Senin, Februari 25, 2008

Fides Quaerens Intellectum (Faith seeking understanding)

Faith has been one of the most misunderstood of human attributes in our system of beliefs (whatever they may be). Kierkegaard’s “leap of faith” is probably the best example of the notion which pervades our society today. In this context, faith has been reduced to a blind devotion of piety to the object of choice; whether it’d be a god, an icon, or anything else. Moreover, this view has made a false dichotomy between faith and reason, as though having faith is tantamount to being irrational. Kierkegaard argued that “faith in God cannot be either rationally or empirically grounded.” (Geisler, 407) In this, we would disagree. Why must faith be irrational, or lack evidential support. Is faith not trust or certainty in the object of our devotion? Must faith be grounded on uncertainty?

I have entitled this article Fides Quaerens Intellectum (faith seeking understanding), not as an argument for the existence of God, as intended in Anselm’s ontological argument, the Proslogium (or, “A Discourse”). My objective is to present an orthodox view of faith as presented in this highlight of scripture from Romans 1:17-21(ESV):

“For in it the righteousness of God is revealed from faith for faith, as it is written, "The righteous shall live by faith." [18] For the wrath of God is revealed from heaven against all ungodliness and unrighteousness of men, who by their unrighteousness suppress the truth. [19] For what can be known about God is plain to them, because God has shown it to them. [20] For his invisible attributes, namely, his eternal power and divine nature have been clearly perceived, ever since the creation of the world, in the things that have been made. So they are without excuse. [21] For although they knew God, they did not honor him as God or give thanks to him, but they became futile in their thinking, and their foolish hearts were darkened.”

The revelation of God unto man through the creation of the world, and also through the light of our consciousness is sufficient cause for trust. Faith does not only seek understanding, it is based on understanding. Faith then rests not on what we do not know about God, but through that which we do know about Him.

The notion that faith stops being faith the moment evidence is introduced, is a misconception of what constitutes true faith. Belief does not come despite the evidence; it is in light of it. This, however, does not say that faith is based in evidence or reason, rather, that it is in God, but supported by evidence. Simply put, faith must be exercised only to something or someone worthy of our trust. As an example, we can have faith on a stone to voluntarily move, but there is no warrant that it ever will. Likewise, we can place our faith in God to catch us after an intentional leap off a tall building; but surely this is an unreasonable expectation. True faith does not test God; true faith is trusting God (Matthew 4:5-7). It is important to understand that while God wants us to exercise our knowledge; he also desires that we exercise our wisdom. Thus, blind faith may be commended, but it is certainly not recommended. It may also be said that placing our faith on anything else other than God is futile, since God alone can grant our needs,
according to His will.

Jesus exclaimed that “if you have faith like a grain of mustard seed, you will say to this mountain, 'Move from here to there,' and it will move, and nothing will be impossible for you" (Matthew 17:20, ESV). This hyperbolized message reminds us that for all we know about God, only a little faith will do, and we shall overcome our struggle. This faith is real because it does not depend on our own strengths, but in the strength of God who is worthy of our trust. Scripture also reminds us that “faith comes from hearing, and hearing through the word of Christ” (Romans 10:17 ESV). So the very essence of faith is gained through His word which becomes the true repository for faith.

Religiosity may thus be said to have no actual correspondence with faith, since faith is independent of any alliance, except through divine truth manifested in God’s grand plan; from His purposeful creation through the grace provided in atonement. This truth having been revealed in Scripture is also manifested in His wonderful creation (Psalm 19:1 ESV).

As it had been told to the Hebrews, “faith is the assurance of things hoped for, the conviction of things not seen. [2] For by it the people of old received their commendation. [3] By faith we understand that the universe was created by the word of God, so that what is seen was not made out of things that are visible (Hebrews 11:1-3, ESV). [Emphasis mine] So, therein is an assurance, a conviction in which we can place our trust and understanding—that the universe was created, and not eternal; so that our hope is not in vain, but in accordance to that which testifies of His glory.


References :

Bible, English Standard Version. Romans 1:17-21; Matthew 4:5-7; Matthew 17:20; Romans 10:17; Psalm 19:1; Hebrews 11:1-3.

Geisler, Norman. Baker Encyclopedia Of Christian Apologetics, Baker Books, pg 407.

Wolff, Robert. About Philosophy, Prentice-Hall, pg 360.

Writer: Mario A. Lopez, The Apologia Project.

KETIDAKBERDOSAAN KRISTUS (SINLESSNESS OF JESUS)

I. Makna Ketidakberdosaan Kristus

Pada waktu kita berbicara tentang ketidakberdosaan Kristus, kita biasanya menunjuk pada kemanusiaan-Nya. Tidaklah penting untuk berbicara tentang ketidakberdosaan dari perspektif keilahian Kristus sebab kita memahami dengan baik bahwa sebagai Allah (yang ilahi), Ia tidak dapat berdosa dan tidak melakukan dosa. Yang manarik adalah bahwa doktrin ketidakberdosaan Kristus tidak pernah diperdebatkan, bahkan bidat yang paling menakutkan dalam sejarah gereja pun tidak pernah menyangkali ketidakberdosaan Kristus.[1]

Ketidakberdosaan Tuhan kita berarti bawah Ia tidak pernah melakukan apa pun yang tidak menyenangkan Allah atau melanggar Hukum Taurat yang harus ditaati semasa hidup-Nya di bumi atau gagal menampakkan kemuliaan Allah dalam masa hidup-Nya (Yoh. 8:29). Itu termasuk keterbatasan kehidupan-Nya yang tanpa dosa yang mengiringi kemanusiaan-Nya; contohnya, Ia merasa letih (Yoh. 4:6); Ia merasa lapar (Mat. 4:2; 21:8); Ia merasa haus (Yos. 19:28); Ia tidur (Mat. 8:24). Tetapi dalam setiap tahapan hidup-Nya, masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa, Ia suci dan tanpa dosa.[2]

Ketidakberdosaan Kristus bukan hanya sebuah teladan bagi umat manusia, tetapi merupakan suatu hal yang fundamental dan keharusan bagi keselamatan kita. Dengan pengertian bahwa apabila Kristus yang menebus dosa seluruh umat manusia bukanlah domba yang tidak bercacat cela, maka bukan saja Ia tidak dapat menjamin keselamatan seluruh umat manusia melainkan Ia sendiri pun membutuhkan juruselamat karena ia memiliki cela. Dosa yang begitu banyak dan besar yang ditanggung oleh Yesus Kristus di atas kayu salib menuntut suatu pengorbanan yang sempurna. Pengorbanan itu harus dilakukan oleh seseorang yang tidak berdosa. Dan karena Kristus memang tidak berdosa maka Ia memang adalah juruselamat manusia yang sejati yang telah menebus dosa umat manusia.


II. Kesaksian Ketidakberdosaan Kristus

A. Bukti-bukti ketidakberdosaan Kristus

Kitab Suci dengan jelas menegaskan ketidakberdosaan Kristus. Tuhan Yesus diberitakan sebagai Anak Kudus (Luk. 1:35). Ia menantang musuh-musuhNya untuk membuktikan apakah Ia seorang berdosa, yang memang tidak dapat dilakukan mereka (Yoh. 8:46). Usaha mereka untuk menjebak-Nya digagalkan oleh apa yang dikatakan-Nya (Mat. 22:15). Ia mengaku selalu mengerjakan segala sesuatu yang menyenangkan hati Bapa (Yoh. 8:29). Ia mengatakan bahwa Ia menaati perintah-perintah Bapa (Yoh. 15:10). Selama pemeriksaan di pengadilan dan penyaliban-Nya, Ia diakui tak bersalah sebanyak sebelas kali (oleh Yudas, Mat. 27:4; oleh Pilatus enam kali, 27:24; Luk. 23:14, 22; Yoh. 18:38; 19:4,6; oleg Herodes Antipas, Luk. 23:15; oleh isteri Pilatus, Mat. 27:19; oleh penjahat yang bertobat, Luk. 23:41; dan oleh serdadu Romawi, Mat. 27:54). Lebih lanjut, tidak ada catatan tentang Tuhan kita mempersembahkan satu korban pun, meskipun ia seringkali ke sinagoge. Tidak adanya tentang keterangan tentang hal ini memberikan fakta bahwa Ia tidak perlu berbuat demikian karena ia tanpa dosa.

Paulus juga dalam suratnya memberikan kesaksian tentang Tuhan kita bahwa “Ia tidak mengenal dosa” (II Kor. 5:1).

Petrus juga menyatakan bahwa Kristus tidak melakukan dosa apa pun, dan juga tipu tidak ada dalam mulut-Nya (I Petr. 2:22). Ia adalah Anak Domba yang tidak bernoda dan tidak bercacat cela (1:19).

Yohanes menegaskan kebenaran yang sama ketika Ia mengatakan bahwa di dalam Kristus tidak ada dosa (I Yoh. 3:5).

Penulis surat Ibrani sendiri memberikan kesaksian tentang keridakberdosaan Kristus dengan beberapa frase yang indah dan tegas: Ia tidak berbuat dosa (4:15); Ia saleh, tanpa salah, tanpa noda, terpisah dari orang-orang berdosa (7:26), dan tidak perlu untuk mempersembahkan korban untuk dosa-Nya sendiri (7:27).[3]

Jadi dengan demikian dapat kita lihat bahwa dengan kesaksian Yesus sendiri dan juga lewat kesaksian para penulis kitab-kitab Perjanjian Baru, semuanya bermuara pada satu kesimpulan yang sama yaitu bahwa Tuhan kita Yesus Kristus tidak berdosa atau tanpa dosa.


B. Perdebatan

Meskipun kaum konservatif setuju bahwa Kristus tanpa dosa, mereka tidak setuju dengan pertanyaan apakah Ia dapat atau tidak dapat berbuat dosa. Bahwa Ia tidak berbuat dosa telah diyakinkan; apakah Ia dapat berbuat dosa, masih diperdebatkan.

Konsep bahwa Ia tidak mungkin berbuat dosa disebut “tanpa dosa” (non posse peccare). Konsep bahwa ia mungkin dapat, apakah ia melakukannya atau tidak, adalah “tak bercela” (posse non peccare). Tentu saja kaum Liberal berpendapat bahwa tidak saja Ia dapat berbuat dosa tetapi Ia juga melakukannya. Yaitu posse non peccare dikombinasikan dengan keberdosaan. Konsep posse non peccare tidak perlu memasukkan keberdosaan dan kaum konservatif tidak memasukkannya.

Salah satu kesulitan yang berkaitan dengan doktrin ketidakberdosaan Kristus ini adalah sehubungan dengan Ibrani 4:15 “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Apabila Kristus dicobai sebagaimana halnya dengan kita, bagaimana Dia dapat tetap tidak berdosa? Masalahnya menjadi lebih besar pada waktu kita membaca Yakobus 1:14-15 “Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.”

Kita lihat bahwa Yakobus menjelaskan tentang adanya keinginan untuk berdosa yang ada di dalam diri manusia. Keinginan-keinginan ini sendiri sudah merupakan dosa. Apabila Yesus dicobai sama seperti kita, maka itu seakan-akan berarti bahwa Yesus memiliki keinginan untuk berdosa. Ini sebenarnya yang dimaksudkan oleh kitab Ibrani pada waktu Yesus dinyatakan “tidak berdosa”. Yesus memang mempunyai keinginan-keinginan, tetapi Dia tidak mempunyai keinginan untuk berdosa. Setan mencoba untuk membujuk Yesus supaya makan pada waktu Ia sedang berpuasa. Pada waktu itu Yesus benar-benar merasa lapar secara fisik dan oleh sebab itu Dia memiliki keinginan untuk makan sesuatu, dan bukan merupakan suatu dosa untuk menginginkan makanan. Dalam pencobaan ini, Yesus bertekad untuk menaati kehendak Bapa-Nya. Dia tidak mempunyai keinginan untuk berdosa.[4]

III. Aspek Ketidakberdosaan Kristus

Ketidakberdosaan Kristus mencakup aspek positif dan negatif. Secara negatif, Kristus secara total bebas dari pelanggaran. Dia tidak melanggar satu pun dari Hukum Allah yang kudus. Dia secara ketat menaati semua perintah Allah. Kristus juga menaati hukum orang Yahudi, yaitu disunat dan dibaptis. Secara positif, Kristus sangat suka untuk menaati seluruh Hukum Allah; Dia bertekad melakukan kehendak Bapa di surga. Dia bahkan pernah berkata sebagaimana tertulis dalam kitab Injil bahwa cinta-Nya kepada rumah Bapa-Nya telah menghanguskan Dia (Yoh. 2:17) dan makanan-Nya adalah melakukan kehendak Bapa-Nya (Yoh. 4:34).

Oleh karena ketidakberdosaan-Nya maka Yesus berhak untuk menjadi korban yang sempurna bagi dosa-dosa manusia. Keselamatan manusia sendiri menuntut dua aspek dalam karya penebusan. Yesus bukan hanya harus menjadi pengganti kita dan menerima penghakiman oleh karena dosa-dosa kita; tetapi Dia juga harus menggenapi Hukum Allah secara sempurna supaya oleh karena Dia manusia memiliki hak untuk menerima berkat-berkat dari Ikatan Perjanjian Allah. Yesus bukan hanya mati sebagai yang sempurna untuk yang tidak sempurna, yang tidak berdosa untuk yang berdosa, tetapi Ia juga telah hidup di dalam ketaatan yang sempurna untuk memenuhi tuntutan demi menyelamatkan kita.

IV. Makna Teologis dari Ketidakberdosaan Yesus

Keterangan yang disusun di atas memperlihatkan keyakinan dalam hampir seluruh Kitab Perjanjian Baru bahwa Yesus tidak berdosa. Luasnya bukti tentang keyakinan ini meniadakan pendapat bahwa kepercayaan akan ketidakberdosaan Yesus merupakan sesuatu yang bertumbuh pada kemudian hari. Keyakinan ini sama sekali tidak akan bertumbuh jika tidak benar-benar berakar dalam bukti sejarah. Sangat mengesankan bahwa tidak ada laporan yang bertentangan dengan keyakinan bahwa Yesus tidak berdosa; hal ini harus diperhitungkan bila menilai pentingnya ajaran ini.

Pentingnya ketidakberdosaan Yesus terletak pada hubungannya dengan inkarnasi. Jika Yesus menjadi manusia dal;am bentuk yang bersih dan bebas dari semua kecenderungan untuk berbuat dosa, dapatkah Dia dikatakan menjadi manusia seperti manusia-manusia lain? Jawabannya sebagian terletak dalam pengertian akan karya penyelamatan Kristus. Dalam Perjanjian Baru tidak dinyatakan bahwa Kristus harus menjadi sama persis dengan manusia dalam kejatuhannya. Setiap kali Ia disamakan dengan manusia berdosa selalu ditambahkan bahwa Ia tanpa dosa. Pandangan Perjanjian Baru ialah bahwa Yesus harus menjadi manusia untuk menyelamatkan manusia, tetapi itu tidak berarti bahwa Ia harus terlibat dalam dosa manusia.

Sebagai kesimpulan, ktia dapat mencatat bahwa dalam Kitab Suci tidak ada suatu pembahasan mengenai apakah ketidakberdosaan Yesus berarti bahwa Ia tidak dapat berdosa atau bahwa Ia dapat tidak berdosa. Pertanyaan itu bersifat spekulatif. Ketidakberdosaan itu lebih tepat dikatakan bahwa kehendak Allah yang sempurna begitu sama dengan kehendak Yesus uag sempurna sehingga perbuatan atau bahkan keinginan yang tidak cocok dengan kehedak sempurna itu tak terpikirkan oleh Yesus.[5]



[1] R. C. Sproul, Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen (SAAT; Malang;1998). Hlm. 115

[2] Charles Ryrie, Teologi Dasar I (ANDI; Yogyakarta; 1991). Hlm. 357

[3] Ibid, hlm. 358

[4] Kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kristen, hlm. 116

[5] Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru I (BPK Gunung Mulia; Jakarta; 1991). Hlm. 264

Minggu, Februari 24, 2008

Hakikat Kebenaran

Hal yang relevan yang terlebih dahulu dikemukan adalah apa arti kebenaran. Dalam sejarah filasafat, paling tidak sampai dengan sekarang ada empat teori yang menjawab pertanyaan tersebut secara filosofis (Keraf dan Dua, 2001), yaitu : (1) teori kebenaran sebagai persesuaian (the correspondence theory of truth), (2) teori kebenaran sebagai keteguhan (the coherence theory of truth), (3) teori pragmatis tentang kebenaran (the pragmatic theory of truth), dan (4) teori performative tentang kebenaran (the performative theory of truth).

1.2.1. Teori Kebenaran Sebagai Persesuaian

Teori ini pertama kali dimunculkan oleh Aristoteles. Menurut Aristoteles kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan sebagaimana adanya. Kebenaran terletak pada kesesuaian antara subyek dan obyek yaitu apa yang diketahui subyek dan realitas sebagaimana adanya. Oleh karenanya ini disebut pula kebenaran empiris, karena kebenaran suatu pernyataan, proposisi atau teori ditentukan oleh apakah pernyataan, proposisi atau teori itu didukung oleh fakta atau tidak. Contohnya “ bumi ini bulat” adalah suatu pernyataan benar, karena dalam kenyataannya pernyataan ini didukung sesuai dengan kenyataan.

Kebenaran terjadi pada pengetahuan. Pengetahuan terbukti benar dan menjadi benar oleh kenyataan yang sesuai dengan apa yang diungkapkan pernyataan itu. Intinya realitas adalah hal yang pokok dari kegiatan ilmiah. Ada tiga hal pokok yang perlu digarisbawahi dalam teori ini. Pertama, teori ini sangat menekankan aliran empirisme yang mengutamakan pengalaman dan pengamatan indrawi sebagai sumber utama pengetahuan manusia. Kedua, teori ini juga cenderung menegaskan dualitas antara subyek dan obyek, antara sipengenal dan yang dikenal. Bagi teori ini yang paling berperan bagi kebenaran pengetahuan manusia adalah obyek. Subyek atau akal budi manusia hanya mengolah lebih jauh apa yang diberikan oleh obyek. Ketiga, konsekuensi dari hal di atas teori ini sangat menekankan bukti (eviden) bagi kebenaran suatu pengetahuan. Tetapi bukti ini bukan diberikan secara apriori oleh akal budi, bukan pula hasil imajinasi, tetapi apa yang diberikan dan disodorkan oleh obyek yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Jadi pengamatan atau penangkapan fenomena yang ada menjadi penentu dalam teori ini.

1.2.2. Teori Kebenaran Sebagai Keteguhan

Teori ini dianut oleh kaum rasionalitas seperti Leibniz, Spinoza, Descartes, Heggel, dan lainnya. Kebenaran ditemukan dalam relasi antara proposisi baru dengan proposisi yang sudah ada. Suatu pengetahuan, teori, pernyataan, proposisi atau hipotesis dianggap benar kalau sejalan dengan pengetahuan, teori, proposisi atau hipotesis lainnya, yaitu kalau proposisi itu meneguhkan dan konsisten dengan proposisi sebelumnya yang dianggap benar. Matematika dan ilmu-ilmu pasti sangat menekankan teori kebenaran ini. Contohnya, pengetahuan “lilin akan mencair kalau dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih”.

Bagi kaum empiris (kebenaran persesuaian), untuk mengetahui kebenaran pengetahuan ini perlu diadakan percobaan dengan memasukkan lilin ke dalam air yang sedang mendidih untuk mengetahui apakah pernyataan itu sesuai dengan kenyataan atau tidak. Tetapi bagi kaum rasionalitas, untuk mengetahui kebenaran pernyataan ini cukup mecek apakah pernyataan ini sejalan dengan pernyataan lainnya, atau apakah pernyataan ini meneguhkan pernyataan lainnya. Ternyata, pernyataan ini benar karena lilin termasuk bahan parafin dan parafin selalu mencair pada suhu 600 C. Karena air mendidih pada suhu 1000 C, lilin dengan sendirinya mencair kalau dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih. Pernyataan ini benar karena meneguhkan pernyataan lain bahwa lilin adalah bahan parafin yang selalu mencair pada suhu 600 C dan sejalan dengan pengetahuan lain bahwa iar mendidih pada suhu 1000 C. Dengan kata lain, “lilin akan mencair kalau dimasukkan ke dalam air yang sedang mendidih”, hanya merupakan konsekuensi logis dari pernyataan-pernyataan lain tersebut.

1.2.3. Teori Pragmatis Tentang Kebenaran

Teori ini dikembangkan oleh filsuf pragmatis dari Amerika Serikat seperti Charles, S. P dan William James. Bagi kaum pragmatis kebenaran adalah sama artinya dengan kegunaan. Ide, konsep, pengetahuan, atau hipotesis yang benar adalah ide yang berguna. Ide yang benar adalah ide yang paling mampu memungkinkan seseorang (berdasarkan ide itu) melakukan sesuatu secara paling berhasil dan tepat guna. Berhasil dan berguna adalah kriteria utama untuk menentukan apakah suatu ide itu benar atau tidak. Contoh, ide bahwa kemacetan jalan-jalan besar di Jakarta disebabkan terlalu banyak kendaraan pribadi yang ditumpangi oleh satu orang. Maka penyelesaiannya “mewajibkan jalan pribadi ditumpanhi oleh tiga orang atau lebih”. Ide tadi benar apabila ide tersebut berguna dan berhasil memecahkan persoalan kemacetan.

Kebenaran yang ditekankan oleh kaum pragmatis adalah kebenaran yang menyangkut “pengetahuan bagaimana” (know how). Suatu ide yang benar adalah ide yang memungkinkan saya berhasil memperbaiki atau menciptakan sesuatu. Kaum pragmatis sebenarnya tidak menolak teori kebenaran dari kaum rasionalis maupun teori kebenaran kaum empiris. Hanya saja, bagi kaum pragmatis suatu kebenaran apriori hanya benar kalau kebenaran itu berguna dalam penerapannya yang memungkinkan manusia bertindak secara efektif. Kebenaran bagi kaum pragmatis juga berarti suatu sifat yang baik. Maksudnya, suatu ide atau teori tidak pernah benar kalau tidak baik untuk sesuatu. Dengan kebenaran, manusia dibantu untuk melakukan sesuatu supaya berhasil. Singkatnya, kita tidak hanya membutuhkan “pengetahuan bahwa” dan “pengetahuan mengapa” tetapi juga “pengetahuan bagaimana”.

1.2.4. Teori Kebenaran Performatif

Teori ini dianut oleh filsuf Frank Ramsey, John Austin dan Peter Strawson. Para filsuf ini hendak menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu (deskriptif). Proposisi yang benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang dianggap benar, demikian sebaliknya. Namun, justru inilah yang ingin ditolak oleh filsuf-filsuf ini. Menurut teori ini suatu pernyataan dianggap benar kalau pernyataan itu menciptakan realitas. Pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas tapi justru dengan pernyataan itu terciptanya suatu realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Contohnya, “Dengan ini saya mengangkat anda menjadi dosen pengasuh matakuliah Falsafah Sains”. Dengan pernyataan ini tercipta suatu realitas baru, realitas anda sebagai dosen Falsafah Sains.

Dengan demikian, sifat dasar kebenaran ilmiah selalu mempunyai paling kurang tiga sifat dasar, yaitu : struktur yang rasional-logis, isi empiris, dan dapat diterapkan (pragmatis). Kebenaran ilmiah yang rasional-logis adalah bahwa kebenaran dapat dicapai berdasarkan kesimpulan yang logis atau rasional dari proposisi atau premis tertentu. Karena kebenaran ilmiah bersifat rasional, semua orang yang rasional, yaitu yang dapat menggunakan akal budinya secara baik, dapat memahami kebenaran ilmiah ini. Oleh karenanya kebenaran ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran yang universal. Satu hal yang perlu dicatat bahwa perlu dibedakan sifat rasioanl dengan sifat masuk akal (reasonable). Sifat rasional terutama berlaku bagi kebenaran ilmiah. Sifat “masuk akal” ini terutama berlaku bagi kebenaran tertentu yang berada di luar lingkup pengetahuan. Contohnya tindakan marah menangis, dan semacamnya dapat sangat masuk akal walaupun mungkin tidak rasional.

Sifat empiris dari kebenaran ilmiah mengatakan bahwa bagaimanapun juga kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada. Bahkan, dapat dikatakan bahwa sebagian besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah berkaitan dengan kenyataan empiris dalam dunia ini.

Sifat pragmatis terutama hendak menggabungkan kedua sifat kebenaran lainnya, artinya kalau suatu pernyataan benar secara logis dan empiris maka pernyataan tersebut juga harus berguna dalam kehidupan manusia, yaitu membantu manusia memecahkan berbagai persoalan dalam hidup manusia.

Senin, Februari 04, 2008

PENGANTAR VALIDITAS ( INTRODUCTION TO VALIDITY )

Cronbach (1971) mendeskripsikan validitas hasil tes menunjuk pada kegunaan kesimpulan yang diambil dari hasil tes untuk suatu tujuan yang ditentukan satuan kondisi.

Validitas menunjuk pada suatu proses dimana melaluinya bukti empiris dikumpulkan untuk mendukung penggunaan hasil tes untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Tiga macam bentuk validasi:

1. Content Validation.
2. Criterion Related Validation.
3. Construct Validation.

Content Validation digunakan ketika seorang peneliti ingin menarik kesimpulan dari hasil tes yang diteiliti kepada suatu daerah capaian tugas yang lebih besar yang mirip dengan perangkat yang diteliti.

Penelitian ini mengikutsertakan penilai-penilai yang ahli dibidangnya untuk memeriksa perangkat tes dan menilai luasnya perangkat yang digunakan sebagai sample dari daerah capaian yang spesifik.


Dalam mendesain penelitian content validation ini, keputusan harus dibuat tentang:
1. Bobot berbagai komponen dalam daerah capaian.
2.
Instruksi pada para penilai tentang tugas untuk mencocokkan perangkat objectives.
3.
Aspek struktural dari perangkat yang harus diitnjau.
4.
Pemilihan dari suatu index yang sesuai untuk menyimpulkan rating para penilai.

Masalah yang mungkin timbul dalam studi content validation meliputi:
1. Seberapa baik objectives merepresentasikan daerah capaian.
2.
Makna dari daerah capaian tertentu untuk menyelidiki latar belakang etnik dan budaya yang
berbeda.
3. Apakah data perangkat capaian relevan dengan penilaian dalam content validity.

Criterion Related Validation adalah studi tentang hubungan antara hasil tes dengan ukuran capaian praktis.

Kesulitan praktis yang mungkin timbul dalam studi ini meliputi:

1. Identifikasi ukuran pantas.
2.
Ukuran sample yang tidak mencukupi.
3.
Pencemaran ukuran.
4.
Pengurangan/pembatasan perbedaan.
5. Ketiadaan keandalan di dalam ukuran mengukur.

Hasil dari studi Criterion Related Validation seringkali dilaporkan dalam bentuk koefisien validitas, tapi dapat ditambahkan dengan koefisien determinasi, perkiraan kesalahan yang baku, atau tabel harapan untuk membantu peneliti untuk menilai kegunaan hasil tes untuk tujuan tertentu.

Construct validation sangat cocok digunakan ketika peneliti ingin menarik kesimpulan dari hasil tes tentang perilaku daerah capaian yang tidak dapat cukup direpresentasikan dengan kriteria tunggal atau didefinisikan secara komplit oleh keseluruhan isi.

Construct Validation terkadang memerlukan satu rangkaian studi untuk menguji suatu hipotesis yang spesifik tentang bagaimana peneliti yang berbeda membangun minat akan berbeda pada variable lain yang berhubungan.

Prosedur untuk Construct Validation dapat mengikutsertakan korelasi antara hasil tes dan variable ukuran yang ditunjuk, perbedaan diantara kelompok, faktor analisa, multimetode analisa matrix, atau analisa komponen-komponen yang beragam dalam suatu kerangka kerja teori generalizability.

Karena Construct Validation dapat hampir selalu diaplikasikan di semua jenis tes dan untuk suatu variasi yang luas dari hasil tes yang diharapkan digunakan, pembedaan antara itu dengan dua pendekatan validasi lainnya sedikit banyak dapat ditiru.

Tipe yang paling sesuai dari validasi adalah didikte oleh tipe kesimpulan yang diambil dari hasil tes.
Jika koefisien validitas berbasis pada nilai yang diobservasi, koefisien ini lebih rendah dari pada yang akan di dapat jika nilai yang sesungguhnya dari para peneliti dalam dua ukuran yang berhubungan.

Suatu formula untuk memperkirakan korelasi anatara nilai yang sesungguhnya yang diperkenalkan dan pertimbangan dalam penggunaan koefisien kebenaran yang tidak disusutkan telah didiskusikan.

Minggu, Februari 03, 2008

ROH KUDUS

Berbahasa Lidah
Seorang gembala sidang Gereja di Skotlandia berbaring di bagian Intensive Care Unit rumah sakit Glasgow. Ia tahu bahwa hidupnya sedang tidak menentu – mungkin segera ia akan bertemu Tuhannya muka dengan muka. Maka, ia mulai berbicara kepada Tuhan. Sedang ia berdoa, ia mendapatkan bahwa ia sedang berdoa dalam suatu bahasa yang ia sendiri belum pernah mendengar sebelum ini. Sesudah menceritakan rahasianya ini kepada seorang temannya, ia tidak pernah menyebutnya kembali. Ia kemudian sembuh dan melayani Tuhannya beberapa tahun lagi.
Seorang ibu muda sedang kacau, baginya segala sesuatu berjalan tidak beres hari itu. Malam itu ia duduk di atas tempat tidurnya dan “mengomel kepada Allah.”
“Pernahkah Anda mendengar tentang doa dalam bahasa lidah?” ia berhenti sebentar untuk bertanya kepada istri saya sedang ia menceritakan kejadian itu kepada istri saya. Ruth mengangguk. Orang itu melanjutkan: “Saya belum pernah. Saya belum pernah mendengarnya. Saya tidak pernah memohon untuk itu. Saya bahkan tidak tahu apa yang sedang terjadi. Dan tiba-tiba rasanya saya sedang diorbitkan dari bumi ini dalam sebuah pesawat ruang angkasa dan sedang saya melewati setiap benua saya memikirkan orang-orang Kristen di sana, menyebutkan nama-nama utusan Injil yang saya kenal. Saya mengelilingi seluruh muka bola dunia ini. Saya menengok pada jam dengan mengira bahwa saya telah berdoa selama setengah jam. Heran saya! Sudah dini hari! Dan saya disegarkan kembali. Beban saya sudah terangkat. Frustasi, kemarahan, ketidakpuasan – semua telah hilang. Dan saya merasa sama seperti saya telah tidur dengan nyenyak.”
Suatu kelas Sekolah Minggu sedang mempelajari pribadi dan pekerjaan Roh Kudus. Di daerah itu berbahasa lidah sedang menjadi sebab perpecahan di antara orang-orang percaya. Sesudah pertemuan khusus yang menarik, guru Sekolah Minggu bagian mahasiswa itu, diminta untuk berceramah mengenai Roh Kudus. Seorang demi seorang para mahasiswa itu membagikan pengalaman mereka dengan berbahasa lidah. Beberapa bulan kemudian guru itu mengingat kembali kelas itu dan menyebutkan tiga orang yang mengesankan. Seorang memberikan kesaksian yang kelihatannya benar. Untuk beberapa bulan, sesudah pengalamannya itu, ia asyik dengan berbahasa lidah. Kemudian ia berusaha untuk meyakinkan orang-orang lain untuk berpengalaman yang sama. Akhirnya ia sadar bahwa Roh Kudus dikaruniakan untuk tujuan memuliakan Tuhan Yesus dengan cara-cara yang berbeda. Ia tidak memaksa orang lagi. Dan sekarang ia adalah seorang pelayan Injil yang sungguh bermanfaat.
Anggota yang kedua, yang mengatakan dirinya telah berbahasa lidah, telah dikeluarkan dari Perguruan Tinggi beberapa minggu kemudian, sebab ia telah melakukan perbuatan yang melanggar susila secara terbuka berulang-ulang, dan tidak bertobat.
Orang yang ketiga yang diingat guru itu adalah seorang berandal dari kota besar yang belum lama bertobat. Ia berbicara dengan guru itu dan mengaku bahwa ia juga dikenal sebagai salah seorang yang dapat menggunakan bahasa lidah dari kelompok yang sama. Pada waktu guru itu bertanya bahasa apa yang dia pakai, ia menjawab, “Bahasa yang biasa dengar pada waktu saya menolong nenek saya, seorang dukun yang dapat berhubungan dengan roh itu.” Guru itu menceritakan kepada saya, ia merasa kasus-kasus ini menggambarkan tiga sumber untuk apa yang disebut bahasa lidah: (1) Roh Kudus; (2) pengaruh psikologis; (3) pengaruh iblis.
Memang saya tidak berlaku seakan-akan saya ini seorang ahli dalam bahasa lidah, pendapat saya berasal dari penyelidikan Alkitab dan pengalaman saya serta diskusi dengan banyak orang. Satu hal yang pasti, baik Roh Kudus maupun karunia-karunia-Nya telah diberikan bukan untuk memecah-belah orang-orang percaya. Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh mempunyai pendapat sendiri tentang apa yang diajarkan Alkitab tentang bahasa lidah. Juga tidak berarti jangan mempunyai sidang setempat yang menonjolkan bahasa lidah dan juga sidang lain yang tidak menonjolkan bahasa lidah. Tetapi saya pasti tentang satu hal: jika karunia lidah disalahgunakan dan dijadikan alat untuk memecah belah, maka ada sesuatu yang tidak beres. Dosa telah memasuki tubuh Kristus.

Latar Belakang Sejarah
Hampir selama satu abad berbahasa lidah diberikan peran yang penting di antara orang-orang Kristen dan gereja-gereja tertentu. Bagi mereka berbahasa lidah itu berhubungan dengan kehidupan orang Kristen sesudah bertobat.
Memang benar, bahwa ribuan orang percaya yang disebut “karismatik” belum pernah berbicara dengan bahasa lidah. Dan mereka diterima sebagai orang percaya yang benar di dalam Yesus Kristus. Jadi di antara banyak gereja-gereja yang menyebut dirinya karismatik, berbahasa lidah tidak dianggap sebagai sesuatu tanda yang perlu sebagai tanda orang telah dilahirkan kembali. Mereka setuju bahwa orang-orang yang dilahirkan kembali telah dibaptis oleh Roh dalam tubuh Kristus, dan baptisan air hanya sebagai tanda lahiriah. Pada saat kelahiran baru, Roh langsung tinggal di hatinya. Tetapi bagi mereka baptisan Roh itu terjadi sesudah kelahiran baru.
Belakangan ini gerakan Pentakosta atau karismatik muncul. Banyak daripada orang-orang ini masih tetap menjadi anggota dari denominasi-denominasi mereka sendiri dan sebagian dari mereka adalah orang-orang Katolik Rum. Mereka sepaham dengan tekanan dari gereja-gereja Pentakosta akan kesembuhan dan sering menerima berbahasa lidah sebagai tanda baptisan Roh Kudus, pengalaman yang terjadi sesudah kelahiran kembali. Tetapi gereja-gereja Pentakosta lama merasa terbelenggu sebab mereka tidak selalu melihat adanya perubahan gaya hidup di antara orang-orang neo-Pentakosta, sesuatu yang mereka hargai sebagai yang hakiki dalam hidup yang diurapi Roh.
Tak dapat disangkal kenyataan bahwa tekanan neo-Pentakosta mendekatkan Protestan dan Katolik Rum di sebagian dunia ini. Memang pendekatan ini tidak didasarkan penyesuaian dasar doktrin akan hal seperti dibenarkan karena iman, pengorbanan Misa, atau Paus yang tidak dapat berbuat salah, tetapi pada dasar berbahasa lidah dan baptisan oleh Roh Kudus. Namun, saya telah banyak menjumpai orang-orang Katolik, seperti orang-orang Protestan, yang menyebut diri mereka sebagai karismatik tetapi tidak pernah berbahasa lidah. Bagi mereka pengalaman karismatik adalah penemuan baru tentang hubungan pribadi dengan Kristus.
Data Mengenai Berbahasa Lidah Yang Berdasarkan Alkitab
Berbahasa lidah (atau “glossolalia,” istilah yang terbentuk dari bahasa Yunani) hanya disebut di dalam dua buku Perjanjian Baru: Kisah Para Rasul dan Surat Pertama Paulus kepada orang Korintus (walaupun ada di dalam Markus 16:17, kebanyakan ahli percaya bagian ini tidak ada di dalam naskah-naskah aslinya). Kata itu rupanya digunakan dengan dua cara yang berbeda. Cara yang satu didapat dalam hubungan dengan kejadian pada hari Pentakosta, pada waktu janji kedatangan Roh Kudus terjadi. Melalui penyelidikan yang teliti tentang Kisah Para Rasul 2, “lidah” adalah bahasa yang dimengerti oleh pendatang-pendatang asing di Yerusalem. Jadi kelompok orang-orang Kristen yang kecil itu diberi kemampuan yang luar biasa untuk berbicara dalam bahasa lain.
Apa yang terjadi pada Pentakosta? Pasal kedua dari Kitab Kisah Para Rasul memberitahu kita empat hal terjadi yang menandai kejadian zaman baru. Pertama, suatu suara dari langit seperti angin keras memenuhi rumah itu. Kedua, sesuatu seperti lidah-lidah api diam di atas setiap orang di ruang atas. Ketiga, mereka semua dipenuhi Roh Kudus. Keempat, mereka semua berbahasa lidah pada waktu Roh mengaruniai mereka kemampuan untuk berbuat demikian. Bahasa-bahasa lidah ini adalah bahasa yang dimengerti oleh orang-orang dari seluruh Kekaisaran Roma yang datang ke Yerusalem untuk Pentakosta. Sebagian orang percaya bahwa rasul-rasul itu diberi karunia suatu kemampuan yang luar biasa untuk dapat berbahasa asing yang mereka belum kenal. Sikap apa saja yang kita ambil, pastilah “mujizat” terjadi!
Kata dasar yang sama bagi “dipenuhi” terdapat di Kisah Para Rasul 4:8 di mana Petrus “penuh dengan Roh Kudus” (berbahasa lidah tidak disebutkan) menyampaikan khotbah yang singkat kepada imam besar dan pemimpin-pemimpin Yahudi. Akar kata yang sama digunakan berhubungan dengan Yohanes Pembaptis dalam Lukas 1:5 yang mengatakan bahwa “ia akan penuh dengan Roh Kudus mulai dari rahim ibunya.” Namun kita tidak mempunyai catatan bahwa Yohanes Pembaptis berkata-kata dalam bahasa lidah. Dalam pertobatan Paulus, kita diberitahu bahwa Ananias datang kepadanya “supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus” (Kisah Para Rasul 9:17). Kemudian penglihatannya pulih kembali, ia dibaptiskan, dan “ketika itu juga ia memberitakan Yesus di rumah-rumah ibadat, dan mengatakan bahwa Yesus adalah Anak Allah” (Kisah Para Rasul 9:20). Sekali lagi berbahasa lidah tidak disebutkan.
Kisah Para Rasul 19 mencacat pengalaman Paulus di Efesus. Ia mendapatkan sebagian orang percaya di sana yang belum pernah mendengar apa-apa tentang kedatangan Roh. Kemudian kita diberitahu bahwa “Ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat” (Kisah Para Rasul 19:6). Di sini Firman Tuhan tidak mengatakan bahwa mereka dipenuhi Roh. Bagaimanapun juga mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat, walaupun tidak ada lidah-lidah yang seperti api dan angin keras seperti pada waktu Pentakosta. Terlebih lagi catatan dalam Kisah Para Rasul 19 tidak menerangkan apakah bahasa yang mereka gunakan itu adalah bahasa yang dapat dimengerti oleh orang-orang yang ada di sana ataupun tidak dikatakan bahwa ada penterjemah di sana. Paling sedikit kita dapat mengira bahwa mereka berbahasa dengan bahasa yang digunakan di suatu tempat di dunia ini.
Pada waktu saya pergi ke negeri asing, saya berbahasa Inggris. Bahasa ini adalah bahasa yang tidak dikenal oleh kebanyakan pendengar saya. Misalkan, di India bagian Timur Laut saya berbicara kepada beberapa ribu orang setiap pertemuan; tujuh belas penterjemah digunakan untuk menterjemahkan arti berita yang saya sampaikan itu ke dalam bahasa daerah yang berbeda-beda sehingga orang-orang itu dapat mengerti “bahasa lidah” yang saya ucapkan. Pendapat saya ialah bahwa keadaan ini dapat disamakan seperti yang terjadi pada Hari Pentakosta, kecuali bahwa di waktu itu terjadi mujizat ilahi. Mungkin seorang pembicara itu berbicara dalam bahasa yang dimengerti oleh orang-orang tertentu, atau mungkin Roh Kudus mengartikan apa yang telah dikatakan kepada setiap pendengar dalam bahasanya sendiri, maka mujizat terjadi karena pendengar-pendengar itu sanggup mengerti.
Bahasa Lidah yang “Tidak Dikenal” Dalam 1 Korintus
Terjadinya bahasa lidah dalam 1 Korintus kelihatannya agak berbeda daripada yang terjadi dalam Kisah Para Rasul, walaupun digunakan kata Yunani yang sama.
Pada Hari Pentakosta murid-murid berbahasa lidah yang dimengerti oleh orang-orang yang berkunjung ke Yerusalem. Pembicara-pembicara yang dipenuhi dengan kuasa Roh Kudus tidak mengenal bahasa-bahasa itu, tetapi pendengarnya mengenal. Namun, di dalam 1 Korintus mereka tidak mendengar suatu bahasa yang mereka kenal, maka penterjemah dibutuhkan. Bahasa lidah dalam 1 Korintus itu bahasa yang dikenal atau tidak, tidak perlu dipersoalkan. Sebagian pelajar Alkitab berpendapat bahwa bahasa itu dikenal, sedangkan pelajar lainnya mengatakan bahwa kata-kata itu hanyalah merupakan ucapan luapan emosi yang luar biasa yang tak ada hubungannya dengan bahasa manusia yang dikenal. Secara pribadi, saya condong kepada pendapat yang terakhir. Sebenarnya, mungkin hal itu tidak begitu penting di bagian ini, walaupun sebagian orang mengatakan kalau karunia berbahasa lidah yang diberikan kepada orang-orang Korintus adalah bahasa yang dikenal, maka hal itu tidak ada hubungannya dengan banyak dari yang dinamakan “bahasa lidah” pada zaman ini. Kenyataan bahwa “menafsirkan” dipandang sebagai suatu karunia rohaniah membuat saya percaya bahwa karunia lidah yang disebut dalam 1 Korintus adalah bahasa yang tidak dikenal. Kalau memang itu bahasa yang dikenal, pasti ada orang yang mengertinya.
1 Korintus 13 mempunyai teka-tekinya sendiri. Paulus menyebutkan bahasa manusia dan bahasa malaikat. Dengan sendirinya nyatalah bahwa bahasa malaikat tidak dikenal oleh kita, padahal pengertian ialah bahwa ada kemungkinan orang dapat mengucapkan bahasa yang sedemikian itu. Di dalam 1 Korintus Paulus membicarakan bahasa sebagai karunia yang datang dari Roh Kudus, jadi ada kemungkinan juga bahwa Ia, memberi kemampuan kepada seseorang untuk dapat berbicara dalam bahasa malaikat. Tentu, Paulus membuatnya jelas bahwa tidak semua orang diberi karunia istimewa ini. Oleh alasan-alasan tersebut, sukar bagi saya untuk menghubungkan pemenuhan Roh Kudus dengan baptisan kedua dan berbahasa lidah sebagai tanda yang menyertainya. Saya tidak bisa mendapatkan bukti yang kuat berdasarkan Firman Tuhan untuk menyatakan bahwa berbahasa lidah sebagai tanda diberi kepada semua orang yang telah dibaptis dengan Roh, sedangkan karunia lidah adalah karunia yang diberikan hanya kepada orang tertentu.
Lebih jauh, kadang-kadang saya berpikir bahwa pemakaian istilah “karismatik” zaman modern ini mungkin tidak benar. Di dalam 1 Korintus, kata Yunani bagi karunia-karunia yang diberikan Allah kepada orang-orang percaya adalah karismata. Tak seorang pun dapat memperoleh karunia itu oleh usahanya sendiri. Menurut Paulus, karunia-karunia berasal dari pekerjaan Roh Allah “yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya” (1 Korintus 12:11). Paulus mengatakan, “Sebab dalam satu Roh kita semua dibaptis menjadi satu tubuh” (1 Korintus 12:13). Roh memberikan karunia kepada berbagai anggota-anggota tubuh. Jadi, setiap orang percaya menerima karunia. Maka dengan demikian setiap orang percaya adalah seorang karismatik!
Terlebih lagi Paulus tidak mengatakan bahwa semua karunia itu milik setiap orang percaya. Ia hanya mengatakan bahwa setiap orang menerima karunia. Ia memberitahu orang-orang Korintus agar mereka “merindukan” karunia yang paling baik. Dalam 1 Korintus 13 ia mengatakan bahwa karunia apa saja jika tidak disertai kasih adalah sia-sia.
Mengamati Karunia Berbahasa Lidah
Berkenaan dengan karunia berbahasa lidah seperti yang disebutkan dalam 1 Korintus 12:30 dan pembicaraan mengenai pokok ini secara panjang lebar di dalam 1 Korintus 14, hal-hal berikut ini harus diperhatikan:
Pertama, ada karunia berbahasa lidah tertentu yang rupanya berbeda dari yang diutarakan pada Pentakosta sebab tidak diperlukan penterjemah di situ. Dan tanda lain menyertainya: lidah-lidah seperti nyala api dan angin keras. Hal-hal itu tidak disebutkan berhubungan dengan karunia-karunia Roh di dalam 1 Korintus.
Walaupun ada ketidakcocokan di antara orang-orang Kristen tentang kebenaran berbahasa lidah sekarang, secara pribadi saya tidak dapat menemukan pembenaran Alkitabiah untuk mengatakan bahwa karunia berbahasa lidah itu hanya dimaksudkan untuk orang-orang zaman Perjanjian Baru semata-mata. Hal itu dengan mudah menjadi suatu kesalahpahaman dan bahkan menjadi persoalan yang menyebabkan perpecahan. Ternyata Paulus merasa perlu membicarakannya dalam 1 Korintus 12 – 14. (Ia menekankan bahwa karunia lidah adalah yang paling kecil artinya. Ia juga membahasnya dengan panjang lebar, melebihi karunia yang lain.) Maka dari itu, pada waktu hal demikian timbul sekarang, kita harus menanganinya secara hati-hati sesuai dengan pedoman alkitabiah yang telah diajukan oleh Paulus.
Juga, sedang karunia berbahasa lidah dapat terjadi zaman ini sebagai karunia rohani yang sah, ini tidak berarti bahwa setiap manifestasi berbahasa lidah itu sesuai dengan kehendak Allah dan harus disetujui oleh kita tanpa penyelidikan.
Kedua, harus ditekankan, seperti yang terdapat pada 1 Korintus 12 – 14, bahwa berbahasa lidah itu merupakan suatu karunia dari Roh Kudus, bukan buah Roh. Seperti yang akan lihat, buah Roh yang telah digarisbesarkan dalam Galatia 5:22, 23 harus menandai setiap orang Kristen yang berjalan dalam Roh. Pada sisi lain, karunia-karunia diberikan kepada orang-orang percaya oleh kuasa dan kehendak dari Allah. Maka dari itu, karunia itu mungkin dimiliki oleh seseorang, sedang orang lain tidak memilikinya. Saya tidak dapat menemukan alasan yang alkitabiah untuk mengatakan bahwa berbahasa lidah adalah karunia Allah yang dikehendaki untuk diberikan kepada semua orang percaya. Sebagian orang mungkin akan dikaruniai karunia itu, sementara banyak orang lain yang tidak dikaruniainya. Sangatlah bersalah jika seseorang yang belum pernah menerima karunia berbahasa lidah merasa bahwa ia adalah orang Kristen “kelas dua,” atau sangat menginginkan memperoleh karunia itu meskipun Allah tidak berkenan memberikan kepadanya. Bagi orang yang memiliki karunia ini, juga sama salahnya jika ia menghendaki agar setiap orang lain juga memiliki karunia itu, atau mengajarkan bahwa setiap orang harus mengalaminya.
Ketiga, karunia berbahasa lidah yang disebutkan di dalam 1 Korintus 12 – 14 dengan jelas dinyatakan sebagai karunia-karunia Roh yang sebenarnya kurang penting, bahkan sebagai karunia yang tidak penting. Alasannya ialah bahwa hal itu kurang memberi manfaat rohani kepada orang percaya lainnya. Karunia lainnya dengan jelas adalah untuk membangun dan menguatkan tubuh Kristus. Sedangkan berbahasa lidah juga dapat berfungsi demikian dalam kebaktian umum (jika ada penterjemah yang hadir), karunia lain lebih berhubungan langsung di dalam saling menguatkan orang-orang percaya.
Itulah sebabnya karunia berbahasa lidah jangan dianggap sebagai titik yang tinggi dalam kematangan kekristenan. Sebetulnya, berjuta-juta orang Kristen yang sudah dewasa rohani tidak pernah berkata-kata dalam bahasa roh, dan banyak yang sudah berkata-kata dalam bahasa roh tetapi belum dewasa rohaninya.
Keempat, karunia berbahasa lidah bukanlah sebagai tanda baptisan Roh ke dalam tubuh Kristus, bagi orang-orang percaya. Hal itu benar di dalam 1 Korintus, sebab orang-orang ini telah dipersatukan selamanya ke dalam tubuh Kritus. Di dalam Alkitab saya tidak dapat menemukan yang mengatakan bahwa karunia berbahasa lidah adalah bukti yang menandakan dibaptiskan dengan Roh Kudus ke dalam tubuh Kristus, Gereja. Bahkan di dalam Kisah Para Rasul di mana berkata-kata dalam bahasa lidah disebutkan, tidak ada petunjuk bahwa hal itu sebagai bukti bahwa seseorang itu telah dibaptis dengan Roh Kudus.
Secara yang sama karunia lidah tidak perlu disetarakan dengan dipenuhi Roh. Kita mungkin saja dipenuhi dengan Roh tetapi tidak pernah berkata-kata dalam bahasa lidah. Pemenuhan Roh dapat mengakibatkan banyak pengalaman yang berbeda di dalam hidup kita. Berbahasa lidah pada suatu saat, mungkin hanyalah merupakan satu kenyataan. Sebagian daripada orang-orang yang paling dipenuhi Roh yang saya kenal tidak pernah mengalami karunia berbahasa lidah, tetapi mereka tidak kurang dipenuhi dengan Roh.
Kelima, baik Alkitab maupun pengalaman kedua-duanya memperingatkan kita bahwa karunia berbahasa lidah itu mudah disalahgunakan dan sebenarnya dapat menjadi berbahaya. Misalkan, karunia lidah dapat menjadikan seseorang sombong. Mungkin seseorang mengalami karunia lidah dan merasa bahwa dia itu lebih baik atau lebih rohani daripada orang-orang percaya lainnya yang belum menerima karunia itu. Kelakukan demikian secara langsung bertentangan dengan kelakuan yang penting sebagai seorang yang dipenuhi Roh.
Bahaya lainnya, misalnya (seperti yang telah ditunjukkan), berbahasa lidah dapat dengan mudah memecah belah. Sering-sering hal ini terjadi karena kesombongan atau karena seseorang yang berkarunia lidah itu mencoba untuk memaksakan hal itu kepada orang lain. Pada segi yang lain, mungkin juga bagi sebagian orang untuk menjadi sombong sebab mereka tidak berkata-kata dalam bahasa lidah, dan hal ini pun sama bahayanya!
Salah satu bahaya yang terbesar di dalam soal berbahasa lidah ialah ketidakseimbangan. Yaitu, kadang-kadang seseorang yang mengalami karunia ini menjadi hampir terpukau atau hanya mementingkan berbahasa lidah. Karunia Roh lainnya dilupakan (kecuali, mungkin, karunia-karunia tanda lainnya yang menakjubkan), dan biasanya sedikit minatnya terhadap kehidupan suci dan buah-buah Roh. Sebagian orang yang menekankan berbahasa lidah itu sebagai pusat perhatian mereka dan mengajak orang lain untuk mendapatkannya, gagal memperlihatkan minatnya kepada penginjilan, suatu tekanan yang ingin diberikan oleh Roh. Umpamanya, saya berpikir mengenai kelompok kecil dari mereka yang berbahasa lidah yang jarang sekali memenangkan jiwa bagi Kristus. Mereka menanti orang lain untuk memenangkan jiwa, kemudian menghubungi orang yang baru bertobat itu dalam suatu usaha membujuk dia bahwa dia harus berbahasa lidah untuk bertumbuh dalam Tuhan.
Masih ada bahaya lainnya yaitu bahwa sebagian orang akan melihat suatu pengalaman berbahasa lidah sebagai jalan pendek untuk menuju kepada kuasa rohani dan kematangan. Seorang anggota staf saya dahulu belajar di seminari bersama dengan seorang muda yang mengikuti bermacam-macam pertemuan dengan harapan agar mendapatkan karunia lidah. Pada waktu ditanya mengapa ia menginginkan karunia ini, katanya karena ia merasa sangat kekurangan kuasa dan persekutuan dengan Allah. Ia berpikir berbahasa lidah akan memberinya baik kekuatan rohani maupun perasaan akan kehadiran Allah. Pada waktu ditanya apakah ia berdoa secara tetap, atau membaca Alkitab secara teratur, atau memakai banyak waktu untuk bersama-sama dengan orang-orang percaya lainnya, ia mengakui bahwa dia tidak melakukan semua itu. Allah telah memberinya perlengkapan untuk pertumbuhan rohani – doa, Alkitab, persekutuan – tetapi ia tidak mempunyai kemauan untuk cukup berdisiplin dalam menggunakan perlengkapan itu. Baginya, karunia berbahasa lidah adalah jalan pendek untuk mencapai kematangan. Mungkin keluarnya dia dari seminari tidak lama sesudah itu dan pembatalan rencananya untuk menjadi pendeta, tidaklah merupakan suatu kebetulan.
Bahaya yang terakhir yang dapat disebutkan ialah kemungkinan bahwa karunia itu kadang-kadang palsu. Hal ini dapat disebabkan karena muslihat yang disengaja, atau mungkin disebabkan “karunia” itu kadang-kadang tidak bersumber dari Allah tetapi dari keadaan psikologis seseorang. Atau mungkin juga disebabkan kegiatan setan.
Mungkin perlu dikemukakan di sini bahwa peramal Yunani kuno dari Delfia berbicara dalam bahasa yang dapat disebut sebagai “bahasa lidah,” seperti yang dibuat oleh para imam di kuil-kuil besar di Korintus. Dr. Akbar Abdul Haqq menceritakan bahwa kejadian itu bukanlah suatu yang aneh di India di antara orang-orang bukan Kristen sekarang ini.
Juga, ada kejadian tertentu yang terbukti dari orang-orang yang dirasuk setan yang mendapat kemampuan untuk berbicara di dalam bahasa tertentu yang dikenal. Tetapi si pembicara itu sendiri tidak mengenal bahasa itu pada waktu dia sadar. Alkitab mencatat bagaimana tukang sihir Firaun dapat menirukan mujizat Allah sampai pada batas tertentu.
Tidak heranlah jika Yohanes mengatakan, “Janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah” (1 Yohanes 4:1). Kita sudah menyelidiki ini di dalam pembicaraan tentang karunia untuk membedakan di dalam pasal 12.
Bahkan orang Kristen juga telah memalsukan karunia ini. Seorang anak perempuan yang menghadiri pertemuan karismatik sangat ingin menerima karunia berbahasa lidah ini seperti yang dimiliki kawan-kawannya. Maka, karena ia telah dibesarkan di negara lain, ia berdoa dalam bahasa aslinya, pura-pura hal itu sebagai pekerjaan karunia Roh. Yang lain berpikir bahwa ia telah menerima karunia lidah itu. Sebagai hasilnya, di dalam lingkungan kecil ini, di mana berbahasa lidah itu penting sekali, akhirnya ia diterima!
Tak ada pengalaman apa pun – tidak peduli berapa besar artinya bagi kita, atau kelihatan seberapa terkesan – yang dapat mengganti Firman Allah dalam hidup kita. Pengalaman kita harus diukur dalam terang Alkitab; kita tidak dapat mengukur Alkitab dengan pengalaman kita. Allah Roh Kudus telah memberi kita Alkitab, maka tidak ada karunia yang sungguh-sungguh datang dari Roh Kudus yang bertentangan dengan Alkitab.
Keenam, bagaimana dengan pemakaian bahasa lidah secara pribadi dalam pemujaan sebagai cara untuk memunji Allah dan mengalami persekutuan-Nya? Sejumlah kawan-kawan saya menceritakan bahwa sesudah mereka berdoa lama sekali, tiba-tiba mereka mendapatkan diri mereka berkata-kata dalam bahasa yang tidak mereka kenal. Mereka menyimpan pengalaman ini sebagai pengalaman pribadi dan tidak mengatakan bahwa orang lain harus mengalami pengalaman itu. Mereka juga tidak mengatakan bahwa semua orang Kristen harus berbahasa lidah sebagai tanda kematangan rohani. Semua orang tahu bahwa Corrie ten Boom pernah berkata-kata dalam bahasa lidah, tetapi ia tidak pernah membicarakannya dan tidak pernah mendiskusikannya. Sering ia menegur mereka yang membicarakannya secara berlebihan.
Sebetulnya, Alkitab tidak banyak membicarakannya. Pemakaian bahasa lidah secara pribadi juga terjadi pada Rasul Paulus. Ia mengatakan “aku berkata-kata dengan bahasa roh lebih daripada kamu semua. Tetapi dalam pertemuan Jemaat aku lebih suka mengucapkan lima kata yang dapat dimengerti untuk mengajar orang lain juga, daripada beribu-ribu kata dengan bahasa roh” (1 Korintus 14: 18, 19). Ada yang mengatakan bahwa nasihat Paulus untuk “Berdoalah setiap waktu di dalam Roh” (Efesus 6:18) menyangkut doa dalam bahasa lidah. Tetapi yang diminta adalah berdoa secara khusus (yaitu pikiran dengan terang bekerja dan memusatkan dirinya pada pokok doa itu). Tekanan bagian ini akan menunjukkan bahwa bukan maksud Paulus membicarakan bahasa roh.
Sebagai penutup, saya harus mengatakan bahwa saya tidak dapat tidak terkesan akan pendapat-pendapat yang sangat berbeda-beda tentang berbahasa lidah antara orang yang menyebut diri mereka sebagai karismatik. Banyak yang merasa bahwa sangatlah tidak benar jika ada yang mengatakan berbahasa lidah adalah perlu untuk dibaptis atau dipenuhi dengan Roh Kudus. Suatu kelompok besar dari orang-orang Injili tidak merasa berbahasa lidah itu sebagai karunia Roh yang cocok untuk zaman ini, sama seperti jabatan rasul juga sudah tidak merupakan karunia yang relevan.
Saya mengenal salah satu organisasi yang dipakai oleh Tuhan yang bergerak dalam pelayanan seminar Alkitab yang tidak pernah memberikan kesempatan kepada siapa pun yang berbahasa lidah, walaupun orang itu pandai sekali. Orang lain mungkin tidak setuju dengan cara ini, tetapi para pemimpinnya adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam keyakinan mereka sehingga kita perlu menghargai pandangan mereka.
Pada sudut lain, banyak orang-orang Injili yang tidak menjalankan bahasa lidah sendiri mengambil sikap netral. Mereka telah melihat bahwa gerakan karismatik sudah memasuki semua denominasi secara mendalam dengan berkat besar dan pembaharuan. Maka mereka bersedia untuk menerima semua karunia istimewa dari 1 Korintus itu masih relevan dan menerimanya sebagai karunia Roh.
Sebagai suatu keadilan kepada beberapa orang kawan karismatik saya, saya harus menambahkan bahwa walaupun saya tidak setuju dengan mereka bahwa “baptisan dengan Roh” harus diikuti dengan tanda berbahasa lidah, saya tahu dan mengajarkan akan perlunya orang-orang percaya untuk penuh dengan Roh. Dengan mengesampingkan hal berbahasa lidah sebagai tanda yang perlu dimiliki, kita dapat berbicara tentang suatu tahap pengalaman yang sama. Pendapat saya ialah bahwa Alkitab mengatakan orang percaya siapa saja dapat menikmati pemenuhan Roh Kudus, dan mengenal kuasa-Nya walaupun ia belum pernah mempunyai suatu tanda seperti berbahasa lidah. Pada waktu pemenuhan yang khusus, mungkin berbahasa lidah dapat jadi tanda yang diberikan Allah kepada sebagian orang, tetapi saya tidak mendapatkan bahwa tanda yang demikian itu untuk semua. Saya pikir, penting sekali bagi kita untuk memegang pendapat kita tanpa membenci dan tanpa memutuskan ikatan persekutuan di dalam Yesus Kristus. Kita menyembah Allah yang sama, dan kita bersyukur untuk hal ini.
Dalam 1 Korintus 14 Paulus dengan pasti mengatakan bahwa bernubuat itu lebih hebat daripada berbahasa lidah. Pada waktu yang bersamaan ia mengatakan, “Janganlah melarang orang yang berkata-lata dengan bahasa roh” (1 Korintus 14:39). Rupanya Paulus berbicara dalam banyak bahasa lidah tetapi ia tidak terlalu menekankan ini. Kita harus berhati-hati untuk tidak menetapkan posisi Roh Kudus seolah-olah Ia harus bekerja menurut cara kita. Roh Kudus adalah mahakuasa; Ia memberikan karunia-Nya menurut kehendak-Nya! Peter Wagner mengatakan: “Harus diingat bahwa tubuh Kristus itu ada di seluruh dunia, dengan banyak manifestasi setempat. Karunia rohani itu diberikan kepada tubuh Kristus sedunia, maka karunia tertentu mungkin terdapat dan mungkin tidak terdapat dalam salah satu bagian tubuh setempat yang khusus. Ini menerangkan mengapa, misalkan, suatu jemaat setempat atau bahkan seluruh denominasi mungkin tidak pernah diberi karunia lidah, sedangkan bagian tubuh lainnya mungkin mendapatnya.”
Kesimpulan. Pertama, ada karunia berbahasa lidah yang sesungguhnya, sekontras dengan yang palsu. Banyak dari mereka yang telah diberi karunia ini telah berubah secara rohani – sebagian sementara saja dan sebagian tetap!
Kedua, Allah memakai bahasa lidah pada waktu tertentu, dalam tempat tertentu, terutama pada garis terdepan dari pengabaran Injil untuk meluaskan kerajaan Allah dan untuk membangun orang-orang percaya.
Ketiga, banyak orang diyakinkan bahwa mungkin kita hidup di dalam zaman yang oleh Firman Tuhan disebut “akhir zaman.” Hosea dan Yoel kedua-duanya meramalkan bahwa di dalam hari-hari itu manifestasi Roh dan karunia-karunia tanda akan muncul kembali. Mungkin kita hidup di dalam zaman sejarah seperti itu. Tentulah kita tidak dapat menutup mata kita bagi kenyataan bahwa banyak dari karunia-karunia tanda yang mempertahankan keaslian Injil, timbul kembali saat ini.
Bertahun-tahun yang lalu dalam sebuah kelas diskusi pada Institut Alkitab Florida, seorang guru mengatakan sesuatu mengenai bahasa lidah yang saya tidak dapat melupakan. Ia menasihatkan pelajar-pelajarnya agar “jangan mencari; jangan melarang.”
Sesungguhnya, berbahasa lidah adalah suatu karunia dari Roh. Zaman sekarang ini ada orang-orang Presbitarian, Baptis, Anglikan, Lutheran dan Metodis, demikian juga Pentakosta, yang berkata-kata dalam bahasa lidah – atau yang belum pernah, dan tidak mengharapkannya.
Tetapi jika berbahasa lidah itu karunia dari Roh Kudus, ia tidak akan dapat memecah belah. Jika mereka yang berbahasa lidah salah menggunakannya maka ia menjadi pemecah belah. Itu menandakan tidak ada kasih. Dan mereka yang melarangnya juga dapat membingungkan Gereja sebab rupanya berlawanan dengan ajaran Rasul Paulus. Orang-orang percaya yang berbahasa lidah dan yang tidak, hendaknya saling mengasihi dan bekerja untuk lebih memuliakan Allah dalam penginjilan dunia. Ingat satu hal: mereka yang berbahasa lidah dan yang tidak akan hidup bersama di dalam Yerusalem Baru.
Apakah ini merupakan karunia yang Tuhan anggap cocok bagi Anda? Jangan biarkan karunia itu menjadi sumber kesombongan atau keasyikan. Biarlah kita berakar di dalam keseluruhan Firman Allah. Dan di atas semua, belajarlah apa artinya saling mengasihi, termasuk orang-orang yang tidak setuju dengan keyakinan Anda.
Apakah ini merupakan karunia yang tidak Anda miliki? Jangan biarkan itu menguasai pikiran Anda juga. Dan janganlah menjadikannya sebagai sumber pemecah belah di antara Anda dengan orang percaya lainnya kalau hal itu mungkin. Mungkin ada orang percaya lainnya yang mempunyai keyakinan yang berbeda dari Anda, tetapi mereka masih tetap sebagai saudara di dalam Kristus.
Di atas semuanya, kita dipanggil untuk “hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging” (Galatia 5:16).
Karunia-karunia tanda – kesembuhan , tanda-tanda mujizat, dan berbahasa lidah – mungkin sama dengan daya tariknya pada abad pertama seperti sekarang. Tanda-tanda itu kadang-kadang menyebabkan kebingungan dan penyalahgunaan pada abad pertama seperti yang terjadi pada zaman sekarang. Walaupun demikian, Allah Roh Kudus memberikan karunia-karunia itu kepada beberapa orang di dalam Gereja, untuk dipakai memuliakan Allah. Karunia-karunia itu tidak boleh dipergunakan untuk alasan yang mementingkan diri sendiri. Mereka juga tidak boleh menjadi sumber pemecah-belah dan kesombongan. Kita jangan sampai dipikat atau terlalu diasyikan olehnya. Terlebih dari semua itu, kapan saja karunia-karunia itu diberikan, karunia-karunia itu harus dipakai hanya menurut prinsip-prinsip yang telah dikemukakan Allah di dalam Alkitab. Kalau demikian jadinya, itu juga akan membawa kesatuan dalam Roh. Dan jika Allah mau memberikan karunia-karunia ini kepada beberapa orang zaman ini, kita seharusnya selalu berdoa agar karunia-karunia itu dipakai “untuk kepentingan bersama” (1 Korintus 12:7) dan untuk memperluas Kerajaan Allah.

( Sumber: Holy Spirit, Billy Graham, Lembaga Literatur Baptis, Bandung, 1998, Halaman: 272-294).

SURVEI PERJANJIAN BARU (SEBUAH CATATAN DARI BUKU MERRIL C. TENNEY)

LATAR BELAKANG POLITIK

Kekaisaran Roma
Kitab Perjanjian Baru ditulis pada saat hampir seluruh dunia berada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi. Beberapa kaisar Romawi:
1. Augustus, 27 SM- Tahun 14
2. Tiberius, tahun 14-37
3. Caligula, tahun 37-41
4. Claudius, tahun 41-54
5. Nero tahun 54 - 68
6. Galba, tahun 68 1. Otho, tahun 69
8. Vitellius, tahun 69
9. Vespasianus, tahun 69 - 79
10. Titus, tahun 79-81
11. Domitianus, tahun 81 - 96
12. Nerva, tahun 96-98
13. Trajanus, tahun 98-117
Tetapi di beberapa tempat dalam kitab Perjanjian Baru ada pula disinggung mengenai keadaan politik dalam abad yang pertama itu, dan kepentingan historisnya pun harus ditinjau dari latar belakang di atas.

Pemerintahan Propinsi
Kekaisaran Romawi terdiri dari aneka ragam kota yang berdaulat, negara, teritori yang berdiri sendiri yang semuanya tunduk pada pemerintah pusat. Propinsi-propinsi ini terbagi dalam dua bagian. Propinsi yang relatif damai dan setia pada Roma dipimpin oleh gubernur (Kisah 13:7) yang bertanggung jawab pada Senat Romawi. Propinsi lainnya yang lebih rawan berada di bawah pengawasan kaisar, yang sering kali menempatkan angkatan pcrangnya di sana, dan mereka dipimpin oleh para prefectus, prokurator (wali negeri), atau propraetor yang diangkat dan bertanggung jawab langsung pada kaisar. Di bawah pemerintahan para pejabat ini propinsi-propinsi menikmati cukup kebebasan. Kota-kota kerajaan diperkenankan untuk menjalankan pemerintahan dalam negcrinya sendiri dan bahkan boleh mencetak uang sendiri. Roma tidak pernah menghalangi kebebasan beragama dari rakyat taklukannya.

Kerajaan-Kerajaan Helenistik
Corak kebudayaan pada abad permulaan Masehi itu tidak hanya dipengaruhi oleh situasi politik Romawi melainkan juga oleh penyebaran semangat Helenis yang telah menembus Timur maupun Barat. Dan juga secara kebudayaan, wangsa Seleukus dan wangsa Ptolemeus memperkenalkan tradisi serta gaya hidup Yunani di Timur.

Latar Belakang Sosial dan Ekonomi
Latar belakang sosial.
Masyarakat Yahudi. Baik di kalangan Yudaisme maupun orang-orang kafir terdapat kelompok kaum ningrat yang kaya. Dalam Yudaisme mereka adalah kelompok alim-ulama, yang sebagian besar terdiri dari keluarga para imam dan tokoh para rabi.
Beberapa golongan masyarakat kafir pada zaman romawi
a. Kaum Ningrat
b. Kelas Menengah
c. Rakyat Jelata
d. Kaum Budak dan Penjahat

Hasil Kebudayaan yang ada pada zaman Romawi :
a. Kesusasteraan
b. Seni dan Ilmu Arsitektur
c. Musik dan Drama
d. Arena
e. Bahasa
f. Ilmu Pengetahuan
g. Sekolah.

Beberapa hal yang cukup mempengaruhi kehidupan pada zaman Romawi :
a. Dunia Ekonomi
b. Industri
c. Keuangan
d. Pengangkutan Dan Perjalanan.

Latar Belakang Keagamaan pada zaman Romawi
Secara umum terdapat lima jenis agama :
1. Pantheon Romawi-Yunani
2. PemujaanKaisar
3. Agama-Agama Rahasia
4. Pemujaan Alam Gaib
5. Filsafat-Filsafat
a. Platonisme
b. Gnostik
c. Neo-Platonisme
d. Epikurianisme
e. Stoicisme
f. Sinisme
g. Skeptisisme.

Agama Yahudi (Yudaisme)
Agama ini adalah agama nasional dan berasal dari bangsa Yahudi, tetapi pengikutnya tidak terbatas di kalangan mereka saja melainkan banyak anggota baru yang berasal dari luar. Pada waktu penduduk kerajaan selatan ditawan di Babilonia itulah Yudaisme mulai terbentuk. Suatu pusat peribadatan yang baru terbentuk dengan berdirinya sinagoge. Karena bangsa Yahudi hidup bcrpencar dalam pcmbuangan dan karena perjalanan yang mereka lakukan di tahun-tahun sclanjutnya, mereka membutuhkan semacam persekutuan ibadat di daerahnya masing-masing.
Hari raya orang Israel :
a. Hari Raya Paskah
b. Pentakosta, atau Hari Raya TujuhMinggu
c. Hari Raya Meniup Serunai, atau Tahun Baru (Rosh Hashanah)
d. Hari Pendamaian
e. Hari Raya Pondok Daun
f. Hari Raya Pelita
g. Hari Raya Purim

SISTEM KEPENDIDIKAN
Di antara Yahudi Perserakan, pendidikan pasti sudah sejak lama mendapat tempat yang penting, karena hanya keyakinan nasional mereka sajalah yang membuat mereka tetap bertahan dan tanpa kekuatan militer, mereka hanya dapat memelihara kepribadian nasional mereka dengan mempertahankan diri sebagai suatu kelompok yang terpisah dengan kebudayaan dan kehidupan rohaniah mereka sendiri. Sejak zaman Ezra, sudah ada pembacaan hukum Taurat secara umum dan penjelasan mengenai artinya-semacam pendidikan bagi orang dewasa yang dipertahankan dengan konsisten oleh sinagoge.

KESUSASTERAAN
Berbeda dengan bangsa-bangsa kuno lainnya, bangsa Yahudi adalah suatu masyarakat yang berlandaskan Taurat. Mungkin bangsa lain mem-punyai koleksi kesusasteraan yang lebih besar dan lebih bervariasi. Urut-urutan yang lazim dari buku apokrifa adalah sebagai berikut, I Esdras, II Esdras, Tobit, Yudit, Tambahan-tambahan pada Kitab Ester, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, Nyanyian Tiga Pemuda Kudus, Kisah Susana, Dewa Bel dan Naga Babel, Doa Manasye, I Makabe, dan II Makabe.

SEKTE-SEKTE DALAM YUDAISME
Yudaisme tidak luput dari kecenderungan manusia untuk membentuk sekte-sekte dalam agama, yaitu :
a. Kaum Farisi
b. Kaum Saduki
c. Kaum Eseni
d. Kaum Zelot
DIASPORA
Meskipun secara adat, Palestina adalah tanah air bangsa Yahudi, bagian terbcsar dari orang Yahudi di Palestina justru tinggal di luar pcrbatasan Tanah Suci. Mereka disebut Yahudi Diaspora atau Pcrserakan.
Dalam Yahudi Diaspora ada dua kelompok yang berbeda—golongan Hebrais dan golongan Helenis.

Latar Belakang Yahudi bagi Perjanjian Baru
1. SIFAT YUDAISME.
Yudaisme yang ada pada awal abad Masehi sebagian besar adalah hasil masa pembuangan. Sebelum ditawan, ketaatan pendudk Israel dan Yehuda pada hukum hanya bersifat angin-anginan, banyak dilanggar daripada ditaati. Sebagai contohnya: pada abad ke 9 SM, seluruh kerajaan utara telah beralih pada pemujaan Baal dan baru berbalik kepada Yehova setelah usaha gigih Nabi Elia.
Pada saat penawanan penduduk kerajaan selatan di Babilonia, Yudaisme mulai terbentuk, pemujaan terhadap berhala sebagai yang mula-mula dilarang. Karena upacara kurban terpaksa harus dihentikan, maka mempelajari hukum atau Taurat mulai digalakkan. Kehidupan keagamaan di sekitar pusat peribadatan yang baru yang disebut sinagoge adalah suatu penyesuaian antara tata cara lama dan ibadat Yudaime pada keadaan mereka sekarang di tempat tinggal mereka.
2. APOKRIFA DAN PSEUDEPIGRAFA.
Berbeda dengan bangsa-bangsa kuno lainnya, bangsa Yahudi adalah suatu masyarakat yang berlandaskan Taurat. Setelah masa PL, yang diakhiri oleh kitab Maleakhi, nabi yang terakhir, sekitar tahun 450 sM, berkembanglah di Palestina suatu gerakan penulisan Alkitab yang disebut Apokrifa (terselubung / tersembunyi / rahasia dari bahasa Yunani). Urutan yang lazim dari buku apokrifa:
I Esdras, II Esdras, Tobit, Yudit, Tambahan-tambahan pada Kitab Ester, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Barukh, Nyanyian Tiga Pemuda Kudus, Kisah Susana, Dewa Bel, Naga Babel, Doa Manasye, I Makabe, II Makabe.
Dimana kebanyakan buku tersebut ditulis pada masa peperangan dan kehidupan nasional yang kacau diantara waktu kembali dari pembuangan dan kehancuran Yerusalem. Terdapat juga kumpulan adat istiadat yang termuat dalam kitab Talmud yang disertai komentar para rabi pada masa !alu mengenainya. Talmud berasal dari kata lammid yang berarti mengajar. Terdiri dari 2 unsur: Mishnah (hukum lisan yang dikenal hingga akhir abad kedua Masehi) dan Gemara (tafsiran hukum lisan yang ditulis para cendekiawan di Babilionia dan Yerusalem di antara permulaan abad 3 hingga akhir abad kelima), dimana tafsiran atau bahasan ini terdiri dari dua jenis: Halakah yang berisikan peraturan Hukum Taurat dan Hagadah yang memuat ajaran umum atau lainnya yang tidak termasuk Halakah.
3. NASKAH-NASKAH LAUT MATI.
Ada beberapa jenis dokumen yang ditemukan di gua-gua di pesisir Laut Mati, terutama di daerah Qumran dan Wadi Murabba'at, yaitu:
a. Salinan buku-buku kanonik (PL) metiputi seluruh buku kecuali Ester dimana kitab Yesaya diketemukan secara lengkap.
b. Salinan naskah non kanonik, Apokrifa dan Pseudepigrafa.
c. Dokumen mengenai kehidupan masyarakat mereka.

Sifat-sifat Dasar Masyarakat Qumran
a. Penafsiran kitab suci dilakukan dengan metode pesher (penafsiran), dimana situasi sejarah yang kdiketmukan dalam ayat nubuat dipindahkan atau diterapkan dalam zaman serta situasi mereka sendiri.
b. Doktrin keselamatan meliputi iman pada Guru Kebenaran.
c. Seperatisme terhadap kejahatan dan kekuatan gelap.
d. Gaya hidup yang berdisiplin tinggi.
e. Orientasi keakhiratan.
f. Pengharapan pada Nabi yang akan datang serta Mesias.
g. Susunan masyarakat yang sangat teratur: imam, orang Lewi, orang awam, pengikut baru.
h. Kesucian harus dijaga.



PERJANJIAN BARU

Arti Nama Perjanjian Baru
Nama "Perjanjian Baru" berasal dari bahasa Latin "Novum Testamentum" yang merupakan terjemahan dari bahasa Yunani He Kaine Diatheke. Istilah Yunani ini biasanya digunakan untuk menyatakan "suatu pesan atau wasiat terakhir". Makna lainnya adalah suatu ketetapan yang telah dibuat oleh suatu pihak yang mungkin akan diterima atau ditolak oleh pihak yang lain, namun tidak dapat diubah oleh pihak yang lain, dan bila diterima, akan mengikat kedua pihak. Karena itu surat wasiat merupakan contoh yang baik untuk menjelaskan arti kata Latinnya yaitu Testamentum.

Isi Perjanjian Baru
Isi dari Perjanjian Baru dapat dikelompokkan berdasarkan tiga cara: menurut sifat
kesusasteraannya, menurut penulisnya, serta menurut periode penulisannya :
a. Sejarah :
Kelima buku Perjanjian Baru yang pertama, Matius, Markus, Lukas, Yohanes, dan Kisah Para Rasul berisi sejarah.
b. Pengajaran atau doktrin
I dan II Korintus, Galatia, Efesus, Filipi, Kolose, I dan II Tesalonika, Ibrani, Yakobus, I dan II Petrus, 1 Yohanes, Yudas. Sebagian terbesar dari karangan ini berbentuk surat kepada jemaat yang dimaksudkan untuk mengajarkan kepada mereka unsur-unsur iman Kristen serta pelaksanaan ajaran Kristen.
c. Pribadi
I dan II Timotius, Titus, Filemon, II dan III Yohanes. Surat-surat ini ditulis sebagai surat-surat pribadi yang ditujukan pada perseorangan bukan kelompok, dan dimaksudkan sebagai petunjuk atau nasihat pribadi.
d. Nubuat
Kitab Wahyu, buku terakhir dalam Perjanjian Baru. Kitab ini dimaksudkan untuk mengungkapkan masa kini dan masa yang akan datang. Karena gaya simbolisme yang kuat, dengan menggunakan penglihatan-penglihatan dan pengungkapan adikodrati, buku ini juga digolongkan dalam kepustakaan apokaliptik.
Kitab Penulis
Matius Matius
Markus Markus
Lukas Lukas
Paulus Roma
I Korintus
II Korintus
Galatia
Efesus
Filipi
Kolose
I Tesalonika
II Tesalonika
I Timotius
II Timotius
Titus
Filemon
Yohanes Yohanes
I Yohanes
II Yohanes
III Yohanes
Wahyu
? Ibrani
Petrus I Petrus
II Petrus
Yakobus Yakobus
Yudas Yudas

Kitab-kitab Perjanjian Baru tidak ditulis berdasarkan susunan yang lazim di dalam Kitab Suci. Ada 3 periode yang dipakai untuk menandai sejarah yang ada, yaitu :
1. Periode kelahiran yang meliputi seluruh masa kehidupan Yesus, dari tahun 6 SM hingga tahun 30.
2. Periode Perkembangan (tahun 30-60), yang memberikan kesaksian tentang perkembangan karya kerasulan.
3. Dari tahun 60 hingga 100 disebut periode pemantapan. Dalam beberapa hal periode ini dapat disebut periode misteri, karena tidak banyak sejarah gereja yang diketahui.

Dalam membahas Injil ada tiga hubungan kronologis yang patut diperhatikan :
1. Waktu di mana Injil itu diberitakan atau di mana kisah yang ditulis berlangsung.
2. Periode di mana bahan-bahan Injil ini disusun serta dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan ”penggunaan gereja”.
3. Waktu penerbitan yang sesungguhnya,

Kitab-Kitab Injil Sebagai Karya Sastera
Masing-masing Injil mempunyai topik sesuai dengan tujuan pengarangnya, dan lengkap dalam arti bahwa telah membawakan seluruh maksud pengarangnya.

MASALAH SINOPTIS
Bagaimanapun, ketiga Injil yang pertama, mempunyai hubungan yang lebih dekat dalam isi serta pengungkapan kata-katanya. Oleh sebab itu kitab Injil ini disebut Sinopis, yang berasal dari kata Yunani syn, "bersama" dan optanomai, melihat". Kitab-kitab ini menangkap kehidupan Kristus dari sudut pandangan yang sama. Keeratan hubungan ini telah menimbulkan suatu pertanyaan, yang disebut masalah Sinoptis, yang pada dasarnya adalah: Bila ketiga Injil sinoptis ini sepenuhnya berdiri sendiri dalam asal maupun perkembangannya, mengapa mereka begitu mirip satu sama lainnya, bahkan di banyak tempat ungkapan lisan dikutip sama persis? Sebaliknya, bila ketiganya memang mempunyai hubungan kepustakaan satu dengan yang lainnya, mengapa mereka mem-bentuk tiga kesaksian yang berdiri sendiri mengenai perbuatan serta ajaran Tuhan Yesus Kristus? Sebagai suatu contoh konkret dari ayat-ayat yang menimbulkan per-soalan ini, kita dapat mengambil peristiwa penyembuhan orang kusta dalam Matius 8:1-4, Markus 1:40-45, dan Lukas 5:12-16. Ada 3 teori yang mungkin bisa menjawab hal ini :
1. Teori tradisi lisan
Menurut Papias, Matius mencatat ajaran Yesus dalam bahasa Aram (dialek bahasa Ibrani), dan setiap orang menafsirkannya semampu mereka. Menurutnya, Markus adalah ahli kitab serta penerjemah Paulus, yang mencatat segala sesuatu yang diingatnya dengan tepat, tetapi tidak selalu menempatkannya dalam susunan peristiwa dan percakapan yang sesuai dengan aslinya. Ireneus (± tahun 170) juga mengikuti jalan pemikiran yang sama, dengan menyebut Injil Lukas sebagai suatu reproduksi dari khotbah-khotbah Paulus.

2. Teori peminjaman timbal balik
Dua di antara kitab-kitab Injil yang ada meminjam dari yang lainnya. Teori semacam ini, bila dapat diterima, akan menyangkal keaslian kedua Injil yang dikatakan telah menyalin dari yang ketiga. Kelemahan yang lain adalah bila Matius menyalin dari Lukas, mengapa banyak urutan peristiwa yang sangat berbeda, atau menghapuskan begitu banyak data yang terdapat dalam tulisan Lukas.
3. Teori sumber dokumen
Teori ini mengatakan bahwa Matius dan Lukas menulis Injil mereka berdasarkan Injil Markus, ditambah sebuah kumpulan Pengembangan lebih lanjut dari teori ini telah dikemukakan oleh Burnett Streeter. la menghubungkan Markus dengan Roma (± tahun 60), "Q" dengan Antiokhia (± tahun 50), dan dokumen "M" (cerita dan ajaran non-Lukas, yang khusus terdapat dalam Matius) dengan Yerusalem (± tahun 65), dan dokumen "L" dengan Kaisarea (± tahun 60), termasuk materi non-Markus dalam Lukas 3, 6, 9-18, 19, 22-24. Dari keempat asal-usul inilah Injil Pertama dan Ketiga berasal, sedang Markus salah satu sumber, berkembang sendiri.
Tidak satu pun teori yang sudah diuraikan secara singkat di sini berhasil memberikan jawaban yang memuaskan mengenai asal usul kitab-kitab Injil. Harus ada lebih banyak bukti sebelum suatu jawaban yang lengkap dapat diberikan bagi semua pertanyaan yang mungkin timbul. Namun, ada beberapa fakta yang nampaknya cukup pasti, yaitu
1. Injil Matius merupakan catatan yang dibuat Matius mengenai pengajaran Yesus, dalam suatu rangka cerita yang sangat mirip dengan Injil Markus kadang-kadang sampai kepada pemilihan kata-katanya.
2. Injil Markus merupakan jalur induk dari kisah pengajaran tentang Yesus. Injil Markus disusun oleh seseorang yang mempunyai hubungan dengan para rasul sejak kelahiran gereja dan ditulis ketika sebagian dari mereka, sekurang-kurangnya, masih hidup.
3. Injil Lukas merupakan catatan bebas dari rekan seperjalanan Paulus, yang menulis pada dekade ketujuh dalam abad yang pertama, dan yang menggabungkan rangka cerita dari khotbah-khotbah apostolik dan hasil pengamatannya sendiri.


Injil Matius
Injil yang pertama menurut tradisi dianggap tulisan Matius Lewi, seorang pemungut cukai yang dipanggil oleh Yesus menjadi salah seorang dari keduabelas muridNya (Matius 9:9-13; 10:3) dapat dikatakan tidak ada lagi yang diketahui mengenai dia kecuali nama dan pekerjaannya. Tempat penulisannya mungkin di Antiokhia dan ditulis sekitar tahun 50 hingga 70. Tema dari Injil Matius dinyatakan pada kata-kata pembukaannya: "Silsilah Yesus Kristus, anakDaud, anak Abraham" (Matius 1:1).
MATIUS: INJIL MESIAS
I. Nubuat Tentang Mesias Diwujudkan
Masa Advent 1:1-4:11
II. Prinsip Dasar Mesias Diberitakan
Kerajaan Allah Mulai Dikabarkan 4:12-7:29
Tantangan untuk Masuk 7:13-14
III. Kekuasaan Mesias diungkapkan
Mukjizat 8:1-11:1 Tantangan untuk Ikut 10:34-39
IV. Rencana Mesias Dijelaskan
Perumpamaan 11:2-13:53
Tantangan untuk Menerima 11:28
Tantangan untuk Memahami 13:51
V. Tujuan Mesias Dinyatakan
Krisis Tentang Salib 13:54-19:2
Tantangan untuk Bersaksi 16:13-15
VI. Kemesiasan Dipermasalahkan
Pertentangan Dengan Pihak Lawan 19:3-26:2
Tantangan untuk Bertobat 23:37-39
VII. Penderitaan Mesias Dijalani
Kematian dan Kebangkitan-Nya 26:3-28:10
VIII. Penutup
Kabar Angin dan Kenyataan 28:11-20
Tantangan untuk Bertindak 28:16-20

Di dalam Injil Matius saja kata-kata ”kerajaan surga”, diulang hingga tiga puluh tiga kali. Lima kali Yesus berbicara mengenai "Kerajaan Allah" (6:33, 12:28; 19:24, 21:31; 21:43). Injil Sinoptis yang lain menggunakan istilah "kerajaan Allah" di banyak tcmpat di mana Matius menggunakan istilah "kerajaan surga." Di dalam daftar ini adalah delapan perumpamaan yang ada dalam kitab Matius:
1. Seorang Penabur 13:1-23
2. Lalang di Antara Gandum 13:24-30, 36-43
3. Biji Sesawi 13:31-32
4. Ragi 13:33
5. Harta Terpendam 13:44
6. Mutiara 13:45-46
7. Pukat 13:47-50
8. TuanRumah 13:51-52
Empat perumpamaan yang pertama ditujukan pada masyarakat dan empat sisanya pada para rasul-Nya. Empat perumpamaan yang pertama menjelaskan tentang kerajaan surga kepada orang banyak. Keempat perumpamaan yang terakhir menyangkut aspek-aspek inti kerajaan: harga yang harus dibayar untuk mcndapatkannya, dua ke-mungkinan yang akan dialami oleh mereka yang mendengar tentang kerajaan surga, dan campuran antara unsur yang lama dan yang baru di dalam ajaran-Nya.
Tujuan dari Injil Matius adalah untuk menunjukkan penggenapan Yesus dari Nazaret sebagai Mesias dalam Perjanjian Lama. Meskipun sifat dari kitab ini sangat berciri Yahudi, ia juga ditulis bagi kepentingan umat kafir, karena perintah-Nya yang terakhir adalah bagi kedua belas rasul untuk menjadikan "semua bangsa" murid-murid-Nya (28:19).
SIFAT-SIFAT KHUSUS
1. Matius adalah Injil Pengajaran
2. Matius adalah Injil Jemaat
3. Matius adalah Injil Raja.


Injil Markus
Menurut tradisi penulisnya adalah Yohanes Markus, keturunan suatu keluarga Kristen di Yerusalem, pembantu dan wakil Paulus, Barnabas, dan mungkin Petrus. la adalah anak Maria, seorang kawan para rasul, yang diceritakan dalam Kisah Para Rasul pasa! 12. Saksi tertua dari Injil Markus pada umumnya menghubungkannya dengan khotbah Petrus di Roma pada dekade ketujuh dalam masa kekristenan. Yohanes Markus selalu bersama-sama dengan Petrus, yang memberikan petunjuk-petunjuk yang diperlukan dalam penulisan. Markus juga menuliskan segala sesuatu tepat seperti apa yang diterima.. Sehingga bisa ada beberapa hal yang mendukung penulisan oleh Yohanes Markus:
1. Markus dibesarkan dalam lingkungan keagamaan Yudaisme.
2. Mungkin ia adalah saksi mata dari beberapa kejadian yang tercatat dalam Injil.
3. la adalah kawan dekat para pcmimpin apostolik dari gereja yang pertama, dan pasti sudah sangat memahami ajaran mereka tentang Yesus, dan tentang "kabar baik" yang mereka beritakan.
4. la sendiri turut mengambil bagian dalam tugas pekabaran itu, dan telah menyaksikan awal berdirinya misi kepada bangsa asing—bukan Yahudi.
Tahun pasti untuk penulisan adalah sebelum tahun 70, dan mungkin disusun pada masa yang sedikit banyak lebih awal. Injil Markus adalah suatu kisah sejarah yang menyajikan suatu gambaran tentang diri dan karya Tuhan Yesus Kristus. Tetapi Injil ini bukanlah semata-mata sebuah riwayat hidup, karena tidak berbicara tentang asal-usul keturunan, latar belakang lingkungan, kelahiran, pendidikan, atau keluarga tokoh utamanya, juga tidak berusaha memberikan keterangan iengkap mengenai tahap tertentu daiam kehidupan Yesus.
Pokok cerita dari Injil ini disarikan dengan baik di dalam ayat pem-bukaannya, "Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah. Yaitu memperkenalkan isi Injil ini dengan tepat Pribadi Yesus Kristus menguasai keseluruhan isi cerita.

I. Persiapan Nazaret 1:2-13
Pratanda Hingga Padang 1:2-8
Baptisan Gurun 1:9-11
Pencobaan 1:12-13
II. Awal Pelayanan
Pengenalan Kekuasaan Pekerjaan 1:14-5:43
Kelanjutan di Galilea Galilea 1:14-2:12
Pengajaran 2:13-4:34
Pelayanan Lebih Lanjut
Kekuasaan Dekapolis 4:35-5:43
III. Pelayanan Penuh
Pertentangan
Ketidakpercayaan Tempat Sunyi 6:7-29
Bahaya Politik
Sambutan Masa Tirus, Sidon 6:30-56
(Istirahat)
Adat Istiadat Dekapolis 7:1-23
Sensasi
(Istirahat) 7:24-8:26
IV. Akhir Pelayanan 6:7-29
Tantangan Pembukaan Rencana Tempat Sembunyi 6:30-56
Allah pada Para Rasul 7:1-23
(Istirahat) Tirus, Sidon 7:24-8:26
Pertanyaan kepada Orang Banyak Dekapolis
V. Akhir Pelayanan
Tantangan Pembukaan Rencana Kaisarea Filipi 8:27-10:31
Allah pada Para Rasul
(Istirahat) 8:27-9:50; 10:1-31
Pertanyaan kepada Orang Banyak Yudea dan Perea 10:32-13:37
VI. Perjalanan Terakhir Kayu Salib (Tempat) Dalam
(Ikhtisar: Topik) Perjalanan ke
Mengajar Para Rasul Yerusalem 10:32-45
Menyembuhkan Orang Sakit Yerikho 10:46-52
Dielu-elukan Ketika Masuk Yerusalem 11:1-11
Ke Yerusalem
Melayani Di Yerusalem 11:12-12:44
Nubuat Tentang Akhir Zaman 13:1-37
VII. Penderitaan: Malapetaka Betania 14:1-15:47
Rencana Komplotan Yerusalem 14:1-2, 10-11
Istirahat Di Betania 14:3-9
Perjamuan Terakhir 14:12-26
Getsemani 14:27-52
Diadili Di Hadapan Kayafas 14:53-65
Penyangkalan Petrus 14:66-72
Di Hadapan Pilatus 15:1-20
Penyaliban 15:21-41
Penguburan
VIII. Kebangkitan
Permulaan Kata-kata 16:1-8
Tambahan 16:9-20

Markus lebih menitikberatkan pada Yesus sebagai Anak Allah, juga hamba Allah. Markus adalah Injil perbuatan. Markus memberikan lebih banyak tempat bagi mukjizat daripada Injil-Injil lainnya, karena mencatat delapan belas dari jumlah keseluruhannya yang kira-kira tiga puluh lima kejadian. Tujuan dari Injil ini yang terutama adalah penginjilan atau penyampaian kabar baik. Yaitu suatu usaha untuk memperkenalkan diri dan karya Yesus kepada masyarakat sebagai suatu kabar baik.

Injil Lukas

Di antara ketiga Injil Sinoptis, Lukaslah yang paling banyak memberikan kctcrangan mengenai asal usulnya sendiri. Dari kata pembuka dalam injil ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, bahwa:
1. Di zaman penulis sudah ada karya-karya lain yang hanya mengisahkan suatu bagian dari kehidupan Yesus atau yang memberikan laporan yang tidak benar tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus.
2. Catatannya sudah mengenai usaha penyusunan yang sistematis atas fakta-fakta yang ada.
3. Fakta-fakta ini sudah dikenal baik di kalangan umat Kristen dan diterima secara terpisah dari berita tertulis yang ada. Lukas mengatakan bahwa fakta-fakta ini "telah terjadi di antara kita.
4. Penulis merasa setidak-tidaknya dirinya mempunyai pengetahuan yang sama banyaknya dan mempunyai kemampuan yang sama baiknya dengan yang lainnya untuk membuat laporan atas tanggung jawabnya sendiri.
5. Keterangan diperoleh berasal dari sumber yang terpercaya.
6. la mengenai baik fakta-fakta itu, baik melalui pengamatan atau penyelidikan, dan tentu saja ia hidup sezaman dengan kegiatan utama dalam kisahnya, dalam arti ia berada dalam satu generasi dengan mereka yang menyaksikannya.
7. Pengetahuan Lukas meliputi semua fakta penting. Injilnya mengandung banyak keterangan yang tidak terdapat dalam Injil lainnya dan yang paling mewakili kehidupan Kristus.
8. la mempunyai kemampuan untuk menulis dengan benar dan dalam urutan yang logis.
9. Tulisan Lukas ini mungkin ditujukan pada seorang pria dari kalangan atas dan nama yang digunakan di sini mungkin adalah nama baptisannya, Teofilus, yang secara harafiah berarti "kekaslh Tuhan" atau "dikasihi Tuhan".
10. Penerima tulisan ini sudah pernah diberi tahu secara lisan tentang Kristus, mungkin dari suatu khotbah yang pernah didengarnya, tetapi ia membutuhkan keterangan lebih lanjut untuk memantapkan pengetahuannya dan memperbesar keyakinannya pada kebenaran.
11. Tujuan Lukas yang sesungguhnya adalah untuk mcmbcri kawan-nya ini pengetahuan yang lengkap tentang kebenaran.

Jati diri penulis bergantung dari hubungan antara Injil Ketiga ini dengan Kisah Para Rasul. Bila Injil Lukas dan Kisah Para Rasul ditulis oleh orang yang sama. Dipercaya Lukas adalah penulisnya. Ada beberapa bukti internal yang mendukung kesimpulan ini. Penulis memiliki kemampuan menulis yang tinggi dan mungkin juga memiliki pendidikan yang tinggi. Tradisi eksternal juga mendukung kesimpulan yang mengatakan bahwa Lukas, tabib dan rekan Paulus, adalah penulis Injil yang ketiga. Ada dua batas waktu yang menandai perkiraan masa penulisan Injil Lukas, yaitu sebelum Kisah Para Rasul dan setelah perkembangan agama Kristen sampai kepada saat ketika ia mulai menarik minat orang asing seperti Teofilus. Mungkin tahun 60 dapat dijadikan sebagai patokan. Tidak ada petunjuk di dalam Injil ini tentang tempat penulisannya. Mungkin ia ditulis di luar Palestina, meskipun ada kemungkinan ia disusun di Kaisarea. Materi Tnjil Lukas disusun di sekitar konsep utama tentang Yesus sebagai seorang manusia yang menjalani kehidupan Anak Manusia yang sempurna dan terhormat melalui kekuasaan Roh Kudus. Perkembangan dari konsep ini berakar dari Lukas 2:11, di mana sang bayi dinyatakan sebagai "Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan." Lukas bermaksud memberikan suatu pengajaran yang benar kepada Teofilus untuk meluruskan ajaran yang selama ini sudah diterimanya.

LUKAS: INJIL PENYELAMAT UMAX MANUSIA
I. Kata Pembuka 1:1-4
II. Persiapan bagi Sang Juruselamat 1:5-2:52
Pewartaan Kabar Gembira 1:5-56
Kelahiran Yohanes 1:57-80
Kelahiran dan Masa Kecil Yesus 2:1-52
III. Perkenalan Sang Juruselamat 3:1-4:15
Pelayanan Yohanes 3:1 -20
Pembaptisan 3:21-22
Silsilah 3:23-38
Pencobaan 4:1-13
Kembali ke Galilea 4:14-15
IV. Pelayanan Sang Juruselamat 4:16-9:50
Pernyataan Tujuan-Nya 4:16-44
Perwujudan Kekuasaan-Nya 5:1-6:11
Penunjukan Para Pembantu-Nya 6:12-19
Pernyalaan Prinsip Ajaran-Nya 6:20-49
Pelayanan Belas Kasih-Nya 7:1-9:17
Pemberitahuan tentang Penyaliban 9:18-50
V. Misi Sang Juruselamat 9:51-18:30
Tantangan Masyarakat 9:51-62
Penunjukan Ketujuh Puluh Murid 10:1-24
Pengajaran tentang Kerajaan Allah 10:25-13:21
Timbulnya Pertentangan Masyarakat 13:22-16:31
Nasihat kepada Para Murid 17:1-18:30
VI. Kesengsaraan Sang Juruselamat 18:31-23:56
Peristiwa-Peristiwa Dalam Perjalanan 18:31-19:27
ke Yerusalem
Kedatangan di Yerusalem 19:28-44
Pertentangan di Yerusalem 19:45-21:4
Ramaian Tentang Yerusalem 21:5-38
Perjamuan Malam Terakhir 22:1-38
Pengkhiauatan 22:39-53
Penangkapan dan Pengadilan 22:54-23:25
Penyaliban 23:26-49
Penguburan 23:50-56
VII. Kebangkitan Sang Juruselamat 24:1-53
Kubur yang Kosong 24:1-12
Penampakan di Emaus 24:13-35
Penampakan kepada Para murid 24:36-43
Pengutusan-Amanat Agung 24:44-49
Kenaikan 24:50-53

Seperti Injil-lnjil lain-nya, Lukas meletakkan dasar teologi, bukan mengembangkannya sebagai subjek, tetapi doktrin tentang diri Kristus, serta sifat dan makna per-tobatan, keselamatan, dosa, pcmbenaran, penebusan, dan lain-lainnya cukup jelas bagi pembaca. Ajaran tentang Roh Kudus juga mendapat tempat tersendiri.


Injil Yohanes

Injil Yohanes adalah yang paling berbeda dan mungkin yang paling berharga di antara keempat Injil kanonik. Percakapan pribadi jauh lebih banyak, dan hubungan pribadi Yesus lebih ditekankan daripada hubungan umum-Nya dengan masyarakat. Injil ini sangat bercorak teologis, dan terutama mem-bahas sifat-sifat pribadi Yesus serta makna iman kcpada-Nya.
Menurut tradisi ia ditulis oleh Yohanes anak Zebedeus, ada beberapa bukti tentang penulis dari Injil Yohanes : Yang pertama, ia adalah seorang Yahudi yang sudah terbiasa berpikir dalam bahasa Aram, meskipun Injil ini ditulis dalam bahasa Yunani. Perkiraan waktu penulisan Injil keempat sangat bervariasi berkisar antara tahun 40 hingga 140, bahkan lebih belakangan daripada itu.
Ada tiga kata yang menonjol dalam uraian yang singkat ini: tanda, percaya, hidup. Kata yang pertama mengandung petunjuk tentang susunan Injil ini di seputar sekumpulan mukjizat yaitu Mengubah Air Menjadi Anggur, Menyembuhkan Anak Pegawai Istana, Menyembuhkan Orang Sakit di Betesda, Memberi makan Lima Ribu, Orang Berjalan di Atas Air, Menyembuhkan Orang Buta, Membangkitkan Lazarus.
Kata kedua, percaya, mengartikan percaya pada Kristus sebagai menerima Dia (1:12),
men-jadikan-Nya bagian dari kehidupan kita. Karena diyakinkan oleh tanda-tanda, yang merupakan bukti dari kekuasaan pribadi Yesus, maka iman orang-orang yang percaya makin diperteguh.
Kata penting yang ketiga di dalam Injil ini adalah hidup; adalah rangkuman dari segala sesuatu yang dikaruniakan kepada orang yang percaya melalui penebusan-Nya.

I. KataPembuka 1:1-18
Tema Dinyatakan: Percaya
II. Periode Renungan 1:19-4:54
Penyajian Objek Kepercayaan
Kesaksian Yohanes 1: i 9-51
Kesaksian Pekerjaan Yesus 2:1-22
Kesaksian Perkataan Yesus 2:23-4:54
III. Periode Perdebatan 5:1-6:71
Perkara Orang yang Percaya dan
yang Tidak Percaya
Dinyatakan dalam Perbuatan 5:1-18
Dinyatakan dalam Argumentasi 5:19-47
Dinyatakan daJam Peragaan 6:1-21
Dinyatakan dalam Ajaran 6:22-71 IV.
IV. Periode Pertentangan 7:1-11:53
Bentrokan Antara Percaya dan Tidak Percaya
Pertentangan Dijelaskan 7:1-8:59
-Dengan Sanak Keluarga Yesus 7:1-9
-Dengan Orang Banyak 7:10-52
-Wanita yang berzinah 7:53-8:11
-Dengan Kaum Farisi dan Orang Yahudi 8:12-59
Pertentangan Digambarkan 9:1-11:53
-Dalam Peristiwa Orang Buta 9:1-41
-Dalam Ajaran Gembala yang Baik 10:1-21
-Dalam Argumentasi 10:22-42
-Dalam Kebangkitan Lazarus 11:1-53
V. Periode Genting 11:54-12:36
Pernyataan Tentang Percaya dan Tidak percaya
VI. Periode Pertemuan 12:36b-17:26
Peneguhan Iman
Peralihan 12:36b-13:30
Pertemuan dengan Para Murid 13:31-16:33
Pertemuan dengan Bapa 17:1 -26
VII. Periode Pelaksanaan 18:1-20:31
Kemenangan Atas Ketidakpercayaan
Pengkhianatan 18:1 -27
Pengadilan di Hadapan Pilatus 18:28-19:16
Penyaliban 19:17-37
Penguburan 19:38-42
Kebangkitan 20:1-29
VIII. KataPenutup 21:1-25
Tanggung jawab kepercayaan

Kata Pembuka (1:1-18) dimulai dengan menggunakan istilah Firman untuk memperkenalkan diri Kristus. Kristus adalah orang Yahudi; Tuhan bukan orang Yahudi; Yesus adalah manusia; tetapi Firman atau Logos mengandung arti filsafat. Pemyataan Yesus terdiri dari tujuh pokok AKU-LAH,
1. Roti hidup 6:35
2. Terang dunia 8:12; 9:5
3. Pintu (bagi domba-domba) 10:7
4. Gembala yang baik 10:11, 14
5. Kebangkitan dan hidup 11:25
6. Jalan, dan kebenaran, dan hidup 14:6
7. Pokok anggur yang benar 15:1

Seperti telah dinyatakan sebelumnya, tujuan dari Injil ini adalah untuk mempertahankan suatu keyakinan (apologetic). Semua Injil memang dimaksudkan untuk menanamkan keyakinan pada mereka yang membaca atau mendengar orang membacakannya untuk mereka. Ada kemungkinan bahwa Injil Yohanes sengaja ditulis untuk melengkapi bcrita tentang kehidupan dan pekerjaan Yesus yang sudah ada pada masa itu dan yang sudah dinyatakan secara tertulis dalam Injil-Injil Sinoptis. Satu keunikan Injil Yohanes adalah pengembangan tokoh pelakunya dalam gambaran yang terpisah-pisah di dalam keseluruhan kisah. Niko-demus (Yohanes 3:1-15; 7:50-52; 19:39), Filipus (1:43-46; 6:5-7; 14:8-11), Tomas (11:16; 14:5-6, 20:24-29), Maria dan Marta (11:1-40; 12:2-8), Maria ibu Yesus (2:1-5; 19:26-27).

KEHIDUPAN YESUS
Karena data-data yang diberikan oleh keempat Injil tidak lengkap dipandang dari suatu pengamatan yang sempurna, suatu riwayat hidup yang lengkap tentang Yesus tidak dapat disusun. Di antara keempatnya, mungkin Lukas adalah yang paling memadai, tetapi ia tidak memasukkan masa awal pelayanan Yesus di Yudea, yang dikisahkan oleh Yohanes. Hanya Lukas yang memberikan sekilas ulasan mengenai masa muda Yesus, sebagian terbesar dari masa tiga puluh tahun dalam hidup-Nya berlalu tanpa catatan. Hanya Yohanes yang mengikuti suatu skema yang pasti menurut susunan waktu dan yang dapat ditelusuri dari catatan tentang pesta-pesta yang dihadiri Yesus; dan salah satu di antaranya agak samar-samar (Yohanes 5:1). Kitab-kitab Injil lebih mementingkan penggambaran seorang pribadi daripada penulisan sebuah cerita. Yang penting bukanlah kelengkapan atau susunan catatannya melainkan maknanya. Kehidupan aktif Tuhan Yesus dilakukan dalam wawasan Palestina, suatu wilayah yang luasnya tidak lebih dari 10.000 mil persegi. Dalam uraian Markus tentang kegiatan Tuhan Yesus Kristus terdapat empat belas penyebutan tentang fakta-fakta bahwa la mengajar orang banyak dan murid-murid-Nya. Lukas dan Matius juga banyak berbicara tentang pekerjaan mengajar-Nya. Mengajar adalah kesukaan-Nya; dan bahwa murid-murid-Nya mampu mengingat kata-kata-Nya serta me-nyampaikannya kepada orang lain menjadi bukti dari keberhasilan usaha-Nya. Metode mengajar yang diterapkan Yesus tidak sepenuhnya baru. Metode mengajar yang paling membuat-Nya terkenal adalah perumpamaan. Perumpamaan adalah perluasan dari metafora, penggambaran suatu kebenaran rohani melalui suatu uraian tentang peristiwa atau ke-adaan yang lazim terjadi.
Metode kedua yang digunakan Yesus adalah epigram suatu kalimat pendek yang tajam yang akan membekas dalam ingatan pendengarnya seperti tusukan anak panah. Adakalanya Yesus menggunakan argumentasi dalam ajaran-Nya, tetapi la selalu mengambil dasar dari Kitab Suci bukan berdasarkan kesim-pulan atau dugaan abstrak. Metode lain yang disukai Sang Guru adalah pertanyaan dan jawaban. Dalam bebcrapa kesempatan la mengajar dengan contoh.

CATATAN PERISTIWA: KISAH PARA RASUL
Kisah Para Rasul bukanlah suatu unit tersendiri, karena jelas bahwa ia ditulis sebagai kelanjutan dari Injil Lukas. Penulis berbicara tentang "bukuku yang pertama" (Kisah 1:1), dan menunjukkan tulisannya pada Teofilus. Kisah Para Rasul dapat dibagi menjadi lima bagian utama:
I. Pembukaan
II. Tempat Asal Gereja: Yerusalem
III. Masa Pcralihan: Samaria
IV. Perluasan kepada Orang Bukan Yahudi
Misi Paulus: Aatiokhia dan Kekaisaran Romawi
V. Penahanan dan Fembelaan Paulus: Kaisarea dan Roma

Ikhtisar Kisah Para Rasul dapat juga dibuat berdasarkan catatan perkembangannya. Dalam 2:47; 5:14; 6:7; 9:31; 12:24; 16:5; dan 19:20 tercatat pertumbuhan jurnlah serta peningkatan mutu kehidupan rohani umat Kristcn, yang menunjukkan bahwa Kisah Para Rasul menaruh perhatian pada perkembangan yang progresif dari agama Kristen. Pada bagian terakhir dari buku ini, dari 19:20 sampai selesai, tekanannya lebih bersifat pribadi daripada umum. la menekankan pcrisliwa-peristiwa dalam kehidupan Paulus sebagai scorang pribadi bukan gereja sebagai suatu lembaga.
Petrus lebih banyak bekerja di Yerusalem; Paulus di dunia di luar Yahudi. Bila yang seorang adalah pendukung gereja yang pertama di Yerusalem, yang lainnya adalah pendiri gereja-gereja yang pertama bagi gereja orang bukan Yahudi. Namun, tidak nampak tanda-tanda pertentangan di antara keduanya, dan tidak ada batasan pada kelompok pendengar yang mereka tuju. Petrus memberitakan Injil di rumah Kornelius yang orang bukan Yahudi, dan Paulus berbicara kepada orang-orang Yahudi setiap ada kesempatan.

DASAR GEREJA: KISAH PARA RASUL 1:1 HINGGA 8:3
Periode pertama dalam sejarah gereja mula-mula dapat disebut sebagai periode pendirian. Hari lahir gereja adalah Pentakosta. Kesebelas rasul, Maria ibu Yesus, saudara-saudaranya, dan beberapa orang wanita yang selalu mengikuti Dia, serta banyak orang percaya lainnya, yang semuanya berjumlah seratus dua puluh orang, berkumpul bersama untuk berdoa sesuai dengan perintah Kristus.

Organisasi dan Para Pemimpin
Gereja yang mula-mula di Yerusalem bukanlah suatu badan yang sangat teratur, yang mempunyai sistem perbendaharaan dan menganut sistem kepemimpinan yang ketat. Para Rasul dipandang sebagai pemimpin karena fungsinya sebagai pengkhotbah dan pengajar, tetapi sistem pemerintahan di dalam gereja pada umumnya adalah demokratis. Para pemimpin pada masa-masa awal itu adalah Petrus, Yohanes, dan Stefanus.

PERMULAAN PERSERAKAN
Karena kematian Stefanus yang mengerikan dan karena tindakan keras yang diambil oleh para pemimpin Yahudi untuk menindas gerakan yang baru ini, sebagian besar umat Kristen di Yerusalem berpencar-pencar meninggalkan kota itu dan menetap di sekitar Samaria dan Yudea.

KHOTBAH DI SAMARIA
Oleh karena pengajaran Filipus di antara orang Samaria merupakan suatu tindakan yang mengejutkan bagi seorang Yahudi. Ini menunjukkan bahwa ia mempunyai suatu kemampuan untuk melihat ke-mungkinan untuk menyampaikan pesan-pesannya kepada orang-orang di luar bangsanya sendiri. Tanggapan mereka sungguh menakjubkan. Orang-orang Samaria membuang kepercayaan takhyul dan percaya dalam Kristus.

PERTOBATAN PAULUS
Pelayanan Filipus menggambarkan jangkauan gereja ke pelbagai lokasi dan kelompok masyarakat; pertobatan Saulus dari Tarsus melahirkan seorang pemimpin baru. Setelah karya Yesus scndiri, mungkin pertobatan Saulus adalah peristiwa yang terpenting dalam sejarah agama Kristen. Pelayanan Paulus segera dimulai di Damsyik. Dalam Galatia dikatakan bahwa ia mengunjungi Arab pada masa itu (Galatia 1:17). Mungkin itu dilakukannya sesudah kesaksiannya yang pertama di sinagoge-sinagoge (Kisah 9:22) dan sebelum keberangkatannya yang terakhir dari Damsyik (9:23-25).

M1S1KEPADA BANGSA-BANGSA LAIN
Pada tahun 46 atau sekitamya gereja di Antiokhia telah tumbuh menjadi suatu kelompok yang mantap dan aktif. Ketika mereka sedang menjalankan ibadah sebagaimana biasanya, datanglah panggilan untuk meng-"khususkan Barnabas dan Saulus" (13:2) untuk melakukan suatu tugas khusus. Untuk menaati perintah Roh Kudus, gereja mengkhususkan kedua orang ini untuk menjalankan tugas yang baru dan mengutus mereka untuk menjalankan misinya.

SURAT YAKOBUS
Surat Yakobus menurut tradisi dianggap tulisan Yakobus, saudara Tuhan, yang menjadi pemimpin sidang. Bila Yakobus adalah saudara Yesus yang disebutkan di dalam Injil (Markus 6:3), hubungan mereka pun masih perlu diperjelas lagi. Apakah Yakobus adalah anak Yusuf dari pernikahannya yang terdahulu, yang berarti bahwa ia adalah seorang saudara tiri, atau apakah ia saudara seibu, anak Yusuf dan Maria, atau kata "saudara" di sini digunakan secara bebas sebagai "saudara sepupu"? Ketiga teori telah diajukan pada waktu yang berbeda-beda, dan biasanya teori yang pertama dan ketiga didukung oleh mereka yang membela keperawanan Maria. Rupanya yang ketiga adalah yang paling kurang dapat diterima, karena penyebutan tentang saudara laki-laki dan perempuan Yesus (Markus-6;3; Matius 13:55, Yohanes 2:12; 7:3, 19).
Tidak ada petunjuk bahwa Yakobus menentang prinsip pengajaran Paulus. Menurut Kitab Galatia ia mengulurkan tangan tanda persekutuan kepada Paulus (Galatia 2:9-10), dan dalam Kisah Para Rasul ting'kah lakunya pun tidak menunjukkan tanda-tanda perlawanan. Surat Yakobus sulit untuk dibuatkan ikhtisar karena banyaknya topik yang dibahas di dalamnya, dan karena topik-topik ini nampaknya tidak mengikuti pola yang pasti. Bagaimanapun juga ada suatu kerangka dasar dalam kitab Yakobus yang secara umum sesuai dengan susunan tema di bawah ini.

YAKOBUS: NORMA-NORMA HIDUP YANG BENAR
I. Ucapan salam 1:1
II. Sifat Agama yang Benar 1:2-27
Stabilitas 1:2-11
Ketahanan 1:12-18
Perbuatan 1:19-27
III. Sifat Iman yang Benar 2:1-3:12
Tidak AdaDiskriminasi 2:1-13
Dibuktikan dengan Perbuatan 2:14-26
Tidak Suka Menghakimi Orang Lain 3:1-12
IV. Sifat Hikmat yang Benar 3:13-5:18
Penj el asan Hikmat 3:13-18
Hikmat dalam Kehidupan Rohani 4:1-10
Hikmat dalam Hubungan Hukum 4:11-12
Hikmat dalam Rencana Perdagangan 4:13-17
Hikmat dalam Hubungan Perburuhan 5:1-6
Hikmat dalam MenanUkan Tuhan 5:7-11
Hikmat dalam Berfcata-kata 5:12
Hikmat dalam Menderita 5:13-18
V. KataPenutup: Tujuan Kebijaksaan
Suatu Kesaksian yang Berhasil 5:19-20

Suatu ayat dalam pasal yang kedua dari kitab Yakobus, yang berbunyi, "kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman" (2:24), telah membingungkan banyak orang. Sesungguhnya Yakobus bukannya menentang iman, tetapi ia mengecam kemunafikan mereka yang berpura-pura memiliki iman tanpa menunjukkannya dalam perbuatan. "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dart per-buatan-perbuatanku"(2:18).




SURAT PAULUS KEPADA JEMAAT DI GALATIA

Tulisan kedua yang muncul akibat perdebatan umum tentang pemeliharaan hukum Taurat adalah surat kiriman Paulus kepada jemaat di Galatia. Kitab Galatia ditulis oleh seorang pembela kebebasan yang berpendapat bahwa baik Yahudi maupun bukan tidak akan dapat dibebaskan dari dosa atas usahanya sendiri dengan memelihara suatu norma etika. Ada 2 teori tentang kitab ini :
a. Teori Galatia Utara
b. Teori Galatia Selatan
Kitab Yakobus dan Galatia melukiskan dua aspek keyakinan kristen yang sejak semula seolah-olah sudah bertentangan, meskipun pada kenyataannya saling melengkapi.

Pembukaan: 1:1-9
Salam Dasar Kebebasan 1:1-5
Peristiwa khusus: Tantangan Terfaadap Kebebasan 1:6-9
I. Argumentasi dari Riwayat Hidup Pribadi:
Suatu pemyataan Kemerdekaan 1:10-2:21
Kemerdekaan dari Ajaran Manusia 1:10-17
Kemerdekaan dari Jemaat-Jemaat Yudea 1:18-24
Kemerdekaan dari Saudara-Saudara Bangsa Yahudi 2:1-10
Kemerdekaan dari Tekanan Apostolik 2:11-18
Kemerdekaan dari Keinginan-Kemgirj an Pribadi 2:19-21
II. Argumentasi Teologis: Kesia-siaan Hukum 3:1-4:31
Dari Pengalaman Pribadi 3:1-5
Dari Ajaran Perjanjian Lama 3:6-14
Dari Pengutamaan Janji 3:15-22
Dari Kelebihan Iman yang Dewasa 3:23-4:7
Dari Bahaya Reaksi 4:8-11
Dari Perbedaan Tujuan 4:12-20
Dari Perbedaan Antara Perhambaan dan Kemerdekaan 4:21-31
III. Argumentasi Praktis: Akibat Kebebasan 5:1-6:10
Pernyataan Pembuka 5:1
Konsekucnsi Hukum 5:2-12
Defmisi Kebebasan 5:13-15
Praktek Perseorangan 5:16-24
Praktek Sosial 5:25-6:10
Penutup 6:11-18
Tujuan Kebebasan: Kayu Salib 6:11-16
Harga Kebebasan: Penderitaan 6:17
Berkat Kebebasan 6:18
MISI KEDUA KE ASIA KECIL

Ekspedisi ini diberangkatkan dalam tahun 49, setelah diselingi pengajaran di Antiokhia, Terjadi suatu peristiwa yang luar biasa. Paulus bertemu dengan Timotius, seorang pemuda yang percaya, yang beribukan seorang Yahudi dan berayahkan seorang Yunani.

SURAT PAULUS KEPADA JEMAAT di TESALONIKA I TESALONIKA
Meskipun secara kronologis surat ini termasuk kepada periode pelayanan Paulus di Korintus sekitar tahun 51, mereka disebut demikian karena hubungannya dengan jemaat di Tesalonika.

I TESALONIKA: PERTUMBUHAN SUATU JEMAAT BARU
I. Ucapan Salam 1:1
II. Keadaan Jemaat 1:2-10
Sifat Jemaat 1:3
Pemilihan Jemaat 1:4-7
Reputasi Jemaat 1:8-10
III. Hubungan Apostolik dengan Jemaat 2:1-3:13
Pembinaan Paulus alas Jemaat 2:1-12
Penerimaan Paulus oleh Jemaat 2:13-16
Keprihatinan Paulus bagi Jemaat 2:17-3:10
Doa Paulus bagi Jemaat 3:11-13
IV. Persoalan di Dalam Jemaat 4:1 -5:11
Persoalan Moralitas Seksual 4:1-8
Persoalan Tingkah Laku Sosial 4:9-12
Persoalan tentang Kemalian 4:13-18
Persoalan tentang Zaman dan Masa 5:1-11
V. Penutup: Nasihat dan Salam 5:12-28

Persoalan di dalam surat ini sangat berbeda dengan yang disebutkan di dalam Galatia. Secara umum ia mencerminkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh bangsa-bangsa lain yang menjadi percaya, bukan orang-orang Yahudi yang percaya.




II TESALONIKA
Surat yang kedua bagi jemaat di Tesalonika ini ditulis untuk menghilangkan kesalahpahaman di antara mereka bahwa "hari Tuhan telah tiba" (II Tesalonika 2:2). Rupanya karena terlalu bersemangatnya Paulus mengajarkan doktrin itu hingga ada yang salah menafsirkan ajaran atau gambaran yang terkandung di dalam suratnya.

II TESALON1KA: PENGHARAPAN GEREJA
I. Ucapan Salam 1:1-2
II. Pengharapan dalam Penindasan 1:3-12
Ucapan Syukur bagi Pertumbuhannya 1:3-4
Penjelasan Tujuan 1:5
Pengharapan akan Hasil 1:6-10 '
Doa 1:11-12
III. Penjelasan Kejadian-Kejadian 2:1-17
Kegelisahan Ditenteramkan 2:1-2
Kemurtadan Diramalkan 2:3-7
Antikristus Dinyatakan 2:8-12
Iman Dikuatkan 2:13-17
IV. Nasihat untuk Bersiap-siap 3:1-15
Untuk Berdoa 3:1-5
Untuk Bertekun 3:6-15
V. Berkat dan Salam 3:16-18

Tesalonika yang pertama dan yang kedua termasuk di antara tulisan-tulisan Paulus yang pertama. Mereka menunjukkan bukti-bukti bahwa berita yang diajarkan oleh Paulus samasekali bukanlah hal yang bam, melainkan sudah merupakan suatu bentuk kepercayaan yang telah diterima selama beberapa lama.

I KORTNTUS
Tanggapan terhadap surat yang pertama sangat tidak memuaskan. Apolos dan Kefas sudah pindah ke tempat lainnya, dan jemaat ini menjadi kacau karena kekurangan pemimpin. Sebagai jawabannya Paulus menulis 1 Korintus. 1 Korintus adalah yang paling bervariasi dalam isi maupun gayanya di antara surat-surat Paulus yang lainnya. Topik pembicaraannya berkisar dari perpecahan di dalam jemaat hingga keuangan dan dari tata krama gereja hingga kebangkitan.

KORINTUS: PERSOALAN-PERSOALAN DI DALAM GEREJA
I. Ucapan Salam 1:1-9
II. Jawaban atas Laporan dari "Keluarga Kloe" 1:10-6:20
Perpecahan dalam Jemaat 1:10-3:23
Pembelaan Paulus tentaog Pelayanannya 4:1-21
Kecaman tentang Perilaku Amoral 5:1-13
Kecaman tentang Pengadilan di antara Jemaat 6:1-11
Jawaban Terhadap Kebebasan 6:12-20
III. Jawaban atas Pertanyaan-Pertanyaan dalam
Surat yang Diterima Paulus 7:1-16:9
Perkawinan 7:1-24
Hidup Selibat 7:25-40
Persembahan Terhadap Berhala 8:1-11:1
Ditinjau dari Sudut Berhala 8:1-13
Ditinjau dari Sudut Kebebasan 9:1-27
Ditinjau dari Sudut Hubungan dengan Tuhan 10:1-22
Dilinjau dari Hubungan dengan Sesama 10:23-11:1
Persoalan Ibadat 11:2-34
TutupKepala 11:2-16
Perjamuan Kudus 11:17:34
Karunia Robani 12:1-14:40
Kebangkitan Tubuh 15:1-58
Pengumpulan Dana 16:1-9
IV. SalamPenutup 16:10-24

I Korintus disampaikan kepada pembacanya oleh Timotius (16:10).


II KORINTUS
Isi II Korintus telah dibahas sebagian di atas. Surat ini berbeda dengan I Korintus karena lebih banyak menangani persoalan-persoalan pribadi daripada ajaran doktrinal atau peraturan hukum gereja.
. TIKORTNTUS: SURAT TENTANG PELAYANAN PAULUS
I SalamPembuka 1:1-2
II Penjelasan tentang Perilaku Pribadi 1:3-2:13
III Pembelaan Pelayanan Paulus 2:14-7:4
Sifat Pelayanannya 2:14-3:18
Ketulusan Pelayanannya 4:1-6
Kegigihan Pelayanannya 4:7-15
Masa Depan Pelayanannya 4:16-5:10
Kesadaran Pelayanannya 5:11-19
Contoh Pelayanannya 5:20-6:10
Himbauan Pelayanannya 6:11-7:4
IV Komentar tentang Pengaruh dari Suratnya 7:5-16
V Karunia Memberi 8:1-9:15
VI Pembelaan Pribadi 10:1-12:13
VII Persiapan Kunjungan 12:14-13:10
VIII Salam Penutup 13:11-14
II Korintus memberikan pengertian yang mendalam tentang jalan kehidupan Paulus yang tidak diberikan oleh surat-surat lainnya.

MISI YANG DIRENCANAKAN : Roma
Paulus telah merencanakan kepulangannya ke Yerusalem hanya sebagai selingan dalam misinya yang lebih besar. la sudah menyusun rencana untuk suatu tujuan yang lebih luas daripada kota-kota yang telah diinjilinya sebelum ini. Roma menghimbau dirinya karena ia adalah seorang warga negara Roma. Bila ia dapat menguasai Roma dengan Injil, maka dengan mudah Injil akan tersebar ke seluruh pelosok negaranya, karena semua jalan raya menuju ke Roma. Kitab Roma ditulis sebagai ganti bertatap muka langsung secara pribadi dan sebagai persiapan untuk menjadikan jemaat Roma sebagai pusat pelayanan seperti Antiokhia, Efesus, Filipi, dan kota-kota lain di mana Paulus pernah bekerja. Oleh karenanya, dalam Roma Paulus tidak terlalu menekankan perbaikan kesalahan seperti dalam Korintus, tetapi pengajaran tcntang kebenaran. Tema utama dari Roma adalah pernyataan kebenaran Tuhan kepada manusia, dan penerapannya pada kebutuhan rohani manusia.
ROMA: INJIL TENTANG PEMBENARAN ALLAH
I. KataPembuka 1:1-17
SalamPembuka 1:1-7
Penulis 1:1-5
Pembaca yang Dituju 1:6-7a
Salam l:7b
Alasan 1:8-15
Tema 1:16-17
II. Kebutuhan akan Pembenaran nahi 1:18-3:20
Kefasikan Bangsa-Bangsa Lain 1:18-32
Kebinasaan bagi yang Menghakinii 2:1-16
Dilema Bangsa Yahudi 2:17-3:8
Hukuman bagi Semua Orang 3:9-20
III. Perwujudan Pembenaran nahi 3:21-8:39
Jalan Menuju Pembenaran: Iman 3:21-31
Dasar Pembenaran: Janji 4:1-25
Hasil Pembenaran 5:1-21
Beberapa Aspek Pembenaran Praktis 6:1-7:25
Akibat Pembenaran: Hidup oleh Roh 8:1-39
IV. Hubungan antara Pembenaran dan
Bangsa Yahudi 9:1-11:36
Pilihan alas Israel 9:1-33
Keselamatan Israel 10:1-21
Kegagalan Israel 11:1-36
V. Penerapan Pembenaran pada 12:1-15:13
Kehidupan Gereja
Himbauan untuk Menguduskan Diri 12:1-2
Pemanfaatan Karunia 12:3-8
Hubungan Pribadi 12:9-21
Hubungan Politik 13:1-7
Hubungan Masyarakat 13:8-14
Hubungan Persaudaraan 14:1-15:13
VI. Kesimpulan 15:14-33
Rencana Pribadi 15:14-29
Permintaan untuk Berdoa 15:30-33
VII. Kata-Kata Tambahan 16:1-27
Salam 16:1-24
Berkat 16:25-27

Kitab Roma telah lama menjadi sandaran utama teologi Kristen. Kebanyakan dari istilah-istilah teknisnya, seperti pembcnaran, diperhi-tungkan, menjadikan (anak Allah) adopsi, disucikan, diambil dari kosa kata surat ini, dan kerangka argumentasinya menjadi dasar pemikiran Kristen.

AKHIR PERJALANAN PAULUS
Tidak ada peristiwa penting dalam sisa pelayaran selanjutnya kecuali bahwa Paulus berkali-kali diingatkan untuk tidak memasuki Yerusalem (21:4, 10-11). Dengan kunjungan ke Yerusalem ini berakhirlah masa yang paling aktif dalam karier misi Paulus. Dalam waktu kurang dari sepuluh tahun ia telah memenangkan kemerdekaan bangsa-bangsa lain yang percaya dari beban hukum Taurat.
YERUSALEM
Dalam pemeriksaan dan pengadilan yang dilangsungkan kemudian, ada dua kenyataan yang dapat diperoleh: kebersihan Paulus dari motif-motif politik dan kriminal, serta kewarganegaraan Romanya. Periode di mana Paulus terpaksa harus menghentikan kegiatannya ini bukannya tanpa hasil samasekali. Bahkan di Yerusalem Paulus tidak dilarang untuk tctap berhubungan dengan dunia luar (23:16), dan di Roma ia tinggal di rumah sewaannya sendiri di mana ia tctap dapat melayani siapa saja yang datang kcpadanya (28:30-31).

SURAT-SURAT PAULUS
Keempat surat Paulus yang ditulis dari dalam penjara, Filipi, Kolose, Efesus, dan Filemon adalah hasil dari periode ini dari tahun 56 atau 57 hingga tahun 60 atau 61.


FILEMON

Filemon ditulis pada waktu dan situasi yang sama dengan Efesus dan Kolose. Onesimus, budak Filemon, seorang pengusaha dari Kolose, telah melarikan sebagian harta majikannya ke Roma dan menyembunyikan diri di tengah keramaian kota besar itu. Karena Paulus merasa bahwa ia harus meluruskan kesalahan yang telah diperbuat Onesimus, ia mengirimnya kembali kepada bekas majikannya dengan membawa surat ini, yang rnenghimbaunya untuk menerima dan memaafkan Onesimus kembali. Meskipun surat ini lebih bersifat pribadi daripada teologis, ia mengandung gambaran yang paling sempurna dalam seluruh Perjanjian Baru tentang makna pcngampunan.
I. Ucapan Salam: kepada Keluarga Filemon 1-3
II. Persahabatan 4-7
III. Permohonan 8-20
IV. Salam Perpisahan 21-25



EFESUS

Karena Paulus merasa perlu untuk menulis kepada Filemon dan mengirimkan sebuah surat ke Asia, maka terbukalah kesempatan untuk menulis surat-surat lainnya. Efesus, sebagai .sebuah surat edaran umum yang harus diedarkan sampai ke jemaat di Efesus, dan Kolose, yang merupakan suatu komunikasi langsung dengan jemaat di Kolose, ditulis sekitar waktu itu, mungkin tahun 60 atau 61.

EFESUS: SURAT TENTANG GEREJA
I. KataPembuka 1:1-2
II. Susunan Kekuatan Gereja 1:3-14
Oleh Bapa 1:3-6
Di Dalam Putra 1:6-12
Melalui Roh 1:13-14
III. Kesadaran Gereja: Doa 1:15-23
Pengharapan Dalam Panggilan Warisan Kemuliaan bagi
Orang-Orang Kudus Kebesaran Kuasa-Nya Pimpinan Kristus
IV. Pembentukan Gereja 2:1-10
Unsur Orang-Orang Durhaka Sarana:
Oleh Karunia Tujuan: Pekerjaan Baik
V. Kerukunan Gereja 2:11 -22
Persatuan antara Yahudi dan Bukan Yahudi di Dalam Kristus
VI. Panggilan Gereja 3:1-21
Untuk Mengungkapkan Kebijaksanaan Allah 3:1-13
Untuk Mengalami Kepenuhan Allah: Doa 3:14-21
VII. Penyelenggaraan Gereja 4:1-6:9
Pelayanannya: Rupa-rupa Karunia Dalam Satu Tubuh 4:1-16
Standar Moralitasnya 4:17-5:14
Perilakunya Terhadap Dunia 5:15-21
Norma-Norma Dalam Keluarga 5:22-6:9
VIII. Pertentangan di Dalam Gereja 6:10-20 DC.
Penutup 6:21-24







KOLOSE

KOLOSE: KEUNGGULAN KRTSTUS
I. Ucapan Salam 1:1-2
II. Keutamaan Kristus dalam Hubungan Pribadi 1:3-2:1
Dalam Hubungan Pribadi 1:3-8
Dalam Penampilan Pribadi 1:9-23
Dalam Tujuan Pribadi 1:24-2:7
III. Keutamaan Kristus dalam Doktrin 2:8-3:4
Filsafat Palsu versus Kristus 2:8-15
Ibadah Palsu versus Kristus 2:16-19
Penyangkalan Diri Palsu versus Kristus 2:20-3:4
IV. Keutamaan Kristus dalam Tata Susila 3:5-4:6
Secara Negatif: "Matikanlah ..." 3:5-11
SecaraPositif: "Kenakanlah ..." 3:12-17
Dalam Hubungan antara Anggota Rumah Tangga 3:18-4:1
Umum 4:2-6
V. Penutup dan Salam Pribadi 4:7-18



FILIPI

Surat Filipi adalah yang paling pribadi di antara surat-surat Paulus yang tidak ditulis bagi perorangan. Tanggal penulisan surat Filipi tidak dapat dipastikan, tetapi kemungkinan yang terbesar adalah ia ditulis menjelang akhir dua tahun masa penahanan Paulus di Roma. Ada dua topik yang menonjol di dalam Filipi. Yang pertama adalah Berita Injil, yang disebutkan Paulus sebanyak sembilan kali, dan ruang lingkup kegiatan yang bcrbcntuk pengajaran. Topik kedua yang ditekankan Paulus dalam Filipi adalah sukacita.

FILIPI: SURAT PRIBADI
I. Ucapan Salam 1:1-2
II. Ucapan Syukur bagi Persahabatan Pribadi 1:3-11
Terima Kasih Percaya Doa
III. Penghiburan Dalam Keadaan Pribadi 1:12-2:18
Keberanian Paulus Sendiri 1:12-26
Penghiburan Paulus pada Jemaat Filipi 1:27-30
Kristus, Teladan Pelayanan 2:1-11
Sasaran Pelayanan 2:12-18



IV. Hubungan Pribadi Dengan Para Utusan 2:19-30
V. Peringatan Pribadi Terhadap Hukum 3:1-4:1
Teladan Pribadi 3:1-16
Nasihat bagi umat Filipi 3:17-4:1
VI. Nasihat-Nasihat Terakhir dan Salam 4:2-23
Bersatu 4:2-3
Bersukacita 4:4-7
Berpikir 4:8-9
Bersyukui 4:10-20
Salam 4:21-23

Surat Filipi adalah suatu surat ucapan terima kasih atas scgala kebaikan yang diterima dan suatu pernyataan tentang kehidupan kristiani Paulus sendiri.

Surat-Surat Penggembalaan

I TIMOTIUS

Bila dianggap bahwa Paulus dibebaskan dalam tahun 60 atau 61 setelah ia naik banding kepada Kaisar, pada waktu itulah ia menghidupkan lagi kegiatan pelayanannya. Berlawanan dengan sangkaannya semula (Kisah 20:38), masih terbuka kesempatan baginya untuk mengunjungi kembali jemaat-jemaat di Asia.

I TIMOTIUS: NASIHAT BAGI SEORANG PENGINJIL MUDA
I. Salam Pembuka 1:1-2
II. Kata Pengantar 1:3-17
Keadaan Darurat di Efesus 1:3-11
Pengalaman Paulus 1:12-17
III. Pelimpahan Tugas 1:18-4:5
Tujuannya 1:18-20
Mengenai Doa 2:1-8
Mengenai Sikap Wanita Dalam Ibadah 2:9-15
Mengenai Penilik Jemaat 3:1-7
Mengenai Diaken 3:8-13
Sisipan 3:14-16
Mengenai Pengajar Sesat 4:1-5
IV. Nasihat Pribadi 4:6-6:19
Mengenai Perilaku Pribadi 4:6-16
Mengenai Hubungan Dengan Saudara-Saudara Seiman 5:1-6:2
- Janda-janda 5:1-16
- Penatua-penatua 5:17-19
- Mereka yang mundur 5:20-25
- Hamba-hamba (budak) 6:1-2
- Guru-guru Palsu 6:3-8
- Orang-Orang yang Serakah 6:9-10
Mengenai Pengakuan Pribadi 6:11-16
Mengenai Penggunaan Kekayaan 6:17-19
V. Salam Penutup 6:20-21


TITUS

Baik I Timotius maupun Titus ditulis untuk menasihati seorang murid yang tengah memecahkan persoalan-persoalan yang sulit sebagai gembala sidang. Titus, penerima surat ini, menjadi kenalan dan rekan Paulus selama lima belas tahun atau lebih.

TITUS: AJARAN YANG SEHAT
I. Ucapan Salam: Sumber Ajaran yang Sehat 1:1-4
II. Pelaksanaan Ajaran yang Sehat 1:5-16
Pengangkatan Penatua Jemaat 1:5-9
Penyingkapan Guru-Guru Palsu 1:10-16
III. Pemberitaan Ajaran yang Sehat 2:1-15
Penerapan 2:1-10
Pada pria lanjut usia Pada wanita lanjut usia
Pada wanita muda Pada pria muda Pada diri sendiri
Pada budak Pengertian 2:11-15
IV. Pesan-Pesan Mengenai Ajaran yang Sehat 3:1-11
V. SalamPenutup 3:12-15

Secara umum isi dari Titus adalah serupa dengan I Timotius, kecuali pada penekanan yang lebih kuat pada perumusan pengakuan iman. Perhatikanlah unsur-unsur yang terkandung di dalam kedua paragraf ini, yaitu:
1. Kepribadian Tuhan (2:11; 3:6)
2. Ciri-ciri kasih dan karunia Tuhan (2:11; 3:4)
3. Gelar Sang Juruselamat (2:10; 3:4)
4. Kejuruselamatan Yesus (2:13; 3:6)
5. Roh Kudus (3:5)
6. Keterlibatan Allah Tritunggal (3:5-6)
7. Sifat dasar keilahian Kristus (2:13)
8. Penebusan Kristus sebagai silih atas dosa manusia (2:14)
9. Keselamatan bagi seluruh bangsa (2:11)
10. Keselamatan oleh karunia, bukan pcrbuataii (3:5)
11. Kedatangan Roh Kudus (3:5)
12. Pembenaran oleh iman (3:7)
13. Pengudusan umat milik-Nya sendiri (2:14)
14. Penjauhan diri dari kefasikan (2:12)
15. Pewarisan hidup kekal (3;7)
16. Kedatangan Kristus kembali (2:13)
Apakah keinginan Paulus untuk mengunjungi Spanyol pernah terwujud atau tidak, tidak diketahui. Akan menarik sekali bila kita dapat mengetahui apakah Paulus jadi mengabarkan Injil di sana atau tidak, dan apakah gereja yang mula-mula didirikan di
Afrika Utara dan Britania telah didirikan oleh murid-murid asuhannya.
Maka perjalanan ke Spanyol pada masa-masa itu pastilah suatu tafsiran semata, dan jalur yang tertera pada peta paling-paling hanyalah suatu kemungkinan. Kesan umum dari surat-surat penggembalaan ini mengungkapkan suatu gereja yang tengah mempertahankan diri melawan kedengkian dan keprihatinan orang-orang Yahudi yang frustrasi dan melawan ketidak-acuhan yang makin parah dari orang-orang kafir yang tidak bermoral.

II TIMOT1US

II Timotius: Pesan Perpisahan
Isi surat yang terakhir adalah suatu paduan dari ungkapan perasaan pribadi dan kebijaksanaan kepemimpinan gereja, yang berupa kenangan dan pcrintah, kesedihan, dan keyakinan. Tujuan utamanya adalah untuk memperteguh Timotius untuk menerima tugas berat yang dalam waktu defeat akan dilepaskan oleh Paulus.

I. Ucapan Salam 1:1-2
II. Pola Penggembalaan Jemaat 1:3-3:17
Teladan dari Masa Lalu 1:3-18
Persoalan-Persoalan di Masa Sekarang 2:1-26
Kehidupan pribadi 2:1-13
Hubungan kemasyarakatan 2:14-26
Harapan untuk Masa yang Akan Datang 3:1-17
Bahaya kemurtadan 3:1-9
Pertahanan iman 3:10-17
III. Perintah Terakhir 4:1-8
IV. Salam Penutup 4:9-22



I Petrus

Latar Belakang
Surat ini ditujukan kepada "orang-orang pendatang yang tersebar yaitu orang-orang yang dipilih" (I Petrus 1:1-2). Sapaan ini, ditambah dengan penyebutan tentang bangsa-bangsa bukan Yahudi (2:12; 4:3); memberikan kesan bahwa "orang-orang yang dipilih'1 itu adalah orang-orang yang percaya di antara bangsa Yahudi Perserakan dan bahwa kelompok ini sangat bersifat Yahudi. Nilai utama dari surat ini adalah bahwa ia menunjukkan kepada orang Kristen bagaimana harus mempertahankan penebusan mereka di tengah-tengah dunia yang memusuhi mereka. Keselamatan mungkin akan melibatkan penderitaan, tetapi ia juga membawa pengharapan, ketika kasih karunia Allah dinyatakan dalam diri masing-masing orang.

I. Pembukaaa 1:1-2
II. Ciri-Ciri Keselamatan: Keabadian 1:3-12
III. Tuntutan Keselamatan: Kekudusan 1:13-2:10
Pribadi: "akal budimu" 1:13-21
Sosial: "persaudaraan" 1:22-25
Gerej ani: " rumah rohani" 2:1-10
IV. Sikap Orang yang Sudah Diselamatkan 2:11-3:12
Terhadap Dunia 2:11-12
Terhadap Negara 2:13-17
Terhadap Anggota Rumah Tangga 2:18-3:7
Ringkasan 3:8-12
V. Keyakinan Orang yang Sudah Diselamaikan 3:13-411
Keyakinan Dalam Pertanggungjawaban 3:13-22
Keyakinan Dalam Sikap 4:1-6
Keyakinan Dalam Pelayanan 4:7-11
VI. Nasihat bagi Orang yang Sudah Diselamatkan
(Dalam Hal Penderitaan) 4:12-5:11
Ketabahan Dalam Penderitaan 4:12 19
Pelayanan Dalam Penderitaan 5:1-11
VII. SalamPenutup 5:12-14


Ibrani

Pertumbuhan yang pesat dari gereja orang-orang bukan Yahudi yang terlepas dari Yudaisme baik dalam sifat maupun keyakinannya hanya dimungkinkan oleh perpisahan yang tegas dan mutlak di antara keduauanya. Anggota-anggota gereja Yahudi masih berpegang pada pelaksanaan hukum secara ketat, meskipun mereka mempercayakan keselamatan mereka pada Yesus, Sang Mesias.
Teori yang lebih tua mengatakan bahwa ia ditulis kepada orang-orang Yahudi Kristen di Palestina demi alasan yang sama. Suatu teka-teki yang lebih besar adalah penulis kitab ini. Penulis tidak menyebutkan namanya sendiri, atau menyebutkan suatu keadaan atau hubungan yang akan mengungkapkan jati dirinya secara pasti.

I. Perantara yang Lebih Tinggi: Sang Anak 1:1-2:18
Keistimewsan , 1:1-3
Lebih Tinggi daripada Para Malaikat 1:4-14
Sisipan: Bahaya kelengahan 2:1-4
Penjelmaan Allah Sebagai Manusia Inkarnasi 2:5-18
II. Rasul yang Lebih Tinggi 3:1-4:13
Lebih Tinggi dari Musa 3:1-6
Sisipan: Bahaya ketidakpercayaan 3:7-19
Keunggulan Perhentian-Nya 4:1-10
Sisipan: Bahaya ketidaktaatan 4:11-13
III. Imam Besar yang Lebih Tinggi 4:14-7:28
Perbandingan Dengan Harun 4:14-5:4
Peraturan Melkisedek 5:5-7:25
Dimuliakan 5:5-6
Pokok keselamatan 5:7-10
Sisipan: Bahaya ketidakmatangan jiwa 5:11-6:12
Perintis 6:13-20
Imam sampai selama-lamanya 7:1-17
Diangkat dengan sumpah 7:18-25
Dalam Hal Panutan Pengorbanan 7:26-28
IV. Perjanjian yang Lebih Tinggi 8:1-9:28
Penetapan Perjanjian 8:1-13
Isi Perjanjian yangLama 9:1-10
Kristus dan Perjanjian yang Baru 9:11 -2
Persembahan yang Lebih Tinggi 10:1-31
Hakikat Hukum Taurat yang Tidak Berdaya 10:1-4

Kitab ini dimaksudkan untuk membesarkan hati sekelompok orang yang tergoda untuk meninggalkan imannya karena tekanan penindasan dan karena keterikatan mereka pada pernyataan hukum yang lama.


II Petrus, Yudas, I, II & III Yohanes

Lima buah surat pcndck, II Petrus; Yudas; I, II, dan III Yohanes, ditulis untuk menanggulangi kecenderungan yang menjurus ke arah pengajaran palsu di dalam gereja. Bila tema utama dari I Petrus adalah menderita, maka tema utama II Petrus adalah pengetahuan. Bila orang-orang yang sesat mengagung-agungkan pengetahuan mereka untuk menunjukkan kcunggulannya, Petrus ingin menunjukkan bahwa jawaban dari pengetahuan yang salah adalah pengetahuan yang benar.


II PETRUS

II PETRUS: PENGETAHUAN YANG BENAR TENTANG ALLAH
I. Salam 1:1
II. Ciri-Ciri Pengetahuan yang Benar 1:2-21
Suatu Karunia Tuhan 1:2-4
Suatu Pertumbuhan dart Pengalaman 1:5-11
Suatu Dasar Kepastian 1:12-21
III. Bahaya Meninggalkan Pengetahuan 2:1-22
Timbulnya Kesesatan 2:1-3
Contoh-Contoh Kesesatan 2:4-10a
Kegiatan Kesesatan 2:1 Ob-19
Bahaya Kesesatan 2:20-22
IV. Pengharapan Dalam Pengetahuan yang Benar 3:1-18
Teladan dari Masa Lalu 3:1-7
Janji bagi Masa yang Akan Datang 3:8-13
Ketekunan Dalam Pengharapan 3:14-18
Sumbangan terbesar dari II Petrus pada ajaran Perjanjian Baru adalah pemyataannya mengenai Kitab Suci, "Nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah" (1:20-21).


YUDAS

Hubungan kesusasteraan antara Yudas dan II Petrus merupakan suatu faktor penting dalam menentukan latar belakangnya. Tidak ada keraguan bahwa keduanya adalah dua buah surat yang terpisah, tetapi kemiripan peristiwa khusus, pemikiran dan kosa kata di antara keduanya sulit untuk dianggap sebagai suatu kebetulan. Empat jawaban yang berbeda telah diajukan: a. Kedua Petrus dan Yudas tidak mempunyai hubungan apa-apa kecuali bahwa mereka
ditujukan pada orang-orang yang tengah meng-hadapi suatu keadaan yang sama. b. Kedua Petrus dan Yudas disadur dari sumber yang sama. c. Kedua Petrus banyak mengambil data-datanya dari Yudas. d. Yudas terdorong untuk menulis suratnya setelah melihat surat Petrus, tetapi
menggubahnya sendiri dengan bebas.
Yudas menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk mendesak para pembacanya agar "tetap berjuang untuk mempertahankan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus1'. Keadaan darurat yang mendorong penulisan surat ini adalah penyusupan orang-orang ke dalam gereja Kristen, yang "menyalahgunakan kasih karunia Allah kita untuk melampiaskan hawa nafsu mereka, dan menyangkal satu-satunya Penguasa dan Tuhan kita, Yesus Kristus" (4).
I. Salam 1-2
II. Pernyataan Keadaan Bahaya 3-4
III. Peringatan Dalam Contoh-Contoh Sejarah 5-7
IV. Dakwaan Terhadap Guru-Guru Palsu 8-16
V. Nasihat bagi Orang-Orang yang Percaya 7-23
VI. Berkat Penutup 24-25


I, II, III YOHANES

LATAR BELAKANG
Bila kriteria kosakata dan gaya dianggap sebagai bahan pertimbangan yang cukup
memadai dalam menentukan kepenulisan, ketiga surat pendek ini pasti dapat dinyatakan sebagai hasil tulisan satu orang penulis yang juga menulis Injil Keempat. Keempat tulisan ini mungkin ditulis pada waktu yang hampir bersamaan dan di tempat yang sama. Kesalahan khusus yang nampaknya ingin diperangi oleh I Yohanes adalah gejala awal dari Gnostikisme, suatu ajaran sesat yang mcnjadi bahaya terbesar bagi gereja hingga akhir abad yang kedua. Gnostikisme adalah suatu filsafat agama bukan suatu si stem tersendiri. la dibangun berdasarkan anggapan bahwa roh adalah baik, dan tubuh adalah jahat, dan di antara keduanya tidak mungkin ada suatu hubungan yang kekal.


I YOHANES
Gaya Yohanes yang khas paling jelas terlihat dalam I Yohanes karena surat ini cukup pendek untuk dapat memperlihatkan jenis su-sunannya. Dalam pengembangan gagasannya I Yohanes lebih bersifat simfonik daripada logika. Terang dan kasih, dua kata yang khas dari Yohanes, sangat menonjol di dalam surat-suratnya.

I. Pembukaan: Perwujudan Sejarah kehidupan 1:1-4
II. Kepastian Melalui Berjalan di Dalam Terang 1:5-2:29
Dalam Sikap Rohani Pribadi 1:5-26
Dalam Hubungan Kemasyarakatan 2:7-11
Dalam Memisahkan Diri dari Dunia 2:12-17
Dalam Berpegang pada Kebenaran 2:18-29
III. Kepastian Melalui Tinggal di Dalam Kasih 3:1-4:21
Bukti Etika dari Kasih 3:1-12
Bukti Sosial dari Kasih 3:13-24
Bukti Teologis dari Kasih 4:1-6
Bukti Emosi dari Kasih 4:7-21
IV. Kepastian Melalui Perbuatan Iman 5:1-12
V Penutup: Kepastian Hidup yang Kekal 5:13-21


II YOHANES
Latar belakang II Yohanes dapat dikatakan sama dengan Surat Pertama. Ajaran yang terkandung di dalam Surat Kedua sedikit berbeda dengan yang terkandung di dalam Surat Pertama. Bahaya yang sama tentang mengabaikan kemanusiaan Kristus dan pentingnya untuk bertekun dalam kebenaran ditekankan kepada para pembaca.

I. Salam 1-4
II. Nasihat 4-11
Untuk Mengasihi Untuk Menaati Untuk
Berjaga-jaga Untuk Menghindari Kesesatan
III. Penutup 12-13


III YOHANES

III Yohanes yang terutama ditujukan pada Gayus, seorang gembala atau pemimpin gereja, lebih banyak berbicara mengenai masalah administratif (pelayanan) dan lebih sedikit mengenai kebenaran teologis daripada dua surat lainnya.

III YOHANES: PRAKTEK KEBENARAN
I. Pembukaan 1-4
II. Mendorong Para Pekerja untuk Berbuat Benar 5-8
III. Kecaman Terhadap Musuh Kebenaran 9-11
IV. Pujian Terhadap Saksi Kebenaran 12
V. Penutup 13-14

Surat-surat Yohanes, terutama yang Pertama, sangat berguna sebagai petunjuk tentang prestasi rohani pribadi. Mereka hampir sepenuhnya berisi pemyataan dan nasihat; tidak ada penjelasan atau argumentasi teologis dalam halaman-halaman mereka.


WAHYU

Kitab Wahyu menutup kanon dan sejarah Perjanjian Bam. Kitab Wahyu tergolong pada buku-buku apokaliptik. Biasanya ke-pustakaan apokaliptis dihasilkan pada masa penindasan dan penganiayaan sebagai cara untuk membesarkan hati mereka yang tengah menderita demi iman mereka. Keadaan di mana kitab ini ditulis dapat dinilai dari pengamatan terhadap isi buku itu ditujukan pada tujuh buah gereja di propinsi Asia, yang telah berdiri selama beberapa lama, dan yang telah mengalami pasang surut dalam pertumbuhan rohaninya.
Di antara para pengamat modern, terdapat empat kelompok tafsiran yang utama, yaitu.
1. Golongan Preterist. Golongan Preterist menafsirkan bahwa simbolisme kitab Wahyu hanya berhubungan dengan kejadian-kejadian pada saat ia ditulis. Segala perumpamaan mengenai meterai, sangkakala, dan cawan tidak ada kait-annya dengan masa depan.
2. Golongan Idealis. Pandangan Golongan Idealis, yang sering kali berhubungan erat dengan pandangan Preterist, menganggap Wahyu sekadar sebagai suatu gambaran sinibolis dari peperangan yang tidak ada habisnya antara kebaikan dan kejahatan, serta di antara umat Kristen dan orang-orang kafir.
3. Golongan Histori. Tafsiran Golongan Histori menyatakan bahwa Kitab Wahyu meng-ikhtisarkan seluruh jalannya sejarah gereja dari zaman Pentakosta hingga kedatangan Kristus dalam bentuk simbolisme. Simbol-simbol ini melukiskan secara berurutan peristiwa-peristiwa penting yang telah terjadi— yaitu, meterai-meterai adalah kehancuran negara Romawi, serangan bela-lang dari lubang yang tak berdasar adalah suatu gambaran dari serangan militer dan lain-lain.
4. Penganut Paham Keakanan. Para penganut paham Keakanan berpendapat bahwa ketiga pasal per-tama dari Kitab Wahyu dapat berlaku bagi zaman di mana kitab ini ditulis, atau bahwa ketujuh gereja di Asia itu mewakili ketujuh era dalam sejarah Kristen, yang menjembatani kekosongan antara zaman apostolik dengan kedatangan Kristus yang kedua.
5. Pandangan pasca-masa seribu tahun adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa mungkin masa seribu tahun ini adalah suatu kiasan dari masa panjang yang mendahului kedatangan Kristus.
6. Pandangan pra-masa seribu tahun adalah suatu pandangan yang menganggap bahwa Kristus akan datang sendiri untuk mendirikan kerajaan-Nya; bahwa orang-orang benar yang sudah mati akan bangkit; bahwa mereka akan memerintah bersama Dia di atas bumi selama seribu tahun; bahwa setelah masa pemerintahan-Nya akan terjadi suatu pemberontakan yang terakhir yang dapat segera dkumpas, orang-orang jahat yang sudah mati akan diadili dan kerajaan abadi akan mulai.

BERBAGAI TAFSTRAN KITAB WAHYU
WAHYU
1-3
4-19
20-22

Golongan Preterist Gereja-gereja sejarah Simbol dari keadaan-keadaan masa kini Simbol dari surga dan kemenangan
Golongan Idealis
Gereja-gereja sejarah Simbol dari pertentangan antara kebaikan dan kejahatan Kemenangan kebaikan

Golongan Historisis
Harfiah gereja-gereja sejarah
Simbol dari peristiwa-peristiwa sejarah: Jatuhnya Roma, Organisasi Kepausan, Reformasi Penghakiman Terakhir Masa seribu tahun (1000) Kerajaan kekal

Pandangan paham keakanan
Ketujuh Tahap Sejarab Gereja
Kesengsaraan di masa depan. Pembalasan hebat pada gereja yang murtad dari pada Antikristus. Kedatangan Kristus. Kerajaan seribu tahun. Penghakiman terfaadap orang-orang mati yang jahat. Kerajaan kekal.

Pandangan pasca-masa seribu tahun Gereja-gereja sejarah Golongan Histori pada umumnya Kemenangan agama Kristen atas dunia
Pandangan amilenialisme Gereja-gereja sejarah Golongan Histori pada umumnya Kedatangan Kristus. Penghakiman. Kerajaan kekal.
Pandangan pra-masa seribu tahun Gereja-gereja sejarah Wakil dari tahapan sejarah Paham Keakanan pada umumnya Kerajaan seribu tahun harfiah. Penghakiman takhta putih yang besar. Yerusalem yang baru

Kunci ke arah penafsiran yang benar dari kitab Wahyu tidak terletak pada satu pun teori di atas, tetapi pada kerangka cerita buku ini sendiri dalam menguraikan tentang pribadi.

Pemakluman kegenapan rencana Allah 11:15-19
Tanda-Tanda 12:1-16:21
Tokoh-tokoh 12:1-14:20
Wanita 12:1-2
Naga 12:3-4
Anak laki-laki 12:5-6
Mikael, malaikat yang terkenal itu 12:7-17
Binatang dari dalam laut 13:1-10
Binatang dari dalam bumi 13:11-18
Anak Domba di atas bukit Zion 14:1-5
Sisipan: Pemberitaan malaikat
Tentang saat penghakiman 14:6-7
Tentang kejatuhan Babilon 14:8
Tentang peringatan muika Allah 14:9-12
Tentang keberantungan orang-orang
yang sudah meninggal dunia 14:13
Tentang panggilan untuk menuai 14:14-16
Tentang matangnya buah anggur murka Allah 14:17-20
KetujuhCawan 15:1-16:21
Pemandangan di Surga 15:1-8
Hukuman-hukuman Allah 16:1-21
Bisul yang menjangkiti manusia 16:2
Perubahan air laut menjadi darah 16:3
Perubahan mala air menjadi darah 16:4-7
Makin memanasnya matahari 16:8-9
Kegelapan 16:10-11
Rohnajis 16:12-16
Kegenapan 16:17-21
II. Penglihatan 111: Kristus Menang Perang:
Medan Pertempuran 17:1-21:8
Tempat Padang gurun Keruntuhan Babilon 17:1-18:24
Kegembiraan di Surga 19:1-10
Binatang Dicampakkan ke Dalam Api 19:11-21
Iblis Dibelenggu 20:1-3
Pemerintahan Seribu Tahun 20:4-6
Pemberontakan Terakhir 20:7-10
Penghakiman Orang Mali 20:11 -15
Langit yang Baru dan Bumi yang Baru 21:1-8
III. Penglihatan
IV. Kristus Dalam Kegenapan Rencana Allah:
Anak Domba 21:9-22:5
Tempat Sebuah Gunung KotaTuhan 21:9-21
Ibadah kepada Tuhan 21:22-27
Rakhmat Karunia Tuhan 22:1-5
VI. Kata Penutup: Himbauan Kristus 22:6-21
Untuk Taat-Kehendak 22:6-9
Untuk Menerima Upah-Perbuatan Akal Budi/Pikiran 22:10-15
Untuk Bersekutu-Emosi/Perasaan 22:16-20
Berkat 22:21

Kitab Wahyu ditulis dalam gaya sastera apokaliptik, tetapi ada suatu perbedaan besar di antara mereka dalam hal bahwa kitab Wahyu mempunyai penulis yang jelas yang menyebutkan namanya, dan bahwa dalam pandangannya ia mempunyai suatu tujuan yang pasti. Tujuan utamanya bukan hendak meramalkan sebelumnya seluruh seluk-beluk sejarah gereja, melainkan untuk menunjukkan kecenderungan umum dari masa sekarang dan kelengkapannya untuk kedatangan kembali Kristus secara pribadi.







KANON

Kata "kanon" diambil dari kata Yunani kandn, yang berarti sebatang "ilalang", lalu kemudian sebatang "tongkat" atau "balok" kayu, yang karena fungsinya adalah sebagai pengukur, diberi arti metafora "suatu standar".
Kriteria sejati kanonisitas adalah ilham. "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bcrmanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk rnemperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Ada 3 pendapat tentang ilham:
a. Ilham dari tulisan-tulisan ini mungkin didukung oleh apa yang tersirat di dalam isinya.
b. Mungkin ilham mereka dikuatkan oleh pengaruh moralnya. c. kesaksian historis dari gereja Kristus akan menunjukkan nilai yang diberikan kepada kitab-kitab ini,
Pada intinya mereka semua mengandung satu pokok pikiran yang sama yaitu pribadi dan karya Yesus Kristus. Injil adalah riwayat hidup Yesus, Kisah Para Rasul mencatat pengaruh historis dari kepribadian-Nya, Surat-surat mengandung ajaran teologis dan praktis yang bersumber pada penghayatan diri-Nya, dan Wahyu meramalkan hubungan diri-Nya dengan masa depan. Bila kesaksian internal dari karya itu sendiri dan kesaksian ekstemal dari mereka yang mengenai dan menggunakannya sepakat bahwa ia merupakan pekerjaan Tuhan, maka kriteria kanonitas pun dapat dikatakan pasti. Dua hal yang mendukung dalam pembentukan kanon adalah :
a. Kesaksian Internal
b. Kesaksian Eksternal
Kesaksian TidakResmi
1. I Klemens
2. Polikarpus dari Smima (± th, 150)
3. Didakhe
4. Surat Barnabas (± th. 130)
5. The Shepherd ofliermas
6. Yustinus Martir (± th. 100 hingga 165)
7. Zaman Ireneus, yang mencapai puncaknya sekitar tahun 170.
Perkembangan Gnotisisme dan penyimpangan-penyimpangan serupa, mengakibatkan membanjimya tulisan-tulisan pembelaan yang terus berlangsung sampai zaman Origenes (th, 250). Kebutuhan akan suatu pedoman yang mempunyai kuasa mulai terasa dan dengan sendirinya para penulis sanggahan (apologist) itu berpaling pada tulisan-tulisan apostolik.
1. Daftar Resmi atau Kanon
Kanon pertama yang diketahui dianut secara sadar oleh suatu kelom-pok masyarakat yang cukup besar adalah Kanon Marcion, yang muncul sekitar tahun 140. Daftar kedua yang sangat penting adalah Kanon Muratori.
2. Konsili
Pembicaraan resmi mengenai kanon oleh para utusan gereja dalam suatu dewan resmi (Konsili) baru terjadi pada akhir abad yang keempat. Konsili pertama yang membicarakan masalah ini adalah Konsili Laodikia dalam tahun 363. Konsili Ketiga Kartago pada tahun 397 mengeluarkan suatu ketetapan yang serupa dengan Sinode Laodikia dan memberikan sebuah daftar karangan yang sama dengan kedua puluh tujuh.