan merupakan kelemahan (1 Kor. 3:2), kejasmaniahan merupakan penghambaan (Rom. 7:14), kejasmaniahan merupakan berlawanan (Rom. 8:7), kejasmaniahan merupakan sementara (Gal. 6:8), dan kejasmaniahan merupakan kebencian.

Kespiritualitasan manusia: Spiritualitas merupakan kelahiran (Yoh. 3:6), Spiritualitas merupakan memimpin (1 Kor. 2:11, 12), Spiritualitas merupakan pikiran (Rom. 8:5,6), Spiritualitas merupakan kelahiran kembali (Ef. 4:2, 3), Spiritualitas merupakan materai (Ef. 5:18), Spiritualitas merupakan kepenuhan (Ef. 5:18), Spiritualitas merupakan kebebasan (Rom. 8:2). Dua perubahan besar dalam spiritualitas kemungkinan ada tiga bentuk kelompok dalam mengejar kemanusiaan. Perubahan pertama, ada perubahan ”natur” ke ”jasmaniah”. Perubahan kedua, perubahan dari ”jasmaniah” ke ”spiritualitas”.

Menguji spiritualitas manusia lebih sulit kita mencarinya menjadi: manusia Roh, dia memiliki Roh, diberkati bersama atribut Roh. Sebagai ekspresi salah satu penulis menuliskan, ”Dalam PB dan dalampenggunaaan secara umum, ”Spiritualitas” mengindikasikan manusia yang diregenerasi, diterangi, dilapisi, dikuatkan, dibimbing oleh Roh Kudus; dibentuk sesuai kehendak Allah dengan mempunyai pikiran dari Roh, hidup di dalam, dan dipimpin oleh Roh. Dengan menyelidiki penggunaan kata, kita menemukan bahwa dia: memberi makan dengan makanan rohani, melatih karunia-karunia rohani, menabur berbagai hal rohani, menikmati berkat-berkat rohani, menyanyikan lagu-lagu rohani, bagian dari rumah rohani, menawarkan pengorbanan rohani, berjuang melawan musuh rohani, menunggu kebangkitan rohani.
Kerohanian Manusia – Bagaimana Dia Tahu. Di dalam kenyataan dari rohani, kalau kita mempunyai tanda dari Roh, kita tidak dapat memberi rambu dalam hal-hal yang kudus. Marilah kita melihat beberapa tanda dari tanda-tanda ini, yaitu: ketidakmengertian, pembangunan, fundamental, kearifan (pikiran, hati, dan kehendak), belas kasihan, kejayaan. Di samping tanda-tanda yang telah ada, dibagian lain perlu disjelaskan pula perihal manifestasi Roh. Manifestasi Roh dapat terlupakan, melalaikan kebenaran dalam pikiran orang-orang percaya. Ada tendensi pada tinggal kasih Bapa dan Anak yang keluar dari kasih Roh.
Baiklah, sekarang, marilah kita memberikan diri kita sendiri untuk belajar tentang kasih dari Roh, tema hati yang hangat dipelajari secara langsung maupun tidak langsung dalam Alkitab. Bukti secara langsung di Alkitab adalah duka cita bukan Roh Kudus Allah (Ef. 4:30), buah Roh adalah kasih (Gal. 5:22), kasih dari Roh (Rom. 15:30), dan lain sebagainya. Bukti secara tidak langsung di Alkitab adalah Dia seperti burung Merpati (Mat. 3:16), Dia merupakan kasih Allah (Rom. 5:5), Dia menganugerahkan kasih sebagai karunia (1 Kor. 12, 13), Dia digambarkan sebagai kasih pencemburu (2 Kor. 11:2). Kesatuan dalam kasih berasal dari dua hal natur, yaitu doa ilahi dan korban ilahi.
Pengalaman yang melimpah dari Roh. Melalui Roh melimpahi kita disarankan bahwa kepenuhan dan kelengkapan merupakan karakter dari semua karya dan caraNya. Lebih dari empat kali kita membacaNya sebagai ”Tujuh Roh Allah” (Wah. 1:4; 3:1; 4:5; 5:6), sebuah frasa menggambarkan kesempurnaan Roh.
Hubungan dalam menderita dari Roh. Karena siapa Dia dan apa Dia, setiap hal dari komit dosa melawan Roh adalah menyedihkan dan terkutuk. Dapat digambarkan bahwa manusia dapat melawan dirinya sendiri, karena oleh orang-orang berdosa, disebabkan oleh orang-orang berdosa, disebabkan oleh orang berdosa dan orang-orang suci, dan disebabkan oleh orang-orang suci.
Berdoa dalam Roh. Kita mempunyai Roh yang menolong kita berkomunikasi dengan Allah. Dia membantu kita dalam berdoa dan menginspirasikan setiap pikiran untuk mengetahui kehendak Allah, percaya, mengucap syukur, atau perantara kepada Allah. Tanpa Roh Kudus, doa kita tidak hidup seperti tubuh tanpa jiwa, tidak efektif. Dia menghantar kuasa; Dia melindungi kita, Dia berdoa kepada Allah untuk hal-hal yang tidak terucapkan oleh kita.
 Roh adalah Inspirator dari semua pendoa yang benar. Para pendoa tidak akan pernah mencapai kebenaran sempurna yang yang tidak berakhir pada transaksi ”dalam Roh”.
 Roh membangiktkan terhadap jiwa akan rasa membutuhkan Allah. Sebagai Allah yang mempunayi yang bebas, dia vergaul dengan roh kita dan pendoa kita memilikiNya.
 Roh mengaungerahkan secara penuh akan iman. Karena kita mendesak pendekatan pada Allah dengan kebenaran hati dan jaminan kepenuhan iman (Heb. 10:22), hal tersebut merupakankebutuhan untuk mempunyai setiap penciptaan atmosfer untuk kita.Roh sendiri memampukan kita berdoa sesuai kepercayaan.


Bab Kesembilan: Pengurapan Roh.

Surat Yohanes mengingatkan kita bahwa ”karena seperti Dia (Kristus), kita juga ada di dalam dunia ini” (1 Yoh. 4:17). Kesabaran murid-murid di Perjanjian baru membuktikan bahwa Tuhan kita adalah contoh kita dalam segala hal, khususnya di dalam hubunganNya dengan Roh Kudus.

Kesempatan Pengurapan.
Melihat kita hidup di masa-masa Alkitab tidak ditulis diajarkan berkaitan dengan pelayanan nyata dari Roh, di dalam dan melalui kehidupan dari orang-orang percaya, hal ini merupakan imperatif untuk kita dalam memahami merencakanan pengajaran Alkitab. Beberapa pandangan umum yang dapat dilihat adalah:
 Menerima suatu peregenarasian. Beberapa pengajar meneguhkan bahwa pengurapan dari Roh sama dengan Roh tinggal, dan bahwa setiap aspek karyaNya sinkron dengan KuasaNya meregenarasi pada waktu seseorang menerima Kristus sebagai juru selamat.
 Menerima penyerahan secara penuh. Pada bagian yang lain, Roh mengurapi seseorang sebagai pengalaman hidup yang berbeda ketika Roh datang untuk meregenarasi. Allah memerlukan pengurapan khusus dari Roh sebelum Dia dapat bersaksi dalam kuasa dan berbuah penuh. Untuk bagian kita, kita lebih suka mengkombinasikan dari pandangan-pandangan di atas. Penyebutan, ada sekali dan untuk seterusnya kedatangan dan pengurapan dari Roh, dan ada juga pemenuhan atau pengurapan dari Roh, kondisi di atas merupakan penyesuaian dan hasil dalam berkat rohani dalam segala aspek kehidupan bagi orang-orang percaya.

Subyek dan Obyek Pengurapan.
Di bawah hukum lama, peryataan pengurapan berhubungan pada semua hal penting setiap karya dan pelayanan dari yangdipanggil Allah.
 Pribadi yang diurapi. Ada lima kelompok pribadi yang khusus sebagai yang diurapi dengan minyal. Hal ini menguntungkan untuk mempelajari sigfinkansi dari bagian-bagian yang terbentuk dalam cara ini, dan juga aplikasi kerohanian dari setiap yang ada.
 Nabi. Nabi diurapi tidak hanya sebagai seseorang yang dikalim orang yang kudus untuk Allah, tetapi sebagai seorang yang dibentuk menjadi penyambung lidah Allah kepada umat. Hal ini kemudian juga terlihat pada Kristus, sebagai nabi, menerima RohNya yang mengurapi (Yesaya 61:1; Lukas 4:18).
 Imam. Imam diurapi supaya dikuduskan, atau bagian yang terbentuk untuk pelayanan ilahi. Tidak ada para imam yang berusaha untuk menyentuh benda-benda kudus yang telah dikuduskan tanpa mengoleskan minyak urapan yang kudus ini.
 Raja. ”Bangkit, urapi dia ... Kemudian Samuel ... diurapinya” (1 Samuel 16:12, 13). Raja Israel diurapi dengan minyak sebagai representatif Allah. Saul, contohnya, diurapi oleh Samuel sebagai aturan dan memimpin umat untuk menjadi umat Allah.
 Tamu. Pengurapan kepada tamu (orang pendatang), dimana di masuk kerumah seorang teman, hal ini memberikan tanda penghormatan sebaik akan sambutan hangatnya (Mazmur 23:5).
 Orang sakit. Dalam beberapa cara yang tidak dapat dijelaskan, kesembuhan merupakan impartasi kepada orang sakit atau yang sakit melalui penguarapan minyak. Keraguan, minyak merupakan jawaban yang dibawa merupakan salah satu alat kesembuhan (Im. 14:14-17; Markus 6:13; Lukas 10:34; Yakobus 5:14). Dalam peristiwa kematian, orang yang mati juga diurapi (Markus 14:8).
 Hal-hal yang diurapi. Seperti halnya dengan orang, demikian juga dengan benda-benda; dihubungkan dengan pengurapan minyak untuk menguduskannya (Keluaran 40:9-15; Imamat 8:10).
 Tabernakel (Keluaran 40:9). Pengurapan dari struktur kudus ini sebagai tipikal dari penggenapan dedikasi Kristus seperti Dia di Tabernakel di antara orang-orang. Kebenara ini juga merupakan hal yang aplikatif dan relevan kepada anak-anak Allah, siapapun yang menyukai Tabernakel atau Bait Allah. Kita terdiri dari unsur-unsur dari tubuh, tempat kudus dari jiwa, dan kekudusan yang kudus dari Roh (1 Kor. 6:19, 20).
 Perahu dari perjanjian (Keluaran 40:3). Dalam kisah Nuh, Allah menyelematkan Nuh dengan sarana perahu. Sebagai sarana Allah, maka Ia mengurapi perahu itu di mana Ia ada dalam persekutuan dengan Nuh..
 Meja (Keluaran 40:4). Bagian ini merupakan perabotan dari Tabernakel, sejauh bersama roti, yang menjadi bahasa figuratif adari hubungan yang erat antara Allah dan manusia melalui Kristus, yang mana sebagai roti, adalah makanan yang memuaskan untuk Allah dan manusia.
 Kaki Dian (Keluaran 40:4). Kaki Dian adalah salah satu figuratif yang penting, yang mana hal ini dibicarakan ketika dituliskan siapa yang datang menjadi terang dunia. Janji dimana Dia yang lahir membuat mungkin melalui kuasa Roh Kebenaran. Minyak untuk lampu secara khusus (Kel. 25:6) dan berisi aplikasi untuk hati kita yang bersma dengan Roh yang tinggal.
 Mezbah (Keluaran 40:5). Bagian ini, keberhargaan mezbah dibicarakan secara hebat dalam Kristus sebagai Iman Besar yang maha tinggi sebagai Dia melatih intersesor pelayananNya di tangan kanan Allah.
 Membakar-yang ditawarkan di mezbah (Keluaran 40:6). Seperti pembahasan mezbah di atas, kita seperti menemukan masuk di lapangan terbuka, ditempatkan berbagai macam, perintah yang dipersembahkan, semua itu adalah tipe kebaikan dari berkat Tuhan kita. Dalam korban yang dipersembahkan, kita mempunyai Dia dalam kemurnian naturNya. Kedamaian yang ditawarkan, Dia adalah perantara dari restorasi (pemulihan) dan melanjutkan hubungan yang intim dengan Allah.
 Bejana (Keluaran 40:7). Artikel pengurapan ini merupakan simblolisasi Friman Allah dalam hal ini memperlihatkan secara jelas akan kuasa. Tetapi di keduanya, Kristus dan Yang Tertulis disebut ”Firman Allah” (Yoh. 1:1; Ibr. 4:12; Wah. 19:13). Keduanya menghidupi Firman dan tulisan Firman yang merupakan kekuatan seacra penuh berarti jelas, seperti Roh membawa kita di bawah cara-caraNya.

Minyak Urapan.
Pemeliharan besar menjadi latihan dalam pencampuran kudus mengurapi minyak. Tidak ada bagian lain pada penemuan manusia. Segala yang Musa lakukan secara sederhana membawa perbedaan dan spesifik intruksi yang diberikan kepadanya dari Allah (Kel. 30:22-28). Empat spesifikasi dalam proporsi yang pas bercampur dengan partikular minyak di komposisi dari minyak urapan (Kel. 30:22-36). Ada empat unsur yangmanis menghadirkan empat kebajikan yangkhas yang dicari dalam Kristus seperti yang diinkasikan oleh Paulus (2 Kor. 1:30). Sebaliknya, ada 4 unsur yang dibawa oleh Roh dan dibuat di luar orang percaya.

Hasil Pengurapan.
Di antara keuntungan kepala bagian menerima sebagai hasil pengurapan dalam Roh, berarti dapat dibuat dari hal-hal yang menyolok, yaitu (1) Identifikasi, berarti menginisialan impartasi kemudian menempatkan kepercayaan orang berdosa dalam posisi yang sama sebagai Kristus, tentunya melalui penyucian, pengudusan, pembenaran, penyerahan, dan perubahan karakter. (2) Perlindungan, pengurapan berdampak pada perlindungan kepada setiap orang percaya yang diurapi. (3) Keterpisahan, hal ini berarti bahwa orang percaya tidak mengalami keterpisahan dari Allah. Pengurapan Roh berdampak pada pemisahan kita dengan natur dunia. (4) Ilmuniasi: Iluminasi adalah kesempurnaan, Ilmuniasi adalah langsung, (5) Bau harum, pengurapan berdampak pada bau harum pada persembahan kita, yang berkenan kepada Allah dan hal ini juga menampakkan bahwa hidup Kristus (Allah) terpancar dalam hidup kita. (6) Kasih, Pengurapan dari Roh maka menghasilkan buah-buah Roh, dan buah Roh itu adalah kasih (Gal. 5:22). Dalam Roma 5:5 dituliskan bahwa hal ini disebabkan karena pengurapan dari Roh. (7) Sukacita, para murid sedang menunggu pada hari Pentakosta, pengurapan Roh, menjadi Allah memenuhi manusia, pemenuhan ini berdampak pada sukacita pada para murid. dan (8) Pelayanan, Baik secara langsung dan praktisnya, pengurapan Roh ini merupakan hidup yang berguna penuh. Kemudian pelayanan bersama Dia berdampak luar biasa dalam segala hal (Kis. 10:38; Lukas 4:18). Popularitas, menarik, tetapi secara benar memuliakan Allah. Oleh karena itu, esensi bahwa kita bertindak di bawah pengurapan ilahi, jika kita membebaskan (melegakan) siapapun yang ditindas oleh setan dan mengkontribuasikan bagian kita dalam membangkitkan kerohanian orang berdosa.


Bab Kesepuluh: Duka Cita dan Pemuasan Roh.

Dalam setiap studi tentang Roh Kudus, ini merupakan hal yang penting menandakan perubahan radikal dalam Pentakosta pada gereja mula-mula. Hal tersebut dalam dilihat sebagai kebangkitan dibalik signifikansi yang mempengaruhi atas nada dan temperamen dan iman para arsul dari pada kebangkitan dan kenaikan Kristus.
Di bawah pengajaran Paulus, jemaat Efesus menginginkan ke depan melalui lompatan dan batas dalam segala kebaikan, persepsi lebih dalam dan simpatis akan natur yang teregenerasi. Kerohanian gereja merupakan bukti dimanapun. Itu merupakan kenyataan yang mana tertarik pada aspek-aspek yang terpisah dari Roh Kudus dalam setiap pasal di surat Efesus. Sebagai contoh, kita mempunyaiNya sebagai:
Roh yang dijanjikan (1:13), Roh kebijaksanaan (1:17), Roh yang memberikan akses (2:18), Roh yang tinggal (2:22), Roh yang menyatakan (3:5), Roh yang berkuasa (3:16), Roh yang menyatukan (4:3), Roh yang merasa dan memeteraikan (4:30), Roh yang berbuah penuh (5:9), Roh yang memenuhkan (5:18), Roh yang menaklukan (6:17), dan Roh yang melengkapi (6:13).
Melalui duka citaNya, kita tidak terhilang dengan dimeteraikan bukan mengendalikan Roh Kudus keluar dari hati kita, yang mana tentunya hal itu tidak mungkin. Ketika mendukakan roh, kita kehilangan suka cita, kuasa, dan jaminan tingkat keselamatan. Sebagai orang berdosa, kita mendukakan Kristus; sebagai penyelamat orang-orang berdosa, kita mendukakan Rih. Dan apa mendukakanNya seperti mendukakan Bapa dan Anak. Ketidaksenangan kita dapat menghancurkan Roh; kemudian Roh mengingatkan semua orang kudus untuk menjadi sensitif oleh karena perasaanNya, kita melihat seperti Dia juga melihat.

Dukacita meneguhkan kepribadian Roh.
Kata ”duka cita” mencakup dua implikasi, yaitu kepribadian dan keilahian Roh, seperti yang kita katakan. Barangsiapa menolak realitas Roh seharusnya bekerja menjelaskan atas masa lalu Paulus dengan hal itu menjadi kesensitifan simpati dan materai Roh.
- Kurangnya pengaruh tidak dapat menjadi duka.
- Mendukakan Roh, kita mendukakan kasih seorang sahabat.
Jika kita mengasihi Roh dengan tidak baik, merefleksikan setiap kejahatan akan menjadi perasaan dalam merasakan diri sendiri. Kebenaran yang terlindungi, kita menjadi meminta maaf untuk membuat Roh yang tinggal. Bertolak belakang, dalam menyenangkanNya kita sendiri terisi dengan kesenangan.

Bangaimana kita mendukakan Roh.
Melihat, maka, Roh itu adalah pribadi yang mampu merasakan dan dapat terluka dan menderita, hal itu berkewajiban atas kita untuk mencari keluar sesuatu hal itu karena Dia berduka.
- Ketidaktahuan kehadiranNya.
- Memiliki sebagian.
- Ketidaktaatan pada perintah dan kehendakNya.
- Mengikuti sesuatu yangmembuat Roh benci.
- Mengurusi kita dari lainnya.
- Kepahitan, kemurkaan, kemarahan.
- Berteriak.
- Berbicara jahat (kotor).
- Dendam.

Bagaimana hal-hal yang tidak mendukakan Roh.
Marilah kita sekarang melihat cara-cara yang kita dapat menyenangkan Roh Kudus yang dari Allah.
- Saling berbaikan. Dalam kehidupan kebersamaan di muka bumi, manusia tidak luput adanya pertentangan dan permusuhan di antara satu sama lain. Roh mengajarkan bahwa antara manusia saling mengasihi dan mendukung, bukan adanya pertentangan dan permusuhan satu sama lain. Seperti Ia ada dalam kesatuan yang indah dengan Bapa dan Anak.
- Menawarkan hati. Seperti yang dicatat dalam alkitab bahwa ketika manusia diisi dan dipenuhi dengan Roh, dengan kata lain Roh tinggal dalam diri manusia, maka manusia hidup tidak dengan mementingkan dirinya sendiri, tetapi bagaimana ia menawarkan diri (hati)nya untuk menolong orang lain.
- Pengampunan: menghalangi Roh, mendukakan Roh, dan memuaskan Roh. Seperti Roh mengampuni setiap kesalahan kita, maka demikian juga hendaknya kita mengampuni orang lain yang telah bersalah kepada kita.

Tiga Api yang kita tidak dapat memuaskan.
Studi terhadap pengajaran Paulus di 1 Tesalonika 5:19-22 yang telah diwahyukan bahwa pemuasan dari tindakan Roh dalam dua cara. Setiap perbuatan berlawanan Roh, yaitu secara pribadi dan umum.
1. Kita dapat meletakkan keluar api dari Roh dalam hati yang lain. Seringkali api iman menyala, tetapi hal itu segera mati, meninggalkan tanpa bekas. Penyerahan pada Kristus tidaklah lengkap. Materi seperti belumlah cukup. Di sana tidak cukup pengetahuan, pertobatan, atau ketaatan. Apakah kasihmu pergi? Apakah hatimu dingin? Dapatkah itu ada bahwa kamu adalah debu dimana di sana seharusnya menyala?
2. Kita dapat memuaskan api Roh dalam hati kita sendiri, yaitu melalui kecukupan materi, melalaikan, kotoran logam dan pencemaran. ”Api” adalah metaporfosta dari Roh yang melihat dalam deskripsi yang kita punya dariNya sebagai ”tujuh lampu api” (Wahyu 4:5).

Memadamkan api dari Roh.
Apakah kita bergairah untuk mempunyai keberanian, menyalakan api secara terus-menerus, seperti api di mezbah masa lalu, tidak inginkah mengelurkannya? Baik, marilah kita membimbing diri kita sendiri melalui berpikir dari kalkulasi beberapa hal yang memadamkan api dari Roh.

Ketidaktaatan pada Roh.
Seringkali suaraNya mendesak kita pergi kesini atau kesana. Kita merasa dipimpin bersaksi pada beberapa jiwa atau taat beberapa perintah. Tanpa ragu, Roh berbicara, tetapi kita menolak menjawab dan, melanjutkan penolakan, pada hal ini kita sedang memadamkan api.
 Memuliakan diri sendiri. Mengasihi diri sendiri dan membantu melahirkan dirinya sendiri dan berharap dapat menyebabkan api kerohanian sangat rendah atas mezbah hati.
 Kepercayaan kepada kedagingan. Menghidupi diri sendiri kurang menyalakan Roh. Tidak ada kedagingan dapat mulia dikehadiranNya. Raja Uzia belajar tentang hal ini dalam cara yang kasar (2 Taw. 26:15, 16).Roh kudus selalu difrustasikan dalam karyaNya ketika kita bergantung pada karunia, kemampuan, organisasi, dan skema kita. Kekuatan kedagingan tidak akan pernah mampu menjadi bagian dari Roh.
 Ketakutan dari manusia. Karena tindakan pengecut, api Petrus dari kesetian terbakar rendah. Api terbakar pada hari Pentakosta yang merestorasi keberaniannya. Apakah anda lekas takut, takut, penuh ketakutan? Apakah anda membutuhkan api dengan semangat menyatakan kebenaran Allah tanpa takut? Baik dengan demikian, berikan Roh dengan caraNya di dalam hidup kita.
 Percampuran api atas mezbah Allah. Mungkin anugerah menjadikan kita memberikan makanan sehingga terbakar dari Roh.


Bab Kesebelas: Bukti-Bukti Roh dalam Kepenuhan Hidup.

Dalam hal ini merupakan kesimpulan bab ini, kemudian, marilah kita berusaha mendapati tempat penampungan besar dari kuasa Tuhan yang tempatnya dapat dipergunakan. Hal itu menjadi keraguan setiap orang percaya akan kenyataan kepenuhan kesemuanya itu, Allah mampu menyelesaikan melalui kehidupan yang sama sekali menghasilkan dimana Roh tinggal dalam hidup kita.
Tanda-Tanda dari Progresifitas. Jerusalem tidak seperti kota-kota besar lain di waktu sekarang, dalam itu semua disituasikan melalui bank-bank mengalir seperti sungai. Kenyataan itu semua, bergandengan bersama konstanta dengan jarangnya hujan, hal tersebut dibuat tanah yang kering dan tandus. Apa air yang ada di Yerusalem menerima aliran air yang turun dari laut mati? Melihat konteks ini ada tiga kata penuh dari masuknya nilai kerohanian yang disebut dengan air, pengudusan, mezbah, menetes, pergelangan kaki, pisau, pinggang, dan air untuk berenang.
Tanda-Tanda dari Hubungan dengan Allah. Karena Alkitab adalah buku terbaik di dunia, ada berbagai macam cara yang mana kita dapat mendekati dan studi hal itu. Satu metode yang menguntungkan adalah bahwa analisa tema sebagai kehadiran Alkitab secara menyeluruh, kemudian dalam buku, dan pada akhir kesemuanya dalam sebuah pasal. Contohnya adalah, doktrin Roh Kudus.
Sebagai ilustrasi yang menguntungkan dari setiap studi pasal yang kita lihat di 2 Korintus 3. Dalam bagian ini, kita dapat mengambil dalam pelayanan, Paulus memberikan kita beberapa batu perhiasan ukiran dari Roh. Bermacam-macam keistemawaanNya dalam karyaNya adalah membuat berdiri percaya diri untuk penerangan dan identitas kita. Bersama, kita mempunyai lima perbedaan manifestasi karyaNya dalam kehidupan orang percaya.
1. Surat-surat dari Roh. Seperti ”surat-surat” yang kita telah tuliskan, bukan dengan tinta, tetapi melalui Roh melalui kehidupan Allah (Lukas 11:20; 2 Korintus 3:3). Dia adalah surat dan penulis yang hebat. Tulisannya selalu mencukupi. Hal itu dapat dibaca olehs emua orang (yang mana tidak dapat dikatakan dari tulisan nyata kita-paling sedikit, jadi teman-teman saya telah memberitahukan saya). Surat-surat yang ditulis oleh Roh adalah diketahui dan dibaca-diketahui, dankemudian dibaca. Seringkali kita mengetahui dari sebuah surat berasal karena tangan yangmenulis dari keluar dapat dilihat, tetapi dibaca atau membaca dengan susah payah apa yang ditulis mungkin masalah lain. Roh menulis suratNya bukan pada kertas, tetapi pada hati. Dan mereka dilahirkan bukan dari tangan, tetapi dalam kehidupan.
2. Kehidupan oleh Roh. Ada dua frasa dalam pasal ini yangmenyatakan Roh pada ”Tuhan, Pemberi-Kehidupan”. Paulus berbicara dariNya sebagai Roh yangmenghidupi Allah, dan sebagai Seseorang yang ”memberi hidup” (2 Korintus 3:3, 6). Di tempat lain, rasul mengingatkan kita bahwa Dia adalah ”Roh yang hidup di dalam Yesus Kristus” (Roma 8:2).
3. Hubungan ilahi dengan Roh. Sharing keilahian dari Allah Bapa, Roh Kudus mempunyai beberapa berhubungan erat yang dapat dilihat dan dikenali. Paulus, bagaimanapun, memahami gelapnya kebenaran ini (band. 2 Korintus 3:17, 18); Roh Tuhan. Rotherham menekankan Alkitab dengan membuat catatan, ”dimana Roh adalah Roh, disana ada kebebasan”.
4. Kebebasan dalam Roh. Daud mengingatkan kita bahwa pribadi ketiga dari ketri tunggalan Allah yang adalah ”Roh yang bebas” (mazmur 51:12). Kebenaran, Dia emansipasi Roh karena menyebabkan perbudakan dengan memberikan tempat kebebasan. Tiga sarana kebebasan di sana adalah ”Firman Allah; Kebenaran Allah (Yohanes 8:32, 36); dan Roh Allah (2 Korintus 3:17).
Dua hal yang patut dicatat tentang transformasi dampak Roh adalah (1) Dia mentranformasi kita ke dalam kesenangan yang Dia hadirkan (2 Korintus 3:18) dan (2) Kata yang berbentuk present tense, yaitu ”trnaformasi lanjutan”, yangmengindikasikan kehadiran, proses sehari-hari. Roh membaka kita ”dari satu tingkat dari radiankekudusan kepada tingkat lain”.
Tanda-Tanda dari Diisi. Dipenuhinya dengan kebenaran Roh, surat ini dibangun sampai klimaksnya ketika Paulus memerintahkan orang-orang kudus diisi dengan Roh (5:18). Ketaatan yang konstan pada setiap perintah khusus berarti kebebasan kuasa ilahi dalam dan melalui kehidupan kita.
1. Kontras. Yang ekstrim yang dikombinasikan oleh Paulus dalam desakannya. Apa usaha yang kontras di sana antara mabuk dan orang-orang percaya yang kepenuhan Roh. ”Ada bukan mabuk oleh anggur, dimana adalah dampak; dipenuhi dengan Roh”. Kombinasi ini dapat diusut dalam tulisan-tulisan lain di Alkitab.
2. Perintah. Kata ”tetapi” dihubungkan dua perintah di ayat sebelumnya, ”bukan mabuk dengan aggur, dimana dalamnya ada dampak”. Ya dikatakan, ini adalaj perintah imperatif, semua harus ditaati. Paulus, bagaimanapun, berkelanjutan. ”Tetapi diisi dengan Roh”. Perintah kedua adalah memperjelaskan dari perintah pertama, yaitu” bukan... ada”. Kita seharusnya lahir dalam kenyataan pikiran bahwa Roh mengsisi dengan bergantian (membaharui). Dia mengosongkan seperti Dia mengisi. Seperti air yang ditungkan dalam gelas, air yang ditumpahkan.
3. Karakter. Apa kenyataan ”mengisi” dari ungkapan Paulus atas semua orang percaya? Dikatakan bahwa untuk semua dan bukan hak istimewa dari pilihan jiwa (Kis. 2:1-21). Setiap ”mengisi” bukan bersifat temporar. Roh yang mengisi jiwa seseorang bukanlah bersifat menguap. Kita tidak diisi denagn mempengaruhi; atau energi, atau gairah kudus, tetapi dengan seorang pribadi; kemudian hal ini mengisinya. Roh Kudus di dalamnya, dan kemudian memenuhi di segenap bidang, Dia membangkitkan dengan baik dan mengisi kehidupan.
4. Kondisi. Munculnya aspek positif dari pemenuhan Roh, kita mempunyai bagian keilahian dan kemanusiaan dari setiap kelahiran yang benar akan kerohanian. Bagian keilahian, sementara dipenuhi atau memenuhi, sepertinya kita lebih suka disebut hal ini, dan ini menjadi transaksi itu dapat dilakukan dan akan diulang seperti seseorang hidup dalam Roh.
Seperti kita membuat penyataan untuk keputusan segera pada bagian dari orang-orang berdosa, demikian juga orang-orang Kristen seharusnya membuat segera, definisi yang diakui dari hati, pikiran, dan kehendak kita sesuai dengan pikiran Roh. Iman adalah anugerah Allah dari FirmanNya. Apakah kita berkehendak kemudian membawa pada FirmanNya dan mengikutiNya sampai mengisi kita dengan RohNya? Apakah ini menjadi keputusan kita?

With love Jesus Christ,