Rabu, September 23, 2009

TEOLOGI PENTAKOSTA

(Sebuah Pengantar ke dalam Teologi Pentakosta)


PENDAHULUAN

Sebelum kita masuk ke dalam ajaran Pentakosta , ada baiknya apabila penulis membahas latar belakang aliran Pentakosta. Di kalangan sejarah gerakan Pentakosta terdapat perbedaan pendapat tentang asal-usul gerakan ini, yaitu:
1. Charles W. Conn berpendapat bahwa asal mula gerakan ini terjadi pada tahun 1896 di Shearer School House di Cherokee County, North Carolina, yang mana ini merupakan cikal bakal dari lahirnya Church of God.
2. Klaude Kendrick berpendapat bahwa gerakan ini berasal dari Sekolah Alkitab Bethel di Topeka, Kansas yang dipimpin oleh Charles Parham.
3. Donald Gee mengemukakan bahwa asal mula gerakan Pentakosta terjadi pada pertemuan di “Gereja Tua” di Los Angeles pada 6 April 1906, di mana William Seymour (murid Charles Parham) berkhotbah tentang ‘bahasa lidah’.

Pada umumnya para ahli Pentakosta menyebutkan bahwa ajaran Pentakosta terdiri dari empat pilar , yaitu: Keselamatan, Kesembuhan, Baptisan Roh Kudus, dan Kedatangan Kristus Kedua Kali, yang mana pembahasan ini penulis jabarkan dalam 11 pokok dalam alur sistematika.


AJARAN-AJARAN PANTEKOSTA

Sama seperti aliran Kesucian, gerakan Pantekosta tidak merasa bahwa mereka telah menciptakan suatu doktrin atau standar yang baru. Dengan mengkhotbahkan 'Injil Sepenuh', mereka merasa bahwa mereka hanya menekankan kembali ajaran lama yang sudah ada. Di bawah dijelaskan beberapa pengajaran Pentakosta, yaitu:

1. Alkitab
Alkitab dpahami sebagai Firman Allah yang diilhamkan dan dinyatakan kepada manusia, untuk menjadi tata-tertib bagi iman dan perilaku. Alkitab mengungguli hati nurani dan akal baudi, tetapi tidak bertentangan dengannya. Sebagai yang diilhamkan langsung oleh Allah, Alkitab tidak mengandung kesalahan. Alkitab adalah firman Allah yang berotoritas dan sempurna.

2. Allah yang benar dan hidup itu oleh aliran Pentakostal diyakini sebagai Allah yang esa, yang menciptakan langit, bumi dan segala isinya. Allah yang menyatakan diri di dalam tiga pribadi: Bapa, Anak, dan Roh Kudus. Ke dalam ketiga nama inilah dibaptis setiap orang yang sudah menyatakan imannya. Jadi aliran Protestan memiliki kepercayaan sama dengan kaum reformasi.

3. Keselamatan adalah pembebasan dari situasi di luar kemampuan seseorang membebaskan dirinya sendiri. Keselamatan adalah karya Allah dalam pengupayaan umat bebas dari perbudakan dosa dan membawa ke situasi kemuliaan melalui Yesus Kristus. Jadi keselamatan sebagai buah kasih-karunia Allah, yang ditawarkan kepada manusia melalui pemberitaan dan ajakan menyatakan penyesalan dan permohonan ampun kepada Allah, dan iman kepada Yesus Kristus. Manusia diselamatkan melalui baptisan (permandian) kelahiran-kembali dan pembaruan oleh Roh Kudus. Setelah dibenarkan oleh kasih-karunia melalui iman, menjadi anak dan pewaris Kerajaan Allah, sesuai dengan pengharapan akan kehidupan kekal. Bukti batiniah bagi orang percaya tentang keselamatannya adalah kesaksian langsung dari Roh Kudus, sedangkan bukti lahiriah adalah kehidupan di dalam kebenaran dan kesucian yang sejati.

4. Baptisan adalah tindakan iman untukmelaksanakan percaya kepada Injil yaitu bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa manusia, sesuai dengan kitab suci, bahwa Ia dikuburkan dan telah bangkit pada hari ketiga sesuai dengan kitab suci (1 Kor 15:3a-4; Rom 6:3-5). Baptisan terdiri atas dua jenis, yaitu: Pertama, baptisan air, yakni lambang kematian dan penguburan kemanusian yang lama, dengan cara menyelamkan seluruh tubuh ke dalam air (Mat 16:15-16; 28:19). Kedua, Baptisan Roh adalah baptisan orang percaya dengan Roh kudus dibuktikan oleh tanda fisik awal, yaitu berbicara dengan bahasa-bahasa lain seperti yang diberikan Roh Kudus kepada mereka untuk mengatakannya (Kis 2:4). Roh Kudus menjadi pusat teologi dari aliran Pentakosta.
5. Bahasa Lidah: baptisan atas orang percaya di dalam Roh Kudus diawali dan disaksikan oleh tanda lahiriah berupa berbicara dalam lida (bahasa) lain, sebagaimana kemampuan yang diberikan Allah kepada para rasul (Kis 2:4). Berbahasa lidah dalam nats ini pada hakikatnya sama dengan karunmia lidah dalam 1 Kor 12:4-10, 28, tetapi berbeda dalam maksud dan penggunaannya.

6. Perjamuan Kudus, yang terdiri dari unsur roti dan air buah anggur , adalah lambang yang mengungkapkan keikutsertaan di dalam kodrat ilahi dari Tuhan Yesus, pengenangan atas penderitaan dan kematian-Nya dan nubuat atas kedatangan kedua kali, persekutuan orang percaya dengan Allah serta sesama, kesembuhan bisa terjadi sewaktu orang percaya mengambil bagian dalam perjamuan kudus dimana Allah yang menyembuhkannya, dan sakramen Perjamuan Kudus sebagai salah satu alat anugerah Allah bagi orang percaya. Dengan Perjamuan Kudus maka anugerah dan karya Allah lewat korban Yesus di kayu salib akan lebih kita kenang dan hayati, sehingga pengaktualisasian iman kepada Allah akan lebih berarti.

7. Kesucian hidup dan perilaku secara menyeluruh. Kaum Pentakostal mempertahankan kesucian sebagi pokok ajaran yang terpenting. Dengan kuasa Roh Kudus orang percaya dapat menaati perintah Allah. Kesucian menyeluruh adalah kehendak Allah bagi semua orang percaya, dan harus sungguh dikejar dengan cara berjalan di dalam ketaatan pada firman Allah.

8. Kesembuhan Ilahi. Pada permulaan gerakan Pantekosta, doktrin kesembuhan Ilahi adalah suatu kebenaran yang sangat penting dalam berita "Injil Sepenuh". Kesembuhan Ilahi dikhotbahkan dan dipraktekkan, sebab umat Pentakosta percaya bahwa kesembuhan disediakan bersamaan penebusan dan merupakan hak istimewa bagi orang percaya.

9. Eskatologis. Pada umumnya kaum Pentakosta mempercayai bahwa Yesus Kristus akan datang kembali dan memerintah dalam kerajaan seribu tahun di dunia. Kedatangan Kristus yang kedua kali meliputi pengangkatan orang-orang kudus, yang merupakan pengharapan yang penuh bahagia bagi kita, diikuti kedatangan yang tampak dari Kristus dengan orang suci-Nya untuk memerintah di bumi selama seribu tahun (Za 14:5; Mat 24:27, 30; Why 1:7; 19:11-14). Pemerintahan seribu tahun ini akan membawa keselamatan bangsa Israel (Yeh 37:21-22; Zef 3:19-20; Roma 11:26-27) dan penegakkan damai sejahtera di seluruh dunia (Yes 11:6-9; Mi 4:3-4).

10. Gereja bukan hanya merupakan suatu perkumpulan melainkan sebuah persekutuan yang lahir dari Allah. Alkitab menyatakan bahwa yang mendirikan gereja adalah Tuhan Yesus (Mat 16:18). Gereja adalah buah tangan pekerjaan Roh Kudus dan diyakini sebagai tubuh Kristus, tempat Allah berdiam melalui Roh-Nya, dengan serangkaian ketetapan ilahi dalam rangka memenuhi amanat agung-Nya.

11. Ibadah dan liturgy: gereja-gereja Pentakosta beribadah secara teratur pada hari Minggu, ditambah dengan beberapa pertemuan ibadah pada hari lainnya. Tata-ibadah bersifat lisan serta tidak berlangsung secara baku. Kendati tata-ibadah bersifat lisan dan tidak baku, ada semacam pola dan unsur-unsur yang umum, yaitu doa pembuka, nyanyian penyembahan, doa lanjutan, nyanyian pujian, khotbah, serta kadang ditambah pelayanan altar (altar calling, altar service). Yang terakhir ini memberi kesempatan untuk mengungkapkan pelepasan dari kuasa roh jahat, pertobatan, penguatan rohani, pengurapan, pemulihan, dan lainnya.


KESIMPULAN

Jadi beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah Pertama, aliran Pantekosta sama dengan denominasi Protestan lainnya; percaya bahwa keselamatan adalah anugerah Allah, bukan oleh perbuatan baik yang dilakukan manusia; percaya bahwa setiap orang Kristen adalah Imam-imam; percaya bahwa Alkitab atau Firman Allah adalah dasar segala doktrin dari gereja. Kedua, gerakan Pantekosta ini sesungguhnya sama dengan gerakan Reformasi. Tetapi lebih tepatnya adalah sayap kiri Reformasi yang lebih bersifat radikal, yaitu gerakan Ana-Baptis. Ketiga, aliran Pantekosta dapat digolongkan sebagai kelanjutan dari kaum Injili (Evangelicals). Teologianya cenderung fundamentalis. Tokoh Pantekosta dari Inggris, Donald Gee berkata bahwa doktrin Pantekosta sebenarnya merupakan penyempurnaan dari doktrin kaum Injili. Keempat, Banyak ahli sejarah gerakan Pantekosta berpendapat bahwa gerakan Pantekosta timbul dari aliran 'Holiness", terkenal "Doktrin Penyucian" (Sanctification). Teologia Wesley dapat disimpulkan: pertobatan atau pembenaran; dan Penyucian dan penyempurnaan Kristen. Kelemahan yang timbul dari fenomena gerakan Pentakosta adalah kurang dalam konteks penelitian Alkitab, bersifat emosional, dan penataan organisasi di gereja.




DAFTAR PUSTAKA


1. Aritonang, Jan S., Berbagai Aliran Di dalam dan Di Sekitar Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, cet. 1, 1995.
2. Arrington, French L., Christian Doctrine 2: A Pentecostal Perspektive, Clevelend, Tennessee: Pathway, cet. 1, 1993.
3. Arrington, French L., Christian Doctrine 3: A Pentecostal Perspektive, Clevelend, Tennessee: Pathway, cet. 1, 1993.
4. Duty, Guy, Keselamatan Bersyarat atau Tanpa Syarat?Keselamatan Bersyarat atau Tanpa Syarat?, Diterjemahkan: Peter Suwadi, Ibrahim Karuniamulia, Lily Tanudjaja, Surabaya: Bukit Zaitun, cet. 1, 1996.
5. Gee, Donald, The Pentecostal Movement, London: Victory Press, 1949.
6. Lukito, Daniel Lukas, Pengantar Teologia Kristen 1, Bandung: Yayasan Kalam Hidup, cet. 3, 1996.
7. Menzies, William W., Horton, Stanley M., Doktrin Alkitab: Menurut Pandangan Pentakosta, Malang: Gandum Mas, cet. 2, 2003.
8. Pengajaran Dasar Gereja Bethel Indonesia, Jakarta: Departemen Teologia Badan Pekerja Sinode Gereja Bethel Indonesia, cet. 1, hlm. 100.
9. Setiawan, Johanes, Teologi Gerak: Ajaran Roh Kudus Menurut DR. H. L. Senduk, Jakarta: Lembaga Pendidikan Theologia Bethel, cet. 1
10. Stronstad, Roger, Theology Karismatik Santo Lukas, Jakarta: Karismata Publishers, cet. 1, 1999.
11. Talumewo, Steven H., Sejarah Gerakan Pantekosta, Yogyakarta: Yayasan Andi Offset, cet. 1, 1988.

PERJANJIAN LAMA DALAM PAK

Menjadi sebuah hal yang menarik adalah ketika muncul sebuah pertanyaan, seberapa pentingkah Perjanjian Lama dalam ruang lingkup Pendidikan Agama Kristen (PAK)? Mungkin pertanyaan ini kita anggap sambil lalu, atau tidak terlalu penting, atau memang kita belum mengetahuinya. Mungkin ada yang mengatakan bahwa Perjanjian Lama (PL) tidak terlalu penting karena PL sudah berlalu dan sudah digenapi oleh Perjanjian Baru (PB), atau PB telah menjelaskan tentang pendidikan kekristenan.

Apabila kita mempelajari dengan baik, Yesus Kristus menggunakan PL dalam mengajar di pelayanan-Nya (Mat.5:21-22; 22:39)? Para murid Yesus juga menggunakan PL dalam pelayanan (pemberitaan Injil)? Ternyata PL menjadi hal penting dalam membangun konsep dan pelaksanaan PAK. Pada topik ini, saya tidak menggunakan kata “PAK dalam Perjanjian Lama”, tetapi saya lebih menggunakan kata “PL dalam PAK”. Ya, karena bukan PAK yang ada dalam Perjanjian Lama, tetapi Perjanjian Lama-lah yang ada dalam PAK. Dengan kata lain, hal yang hendak dimaksudkan adalah PL digunakan dalam membangun dan membentuk PAK. Tentunya hal ini dilandasi bahwa PAK lahir setelah PL, walaupun dalam perspektif lain diungkapkan bahwa kekristenan sudah ada dalam PL. Michelle Anthony mengomentari pentingnya dasar Alkitab dalam pendidikan anak karena Allah berkehendak menyediakan petunjuk tentang bagaimana memperhatikan serta memelihara anak. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru memberikan penjelasan mengenai perhatian terhadap kebutuhan fisik, emosi maupun kerohanian anak.

LATAR BELAKANG PL: BANGSA, AGAMA DAN BUDAYA YAHUDI

A. Bangsa Yahudi
Bangsa yang penuh misteri, kecil tapi kuat, sedikit tapi menyebar ke seluruh dunia, menyebar tapi kemurniannya terjaga, kadang tidak bertanah air dan tak punya raja, tapi selalu menonjol dan memberi pengaruh kuat kepada dunia. Dianiaya, tapi bertahan bahkan berkelimpahan. Bangsa yang memiliki identitas yang kuat.
B. Agama Yahudi
Penganut agama Yudaisme yang mementingkan ketaatan kepada Hukum Agama agar dijalankan dengan penuh ketekunan. Kemurnian pengajarannya dijaga dari generasi ke generasi berikutnya untuk memberi dasar yang teguh bagi setiap tingkah laku dan tindakan. Hukum agama sering diaplikasikan secara harafiah.
C. Budaya Yahudi
Yang paling mengesankan dalam budaya Yahudi adalah perhatiannya pada pendidikan. Pendidikan menjadi bagian yang paling utama dan terpenting dalam budaya Yahudi. Semua bidang budaya diarahkan untuk menjadi tempat dimana mereka mendidik generasi muda, yang kelak akan memberi pengaruh yang besar. Obyek utama dalam pendidikan mereka adalah mempelajari Hukum Taurat.

PRINSIP PENDIDIKAN DALAM PERJANJIAN LAMA

a. Prinsip-prinsip yang Dipegang oleh Bangsa Yahudi
1. Seluruh kebenaran adalah kebenaran Allah.
Kej. 1:1 -- Segala sesuatu telah dijadikan oleh Allah dengan tujuan supaya manusia mengenal Allah dan berhubungan dengan-Nya. Cara Allah menyatakan diri adalah dengan:
- Wahyu Umum: Supaya orang menyadari dan mengakui keberadaan Allah melalui alam, sejarah, hati nurani manusia.
- Wahyu Khusus: Supaya manusia menerima keselamatan dari Allah. Allah berinkarnasi menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus.
2. Menurut konsep Yahudi tidak ada perbedaan nilai antara duniawi dan rohani, semuanya ada dalam wilayah Tuhan. Itu sebabnya orang Yahudi percaya bahwa "seluruh hidup adalah suci".
3. Pendidikan berpusatkan pada Allah.
Fokus utama dalam pendidikan Yahudi adalah: Yehova (Hab. 2:10 -- kegagalan campur tangan Allah adalah kegagalan bangsa.) Bagi anak Yahudi tidak ada buku lain yang memiliki keharusan untuk dipelajari selain Alkitab (Taurat) untuk menjadi pegangan dan pelajaran tentang Allah dan karya-Nya
4. Pendidikan adalah kegiatan utama dan diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Kitab Talmud dikatakan kalau ingin menghancurkan bangsa Yahudi, kita harus membinasakan guru-gurunya. Bangsa Yahudi adalah bangsa pertama yang memiliki sistem pendidikan Nasional (Ula. 6:4-9) Pendidikan mereka tidak hanya secara teori, tetapi menjadi kegiatan sehari-hari dalam cara hidup dan keagamaannya. Contoh: Kitab Imamat yang mengajarkan semua tata cara hidup dan beragama.

b. Tempat Pendidikan Anak Bangsa Yahudi
Pendidikan anak Yahudi bermula di rumah. Berpangkal dari peranan seorang ibu Yahudi. Tugas kewajiban ibu adalah untuk menjaga kelangsungan hidup rumah tangga yang juga terkait erat dengan tugas rohani mendidik anak-anaknya, khususnya ketika masih balita. Jauh- jauh hari sebelum anak berhubungan dengan dunia luar, anak terlebih dahulu mendapat pendidikan dari ibunya sehingga sesudah menginjak usia remaja/pemuda ia sudah mempunyai dasar yang benar. Contoh: Melalui cerita-cerita sejarah bangsa dan hari-hari peringatan/besar.

PRINSIP PENDIDIKAN MENURUT ULANGAN 6:4-9
Ulangan 6:4-9 menjadi pusat pengajaran pendidikan agama Kristen. Kitab-kitab lain yang membahas tentang pendidikan bersumber dari kitab Ulangan ini.
1. Ayat 4 ("Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu Esa!")
Ayat ini disebut "Shema" atau pengakuan iman orang Yahudi (agama Yudaisme) yang artinya "Dengarlah". Yesus menyebut ayat ini sebagai hukum yang pertama -- prinsip iman dan ketaatan. Memberikan konsep Allah yang paling akurat, jelas dan pendek Tuhan adalah unik, lain dengan yang lain. Dia Allah yang hidup, yang benar dan yang sempurna. Tidak ada Allah yang lain, hanya satu Allah saja. Ayat 4 ini bersamaan dengan ayat 5 diucapkan sedikitnya dua kali sehari oleh orang Yahudi dewasa laki-laki. Ayat ini diucapkan bersamaan dengan Ula. 11:13-21 dan Bil. 15:37-41.
2. Ayat 5 ("Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.")
Kasih harus menjadi motif setiap hubungan manusia dengan Tuhan. Kasih disebutkan pertama karena disanalah terletak pikiran, emosi, dan kehendak manusia. Tugas yang Tuhan berikan untuk manusia lakukan adalah kasihilah Allah Tuhanmu. Musa mengajarkan Israel untuk takut, tapi kasih lebih dalam dari takut.
o Mengasihi Tuhan artinya memilih Dia untuk suatu hubungan intim dan dengan senang hati menaati perintah-perintah-Nya.
o Mengasihi dengan hati yang tulus, bukan hanya di mulut tapi juga dalam tindakan.
o Mengasihi dengan seluruh kekuatan, memiliki semuanya.
o Mengasihi dengan kasih yang terbaik, tidak ada yang melebihi kasih kita kepada Dia, sehingga kita takluk kepada Dia.
o Mengasihi dengan seluruh akal budi/pengertian, karena kita kenal Dia maka kita mengasihi dan mentaati perintah-Nya.
3. Ayat 6 ("Apa yang Kuperintahkan kepadamu hari ini haruslah engkau perhatikan.")
Perintah Tuhan bukanlah untuk didengar dengan telinga saja, tapi juga dengan hati yang taat. Sebelum bertindak pikirkanlah lebih dahulu perintah Tuhan, maka hidupmu akan selamat.
4. Ayat 7 ("Haruslah engkau mengajarkan berulang-ulang "kepada anakmu" membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau bangun.")
Mereka yang mengasihi Allah, mengasihi Firman-Nya dan melakukannya dengan meditasi, bertanggung jawab untuk merenungkannya dan menyimpannya dalam hati untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Orangtua mempunyai tugas untuk mengajarkan Firman-Nya kepada anak-anak dengan didikan dan harus dimulai sejak dini dan berulang-ulang. Ayat 7 ini dipakai sebagai fondasi kurikulum pendidikan Kristen.
5. Ayat 8-9 ("Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.")
Tulisan hukum-hukum belum menjadi milik umum, namun demikian, Allah menghendaki mereka melakukannya, supaya mereka terbiasa bergaul dengan hukum Allah. Orang Yahudi mengerti perintah ini dan melakukannya secara harafiah.
Mereka mengenal 3 tanda-tanda untuk mengingat hukum Allah:
a. Zizth: Dipakai/dipasang pada ujung jubah Iman (Bil. 15:37-41)
b. Mezna: Kotak kecil yang berisi Ul 6:4-9 diletakkan di sebelah kanan pintu
c. Tephillin: Dua kotak kecil berbentuk kubus masing-masing dari kertas perkamen yang ditulis dengan tangan secara khusus berisi 4 ayat yaitu, Keluaran 13:1-10, Keluaran 13:11-16, Ulangan 6:4-9, dan Ulangan 11:18-21. Satu diikatkan di tangan kiri dan satu di dahi.
Tanda-tanda ini dipakai pada saat sembahyang di luar hari Sabat. Tanda-tanda ini sangat indah sebagai peringatan akan kehadiran Allah di rumah dan akhirnya dipraktekkan untuk mengusir setan. Tanda-tanda simbolik ini dibuat supaya penekanan pemahaman ayat itu menjadi nyata sehingga pengajaran itu akan berlangsung terus- menerus.


PENERAPAN PENDIDIKAN KRISTEN PERJANJIAN LAMA DALAM ERA MODERN

Bagi orang Israel, pendidikan -- khususnya pendidikan rohani -- merupakan bagian integral dari perjanjian antara Allah dengan umat-Nya. Ulangan 6:4 memuat "Shema", yaitu doa yang diucapkan dua kali sehari, setiap pagi dan petang dalam ibadah di sinagoge. Ayat ini amat penting karena merupakan pengakuan iman yang sangat tegas akan Tuhan (Yahweh) sebagai satu-satunya Allah yang layak disembah:
"Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!" (Ulangan 6:4)
Pernyataan ini kemudian langsung dilanjutkan dengan perintah rangkap untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan mereka (ayat 5), menaruh perintah itu dalam hati (ayat 6), mengajarkannya kepada anak-anak mereka secara berulang-ulang (ayat 7), mengikatkannya sebagai tanda pada tangan dan dahi (ayat 8), dan menuliskannya di pintu rumah dan gerbang (ayat 9).
Orang Israel menafsirkan perintah-perintah tersebut secara harafiah dengan membuat "tali sembahyang" yang diikatkan di dahi atau lengan dan berisi empat naskah, salah satunya adalah Ulangan 6:4-9 di atas. Ketiga naskah lainnya diambil dari Keluaran 13:1-10, Keluaran 13:11-16, dan Ulangan 11:18-21. Di dalam keempat naskah tersebut, kewajiban untuk mengajarkan hukum dan pengetahuan tentang Allah kepada anak-anak mendapat penekanan yang besar. Hal ini menunjukkan besarnya hubungan antara pendidikan rohani dalam rumah tangga dengan ketaatan kepada Allah.


PENERAPAN PENDIDIKAN PERJANJIAN LAMA UNTUK ERA MODERN

Era modern mengubah cara pandang para pendidik Kristen dalam mendidik anak. Toleransi tinggi dan keleluasaan tidak terbatas cenderung menjadi gaya pendidikan saat ini. Sebenarnya justru dalam era modern sekarang, pendidik Kristen harus menerapkan beberapa prinsip dalam Perjanjian Lama yang lebih disiplin dalam hal pendidikan anak.
1. Tanggung jawab pendidikan Kristen pertama-tama dan terutama terletak pada orang tua, yaitu ayah dan ibu (Amsal 1:8). Banyak keluarga Kristen masa kini yang menyerahkan pendidikan rohani anak mereka sepenuhnya pada gereja atau sekolah minggu. Mereka beranggapan bahwa gereja atau sekolah minggu tentunya memiliki "staf profesional" yang lebih handal dalam menangani pendidikan rohani anak mereka. Namun, mereka lupa bahwa lama waktu perjumpaan antara anak mereka dengan pendeta, pastor, gembala, guru sekolah minggu, atau pembimbing rohani anak yang hanya beberapa jam dalam seminggu, yang tentunya terlalu singkat untuk mengajarkan betapa luas dan dalamnya pengetahuan tentang Allah. Satu hal lain yang terpenting adalah Allah sendiri telah meletakkan tugas untuk merawat, mengasuh, dan mendidik anak-anak ke dalam tangan orang tua. Merekalah yang harus mempersiapkan anak-anak mereka agar hidup berkenan kepada Allah. Gereja dan sekolah minggu hanya membantu dalam proses pendidikan tersebut.
2. Tujuan utama pendidikan Kristen adalah untuk mengajar anak-anak takut akan Tuhan, hidup menurut jalan-Nya, mengasihi-Nya, dan melayani-Nya dengan segenap hati dan jiwa mereka (Ulangan 10:12). Berlainan dengan pendidikan oleh dunia yang bertujuan untuk menciptakan generasi muda yang penuh ambisi untuk sukses, mandiri, dan percaya pada kekuatan diri sendiri, pendidikan Kristen mendidik anak-anak untuk memiliki sikap mementingkan Tuhan di atas segala-galanya, taat pada Tuhan, dan bergantung pada kekuatan Tuhan untuk terus berkarya. Nilai-nilai yang penting dalam pendidikan Kristen adalah kasih, ketaatan, kerendahan hati, dan kesediaan untuk ditegur.
3. Orang tua yang baik mendidik anaknya dengan teguran dan hajaran dalam kasih (Amsal 6:23). Ada teori pendidikan modern yang menyarankan agar orang tua jangan pernah menyakiti anak-anak mereka, baik secara fisik maupun secara verbal, atau melalui kata-kata karena hal tersebut dapat menimbulkan kebencian dan dendam pada orang tua dalam diri anak-anak. Teori ini menganjurkan orang tua untuk membangun anak-anaknya hanya melalui pujian dan dorongan. Hal ini bertentangan dengan kebenaran Alkitab yang mengatakan bahwa teguran dan hajaran juga dapat mendidik anak sama efektifnya dengan pujian dan dorongan, selama semuanya dilakukan dalam kasih.
4. Pendidikan Kristen harus dilakukan secara terus-menerus melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan (Ulangan 6:7). Kata bahasa Ibrani yang dipakai dalam ayat ini adalah "shinnantam", yang berasal dari akar kata "shanan" yang berarti mengasah atau menajamkan, biasanya pedang atau anak panah. Kata ini dipakai sebagai simbol untuk menggambarkan kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti orang mengasah sesuatu dengan tujuan untuk menajamkannya. Orang tua tidak dapat hanya mengandalkan khotbah atau pelajaran Alkitab setiap hari Minggu untuk memberi "makanan rohani" bagi anak-anak mereka. Orang tua harus secara rutin dan dalam segala kesempatan menyampaikan kebenaran firman Tuhan kepada anak-anak mereka. Lebih jauh lagi, orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka, bukan hanya melalui perkataan, tapi juga perbuatan.
Tanggung jawab pendidikan Kristen memang bukan tugas yang mudah, baik bagi bangsa Israel pada zaman Perjanjian Lama maupun bagi kita pada zaman sekarang. Setiap zaman memiliki kesulitan dan pergumulan masing-masing, namun prinsip-prinsip dasar pendidikan Kristen yang Alkitabiah tetap bertahan di tengah berbagai teori pendidikan baru yang muncul. Jika orang Israel menafsirkan Keluaran 13:9 atau Ulangan 6:8 secara harafiah dengan mengikatkan tali sembahyang pada lengan dan dahi mereka,
"Hal itu bagimu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi peringatan di dahimu, supaya hukum TUHAN ada di bibirmu;" (Keluaran 13:9a)
maka saat ini kita yang sudah mengerti makna sesungguhnya dari perintah ini harus senantiasa merenungkannya dalam pemikiran kita, mengatakannya setiap hari, dan melakukannya dengan segenap kemampuan tangan kita.


IMPLEMENTASI: PENDIDIKAN YANG MEMBERDAYAKAN DAN MEMBEBASKAN

Pendidikan adalah pemberdayaan potensi yang dimiliki oleh pendidik dan orangtua untuk menemukan dan memberdayakan potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Untuk itu, upaya-upaya yang perlu dilaksanakan adalah:
1. Pemulihan para pendidik (orangtua dan guru). Hal ini diperlukan karena orangtua atau guru yang melakukan kekerasan terhadap anak, kemungkinan besar ia pun mengalami kekerasan pada masa kanak-kanaknya.
2. Jangan mendisiplinkan didik pada saat sedang marah, sibuk, stress, tegang, atau bermasalah dengan hal-hal yang lain, karena dapat berakibat fatal bagi anak.
3. Orangtua dan guru harus menyadari bahwa mereka dipanggil oleh untuk melayani melalui perhatian, pengajaran dan keteladanan yang diberikan kepada anak.
4. Kerja sama dengan organisasi-organisasi non-gereja untuk membekali guru dan orangtua agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik.
5. Penginjilan dan pembimbingan rohani yang dilaksanakan oleh sekolah kepada murid dan guru.
6. Pelaksanaan peraturan.
a. Peraturan yang dimiliki oleh sekolah harus dijelaskan kepada orangtua dan siswa ketika siswa baru memasuki sekolah.
b. Disiplin dilaksanakan secara konsisten berdasarkan keteladanan dan peraturan yang jelas.
c. Sanksi diberikan sesuai dengan tingkat pelanggaran, tingkat perkembangan anak secara psikologis, daya tahan fisik anak, kesanggupan anak untuk menerimanya, dan tujuan dari pemberian sanksi.
d. Memperhatikan penampilan/cara berpakaian dan model pakaian yang digunaka sebagai seragam.
7. Proses belajar mengajar.
a. Menumbuhkan niat belajar anak dengan cara memotivasi dan memberikan semangat kepada anak.
b. Menjalin rasa simpati/empati dan saling pengertian untuk menumbuhkan kepedulian social, toleransi, dan saling menghargai antara guru dan murid serta antara murid dengan murid.
c. Menciptakan suasana riang, tanpa ada tekanan.
d. Memberikan motivasi untuk bangkit apabila anak mengalami kegagalan.
e. Mengembangkan rasa saling memiliki untuk membentuk kebersamaan, kesatuan, kesepakatan, dan dukungan belajar.
f. Menujukkan teladan yang baik.



Sumber:

a. Abd.Rahman Assegaf, Pendidikan Tanpa Kekerasan: Tipologi Kondisi, Kasus, dan Konsep, Yogyakarta: Tirta Wacana Yogya, 2004.
b. Daniel Agung Kurniawan Budilaksono, Penerapan Pendidikan Kristen Perjanjian Lama dalam Era Modern, http:// pepak.sabda.org/pustaka/050919/?kata=perjanjian+lama.
c. Michelle Anthony, Christian Education, 2001.
d. Peniel Maiaweng, Pendidikan Anti Kekerasan: Perspektif Teologis-Padeigogi, www.oase online.org.
e. Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen dari Plato sampai Ig. Loyola, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005.
f. Yulia Oeniyati, Silabus PAK Anak, http://www.sabda.org/pepak/pustaka/050836/.