Sabtu, Maret 08, 2008

DOKTRIN PERTOBATAN DALAM SEJARAH GEREJA

Hanya ada beberapa masalah penting yang menarik perhatian mereka yang percaya surga neraka daripada pertanyaan apa yang harus dilakukan seseorang untuk bisa masuk ke dalam sorga. Jawaban dari pertanyaan ini hampir selalu mengacu pada pertobatan. Di dalam keseluruhan sejarah gereja hampir setiap teolog mengajarkan bahwa pertobatan sangat penting bagi keselamatan dari neraka.[1] Bagaimanapun, beberapa pengertian yang berbeda tentang pertobatan banyak dibela. Tulisan ini akan melukiskan pengertian itu.[2]

I. Pandangan Pre-Reformation

Dari para rasul sampai para reformer, intinya ada satu pandangan yang dipakai. Disayangkan pandangan ini sangat sedikit melihat atau tidak adanya anugrah. Suatu system keselamatan yang muncul dimasa gereja permulaan. Herannya, generasi pertama setelah para rasul telah membengkokan kabar baik yang telah dipercayakan para rasul pada mereka.[3] Tentang teologi para rasul Torrance menulis:

Keselamatan didapat, menurut mereka, oleh pengampunan ilahi tapi atas dasar pertobatan [perubahan diri dihadapan Tuhan],[4] bukan atas dasar kematian Kristus semata. Jelas gereja permulaan ingin untuk menjadi martir, merasa bahwa dengan cara itu orang keselamatan orang Kristesn sesuau dengan salib, daripada iman … tidak melihat bahwa seluruh keselamatan berpusat pada pribadi dan kematian Kristus .... Gagal mengerti arti salib dan membuatnya sebagai pasal tertentu dari iman merupakan indikasi paling jelas bahwa pengajaran anugrah sama sekali tidak ada.[5]

Tiga aspek utama dari pandangan pre-Reformation tentang pertobatan menyelamatkan.

1. Pengampunan Awal, Dosa Pre-Baptismal Saja

Bapa gereja dan penerus mereka percaya bahwa keselamatan dimulai pada saat seseorang dibaptis. Saat dibaptis dosa yang telah dilakukan sampai saat itu [ditambah dosa mula-mula dari Adam] diampuni.[6] Bapa gereja percaya bahwa seseorang akan memulai kehidupan Kristen dengan keadaan yang sama sekali baru. Tentu saja, tidak akan terus bersih untuk waktu yang lama. Karean setiap orang terus dijangkiti dosa setelah baptisan (1 John 1:8, 10), gereja harus mengembangkan suatu rencana dimana dosa post-baptismal bisa ditebus.

2. Pengampunan Dosa Post-Baptismal Sins oleh Pertobatan/Penebusan Dosa

Dengan pandangan baptisan dan pengampunan dosa seperti ini, tidak heran orang mulai melalaikan baptisan sampai mereka hampir mati. Dengan cara itu mereka bisa yakin akan pengampunan total. Bapa gereja dan penerusnya berurusan dengan masalah ini dengan menganjurkan pertobatan (atau penebusan dosa) sebagai obat bagi dosa setelah dibaptis. Awalnya para bapa gereja berdebat apakah dosa utama setelah baptisan bisa diampuni sama sekali. Secara umum disetujui bahwa bahkan dosa “fana” bisa diampuni; bagaimanapun, ada beberapa silang pendapat tentang berapa banyak seseorang bisa bertobat dan diampuni.[7]> Beberapa pemimpin, seperti Hermas, berpegang bahwa hanya bisa ada satu kesempatan untuk pertobatan setelah baptisan.[8] Pandangan itu tidak terus terpakai. Pandangan yang dipakai oleh bapa gereja adalah seseorang bisa bertobat dan diampuni untuk beberapa kali.[9] Awalnya, mereka tidak menentukan secara spesifik berapa kali seseorang bisa bertobat karena takut memberikan orang digereja ijin untuk berdosa. Hal ini, jelas membawa beberapa orang menunda pertobatan sampai mendekati kematian. Abat kelima, sebaliknya, tidak takut memberikan orang ijin untuk berdosa, gereja secara keseluruhan menentukan bahwa seseorang bisa bertobat dan diampuni tanpa batas atau berkali-kali.[10]

3. Pertobatan Didefinisikan sebagai Penyesalan, Pengakuan, dan Pelatihan Menunjukan Tindakan Penebusan Dosa

Bapa gereja mengajarkan bahwa untuk mendapatkan keselamatan dari penghukuman kekal seseorang harus merasa bersalah untuk dan mengakui dosa setelah baptisan kepada pendeta dan kemudian melakukan tindakan penebusan dosa yang ditunjukan oleh pendeta.[11] Bapa gereja latin menerjemahkan atau salah menerjemahkan, kata dalam PB metanoeo„ dan metanoia untuk merefleksikan prasangka teologis mereka. Mereka menerjemahkan istilah itu sebagai poenitenitam agite dan poenitentia, "melakukan tindakan penebusan dosa " dan "tindakan penebusan dosa.”[12] Kesalahan terjemahan itu sayangnya menjadi bagian dari PL latin dan kemudian versi Vulgata Latin dari Alkitab. Sampai reformasi terjemahan itu mendapat tantangan serius.

Ringkasan

Bayangkan anda seorang anggota gereja dalam abad 5 dibawah system seperti itu. Orangtua anda berpegang pada hal ini. Anda dibaptis saat masih bayi. Saat kecil anda diajar pentingnya penebusan dosa dan pengakuan kepada pendeta baik oleh orangtua dan pendeta. Seiring waktu anda menjadi seorang remaja dan anda yakin bahwa keselamatan hanya ada dalam gereja dan anda berjuang keras melawan dosa jika anda ingin masuk sorga. Oh, betapa ingin anda untuk masuk kedalamnya! Anda berharap, anda cukup baik hari ini dan tetap begitu untuk keesokan hari. Anda berharap tidak mati saat melakukan dosa seperti perzinahan, pemujaan berhala, atau menolak iman saat disiksa.

Anda bertanya dosa mana yang merupakan dosa fana dimata Tuhan. Bagaimana jika anda mati setelah iri atau membenci dan itu ternyata dosa yang cukup besar untuk bisa memasukan anda keneraka? Kadang anda takut kalau pendeta tidak cukup keras kepada anda saat memberi hukuman untuk penebusan dosa. Bagaimanapun, tidak ada ukuran hukuman bagi dosa. Bagaimana jika pendeta anda membuat kesalahan? Bagaimana jika anda tidak cukup untuk ditebus atas dosa anda? Anda sangat takut akan neraka dan tanpa kepastian apapun untuk bisa lolos dari apinya.

Robert Williams sangat baik meringkas pandangan gereja permulaan untuk pertobatan yang menyelamatkan dalam tulisannya:

Sedikit dan besar, jauh lebih mudah untuk masuk ke gereja daripada memasukinya lagi, sekali tujuan akhir tidak mau diakui oleh penganutnya. Permulaannya, melalui baptisan, telah diberi suatu keadaan yang baru. Apapun kejahatan yang menodai kehidupan seseorang, telah diampuni dan dilupakan dan perjalanan baru dengan Kristus dimulai. Saat gereja harus berurusan dengan mereka yang telah mengotori keadaan awallah masalah muncul. Kesalahan kecil diberikan sedikit bentuk sensor, seperti dikeluarkan sementara dari Perjamuan Kudus atau tindakan penebusan dosa lainnya. Berkaitan dengan dosa seperti perzinahan, pembunuhan dan pemujaan berhala, belum lagi kemurtadan, pemimpin gereja memiliki perbedaan bentuk hukuman.13]

Pasti tetap ada orang yang mengerti dan mengetahui anugrah Tuhan dalam Kristus, bahkan dalam masa antara Para rasul dan Reformasi. Bagaimanapun, sebagian besar tidak mengetahui apapun tentang anugrah. Mereka hanya tahu legalism dan farisi. Ada kebutuhan serius untuk reformasi menyeluruh bagi gereja. Lama baru ada. Jelas lebih dari ribuan kegelapan menutupi gereja sampai adanya reformasi.

II. Pandangan Reformasi

Para reformer menantang ketiga pilar pandangan gereja atas pertobatan yang menyelamatkan.

1. Pengampunan Awal atas Seluruh Dosa, Pre- and Post-Baptismal

Calvin,[14] dan sedikit Luther[15] mengajarkan bahwa semua dosa seseorang, baik pre- and post-baptismal, telah diampuni saat seseorang menjadi Kristen. Pengajaran seperti itu dengan jelas menandai perpecahan dari Roma. Bagaimana dengan pengakuan dosa pada pendeta dan melakukan tindakan penebusan dosa? Secara logis, itu akan dihilangkan dalam gereja yang mengadopsi pemikiran reformasi tentang pengampunan dosa. Seperti kita ketahui, itulah yang terjadi.

2. Tindakan Penebusan Dosa tidak diperlukan untuk Pengampunan Dosa Setelah Baptisan

Calvin menolak pemikiran bahwa seseorang harus melakukan tindakan penebusan dosa untuk menebus dosa setelah baptisan agar keselamatannya tetap ada.[16] Dia mengajarkan bahwa kematian Kristus, sekali didapat, menebus seluruh dosa yang sudah dan akan dilakukan.

Luther, dalam terang pengertian tentang pertobatan,[17] berpegang bahwa walau tindakan penebusan dosa itu sendiri tidak diperlukan, seseorang yang mengabaikan imannya dalam Kristus dan jatuh dalam dosa akan binasa kecuali dia kembali kepada Kristus untuk memperbaharui iman. Mengomentari pandangan Jeroma, posisi gereja, bahwa tindakan penebusan dosa merupakan “papan kedua setelah kapal karam," Luther menulis:

Anda akan melihat betapa jahat, betapa salahnya untuk mengumpamakan tindakan penebusan dosa merupakan “papan kedua setelah kapal karam," dan betapa merusaknya untuk percaya bahwa kuasa baptisan telah hancur, dan kapal jadi berkeping-keping, karena dosa. Kapal tetap baik (kuat dan tidak terkalahkan) itu tidak bisa hancur jadi “papan” Didalamnya kita membawa semua mereka yang masuk kepada keselamatan, karena kebenaran Tuhan memberikan kita janji dalam sakramen. Jelas, sering terjadi banyak orang terjatuh kelaut dan binasa; ini adalah mereka yang meletakan iman dalam janji dan terjun kedalam dosa. Tapi kapal itu sendiri tetap utuh dan jalurnya tetap. Jika ada orang yang oleh anugrah kembali kekapal, itu bukan karena papan apapun, tapi kapal itu sendiri sehingga dia tetap hidup. Orang itu adalah orang yang kembali melalui iman kepada janji yang kekal dari Tuhan.[18]

Luther secara formal menolak tindakan penebusan dosa. Dia merasa tindakan itu “menyiksa batin sampai mati.[19] Bagaimanapun, secara praktek dia tetap memegang pentingnya hal seperti itu. Untuk diselamatkan dalam penghakiman, menurut Luther, seseorang harus berusaha dalam iman, baik secara moral dan doktrin.[20]

3. Pertobatan (Metanoia) Didefinisikan sebagai Perubahan Pikiran

Berbeda dengan definisi gereja akan metanoia yang meliputi penyesalan, pengakuan dan tindakan penebusan dosa, Calvin dan Luther menyimpulkan bahwa itu membantu suatu "perubahan pikiran.[21] Pertobatan keselamatan menurut Calvin dan Luther merupakan perubahan pikiran diamana seseorang mengetahui dosanya dan perlu pengampunan dan kemudian berbalik dalam iman kepada Tuhan untuk disediakan pengampunan dalam Kristus[22] Intinya, Luther dan Calvin melihat pertobatan keselamatan sebagai bagian penting dari iman keselamatan.

Ringkasan

Reformasi mengenalkan pandangan baru akan pertobatan keselamatan. Calvin mengajarkan bahwa semua dosa diampuni saat pertobatan, bahwa tindakan penebusan dosa tidak diperlukan karena pengampunan dosa setelah dibaptis, dan bahwa istilah PB metanoia menunjuk pada perubahan pikiran dimana seseorang mengetahui dosanya dan memerlukan pengampunan dalam Kristus. Luther setuju dengan pandangan terakhir dan sedikit dengan yang 2 pertama. Mereka yang terbeban bagi kemurnian Injil anugrah menemukan itu mengecewakan bahwa Luther memegang pandangan keselamatan linear dan kemungkinan keluar dari iman.

Kekuasaan tunggal Gereja Roma telah hancur. Tidak lama lagi akan diusulkan anugrah dibatasi untuk beberapa Elijah masa kini saja. Para Reformator melihat kepada Kristus dan para rasul daripada bapa gereja dalam pandangan pertobatan dan Injil. Apakah pengikut mereka bisa memiliki pandangan yang tinggi terhadap anugrah? Atau mereka, seperti para bapa gereja, kehilangan pengertian yang tepat akan anugrah dan keluar kedalam “Injil” manusi dan legalistik?

III. Pandangan Post-Reformation

Periode post-Reformation merupakan kelanjutan pandangan sebelumnya dan memunculkan yang baru.

1. Penyesalan, Pengakuan, dan Tindakan Penebusan Dosa

Pandangan pertobatan keselamatan Roma terus ada dari Reformasi sampai sekarang. Pandangan Calvin dan Luther juga terus ada. Bagaimanapun, pandangan mereka dalam beberapa kasus dimodifikasi sehingga sekarang ada 3 pandangan protestan akan pertobatan keselamatan.[23]

2. Memalingkan Diri dari Dosa

Mereka yang memegang pandangan ini menganggap pertobatan keselamatan merupakan suatu perpalingan aktual dari dosa dan tidak hanya kemauan atau keinginan melakukannya.[24] Mereka akan menjadikan seorang alkoholik sebagai contoh, bahwa untuk menjadi Kristen dia harus berhenti mabuk.

Suatu Kerelaan atau Keputusan untuk Berhenti Berbuat Dosa

Orang lain berpendapat bahwa seseorang perlu untuk rela berpaling dari dosanya.[25] Mereka akan mengatakan pada seorang alkoholik bahwa untuk menjadi Kristen dia pertama kali harus rela berhenti mabuk. Mereka akan berhenti sebentar untuk mengatakan bahwa dia harus berhenti minum sebelum bisa diselamatkan.

Orang yang memegang kedua pandangan pertama ini akan menekankan pada tingkatan kebutuhan untuk sedih akan dosa seseorang dan mengkomitmenkan diri pada ketuhanan Yesus Kristus.

3. Suatu Perubahan Pikiran

Sebagian Protestan berpendapat bahwa pertobatan keselamatan tidak meliputi berbalik dari dosa seseorang atau bahkan keinginan untuk melakukannya. Tapi, menurut mereka, pertobatan keselamatan merupakan perubahan pikiran dimana seseorang mengenali keberdosaannya dan memerlukan keselamatan dan melihat Yesus Kristus sebagai Pengganti yang tidak berdosa yang telah mati diatas salib untuk dosanya.[26] Mereka mengerti istilah PB metanoia dalam pengertian klasiknya.

Mereka akan mengatakan pada seorang alkoholik bahwa dia harus mengenali keberdosaannya dan perlunya akan keselamatan dan menempatkan imannya hanya pada Yesus Kristus agar bisa diselamatkan dari penghukuman. Mereka akan menghindari memberikan kesan bahwa individu harus mengubah gaya hidupnya atau mau melakukannya agar mendapat keselamatan dari penghukuman kekal.

Variasi dari Tiga Pandangan Protestan

Harus diperhatikan bahwa beberapa orang yang memegang ketiga pandangan protestan tentang pertobatan keselamatan tidak harus percaya bahwa keselamatan sekali didapat itu aman dan tidak bisa diganggu. Sebagian protestan berpendapat bahwa keselamatan bisa hilang karena tidak setia atas pertobatannya sendiri. Pengajaran seperti itu tidak sesuai dengan pandangan reformator tentang depravity dan kematian Jesus' yang sekali untuk mengganti kematian. Sebagian protestan memegang pandangan katolik roma akan pertobatan keselamatan –sekalipun pengakuan yang sebelumnya kepada pendeta sekarang langsung kepada Tuhan. Bagaimanapun, kita menyebut variasi itu sebagai pandangan “protestan” karena mereka yang memegangnya adalah anggota gereja protestan bukan katolik. Kenyataannya, ada enam pandangan protestan tentang pertobatan keselamatan: 1) berbalik dari dosa dan terus begitu untuk menjaga keselamatan yang bisa hilang.[27] 2) berbalik dari dosa untuk mendapat keselamatan kekal yang tidak bisa hilang, 3) kerelaan untuk berbalik dari dosa dan kemudian, setelah bertobat, berbalik dari dosa dalam cara hidup untuk menjaga keselamatannya, 4) kerelaan untuk berbalik dari dosa agar mendapat keselamatan kekal. 5) mengubah pikiran anda tentang diri sendiri dan Kristus untuk mendapat keselamatan dan berbalik dari dosa dalam cara hidup untuk menjaga keselamatan itu, dan 6) ubah pikiranmu tentang diri dan Kristus dan mendapat keselamatan yang tidak bisa hilang.

IV. Kesimpulan

Dari awal abad kedua sampai Reformasi satu pandangan pertobatan keselamatan dijalankan, yaitu posisi Roma.[28] Mereka berpegang bahwa saat seseorang dibaptis hanya dosa sebelumnya yang diampuni dan dosa sesudahnya hanya bisa diampuni dengan mengakui dosa kepada pendeta dan dengan seksama menjalankan tindakan penebusan dosa yang dianjurkan.

Reformasi memperkenalkan 2 pandangan baru. Calvin berpegang bahwa saat pertobatan semua dosa seseorang, sebelum dan sesudah dibaptis, telah diampuni dan pengakuan dosa kepada pendeta dan tindakan penebusan dosa tidak diperlukan. Luther memegang posisi diantara Calvin dan Gereja Katolik Roma. Dia percaya bahwa pengakuan pada pendeta dan melakukan tindakan penebusan dosa tidak diperlukan untuk menjaga keselamatan seseorang. Bagaimanapun, walau dia menolaknya secara formal, dia terus memegang bahwa seseorang bisa gagal mendapat keselamatan akhir karena memilih untuk hidup dalam dosa.

Sejak pandangan Reformasi dan Roma terus berlajut dan keenam pandangan protestan muncul. Kita harus hati-hati untuk tidak mendasarkan teologi kita pada mayoritas. Mayoritas bisa salah –dan dalam dunia yang telah jatuh ini hal itu sering terjadi.

Kemudian, kenapa kita harus mempelajari sejarah interpretasi? Karena dengan melakukan ini kita lebih mampu untuk datang dan menjaga kesimpulan kita sendiri dan berinteraksi dengan yang lain, baik orang percaya maupun belum. Jika, sebagai contoh, saya mengerti posisi Roma akan pertobatan keselamatan, kesaksian saya pada Katolik juga dikuatkan.

Pandangan mana yang benar dalam hal ini? Tulisan berikutnya akan menunjukan bahwa perubahan pikiran dan keselamatan yang tidak bisa hilang merupakan yang sesuai dengan Alkitab. Jika seseorang harus menyerahkan sesuatu atau mau melakukan itu untuk mendapat keselamatan, maka itu bukan cuma-cuma. Jika seseorang harus hidup taat untuk menjaga keselamatan, maka iman ditambah usaha, menghilangkan anugrah. Pandangan lain tentang hal ini gagal menangkap gawatnya keberdosaan kita ditangan Tuhan yang Suci. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk membersihkan hidup kita sehingga berkesan bagi Tuhan. Hanya darah Yesus Kristus yang bisa menebus dosa kita. Dan, satu-satunya cara untuk itu adalah melalui iman dalam Kristus semata. Satu-satunya hal yang harus kita serahkan adalah sikap membenarkan diri. Kita harus berhenti melihat diri kita cukup baik untuk mendapat keselamatan dan menempatkan kepercayaan kita atas apa yang Yesus Kristus lakukan disalib bagi kita sebagai pengganti.

Tidak ada yang bisa pergi kepada Tuhan dengan usaha sendiri. Tapi banyak yang mencoba. Satu-satunya cara yang perlu dilakukan seseorang adalah mengenali ketidakberdayaan mereka dan perlu seorang Juruselamat dan meletakan iman dalam Yesus Kristus dan Dia semata untuk menyelamatkan mereka dari dosa. Suatu perubahan pikiran dibutuhkan. Sekali orang percaya dalam Yesus Kristus, dia bisa yakin, atas dasar janji Alkitab, kalau dia selalu menjadi bagian dari keluarga Tuhan yang kekal. Tuhan telah melakukan segalanya bagi kita kecuali kita harus menerima pemberian cuma-cuma itu. Itu bagian kita.

Injil menyediakan obat bagi dosa dan akibatnya, neraka. Pesan Injil sangat berkuasa selama tidak dibengkokan. Air hidup yang murni akan selalu memuaskan dahaga jiwa yang kering.




[1] Melalui tulisan ini ekspresi "pertobatan keselamatan " akan digunakan untuk menunjuk pada pertobatan yang diperlukan untuk lepas dari penghukuman kekal.

[2] Tulisan ini berasal dari disertasi doktoral saya. Cf. Robert N. Wilkin, "Repentance as a Condition for Salvation in the New Testament" (Th. D. dissertation, Dallas Theological seminary, 1985).

[3] Lihat Thomas F. Torrance, The Doctrine of Grace in the Apostolic Fathers (Grand Rapids: Eerdmans, 1959).

[4] Ibid., 135.

[5] Ibid., 138.

[6] Untuk contoh, lihat, Hermas, Mandate, 4. 3. 1, 6; Polycarp, Letter to the Philippians 2, 5; Justin Martyr, The First Apology, 15-16; Origen, Homilies on the Psalms, On Psalm 37 (38): 2, 6; Ambrose, Concerning Repentance, 2.11; Augustine, On Christian Doctrine, 1.17-18; Anselm, De Concordia III: Grace and Free Choice, 8; and Aquinas, Summa Contra Gentiles, IV: 71-72.

[7] Sebagai contoh, karya dua volume Ambrose, Concerning Repentance, merupakan pembelaannya terhadap klaim Novatianists' bahwa gereja tidak bisa mengampuni dosa seperti kemurtadan. Ambrose memegang posisi gereja bahwa mereka memiliki kuasa mengampuni dosa setelah dibaptis dalam tingkatan apapun.

[8] Lihat Hermas, Mandate, 4. 3. 6. Lihat juga Ambrose, Concerning Repentance, 2.10, dimana dia mengajarkan bahwa dosa yang lebih sedikit bisa bertobat sehari-hari tapi tidak yang fana. Ambrose berpegang bahwa hanya ada satu tindakan penebusan dosa bagi dosa fana.

[9] Sebagai contoh, lihat, Clement of Rome, First Epistle to the Corinthians, 7-9, 50-51; 56-57; Polycarp, Philippians, 2, 5; and Cyprian, Epistle 52 (56 Oxford Edition), Treatise on the Lapsed, and The Seventh Council of Carthage.

[10] Sebagai contoh, lihat, Jerome, Letter 122: To Rusticus, 3; and Augustine, On the Creed, 15- 16.

[11] 11 Lihat Hermas, Mandate, 4. 3. 6; Clement of Rome, First Epistle, 8-9; and Polycarp, Philippians, 2.

[12] Lihat William Douglas Chamberlain, The Meaning of Repentance (Grand Rapids: Eerdmans, 1943), 27-28; Edgar R. Smothers, "The New Testament Concept of Metanoia,. Classical Bulletin 10 (1933): 7-8; Aloys Herman Dirksen, The New Testament Concept of Metanoia (Washington, DC: The Catholic University of America, 1932), 66-67; and John Cecil Anderson, "Repentance in the Greek New Testament" (Th.D. dissertation, Dallas Theological Seminary, 1959), 14ff.

[13] Robert Williams, A Guide to the Teaching of the Early Church Fathers (Grand Rapids: Eerdmans, 1960), 142.

[14] Lih. Calvin Institutes of the Christian Religion, 4. 15. 3.

[15] Luther berpegang pada pertobatan linear. Dia percaya bahwa keselamatan seseoragn tidak selesai sampai dia mati. Dia mengajarkan bahwa seseorang bisa kehilangan keselamatannya –atau, gagal menyadari hal itu sampai akhir –jika dia menolak percaya pada Yesus Kristus dan terlibat dalam kehidupan dosa. Dia melihat kematian Kristus sudah meliputi seluruh dosa, baik sebelum dan sesudah baptisan, selama orang itu tetap berjuang dalam iman. Jelas, pernyataannya bertentangan dengan kematian Kristus sudah mencukupi dan menghilangkan kemungkinan kepastian. See Luther's Works, vol. 36, The Babylonian Captivity of the Church, 1520, 60-61, Marilyn Jean Harran, The Concept of Conversio in the Early Exegetical and Reform Writings of Martin Luther" (Ph.D. dissertation, Stanford University, 1978), and Fred J. Prudek, "Luther's Linear Concept of Conversion" (Th.M. thesis, Dallas Theological Seminary, 1979)

[16] Lih. Calvin, Institutes, 3. 24. 6, 4. 19. 14-17

[17] Lih. footnote 15 above.

[18] Luther's Works, vol. 36, The Babylonian Captivity, 61

[19] Ibid., 89.

[20] Ibid., 59-61, 89, 123-24. Perlu juga diperhatikan penyelidikan oleh sarjana Lutheran Lowell Green (How Melanchthon Helped Luther Discover the Gospel: The Doctrine of Justification in the Reformation [Fallbrook, CA: Verdict Publications, 1980]) menunjukan bahwa Luther berpendapat orang percaya harus berusaha terus berjalan dalam iman untuk bisa menerima keselamatan akhir (lihat, e.g., 260).

[21] Lihat Luther, Luther's Works, Vol. 48, Letters (May 30, 1518 Letter to John von Staupitz), 65-70; Calvin, Institutes' 3. 3. 1-16; and Dirksen, Metanoia, 79-80 and "Metanoeite," The Bible Today 19 (1965):1262, 1266.

[22] Lihat Calvin, Institutes, 3. 3. 5, 18; 3. 4. 1-39; and Luther, Luther's Works, vol. 48, Letters, 66-67.

[23] Bagaimanapun, setiap pandangan ini memiliki 2 bentuk. Maka itu, seperti yang akan kita lihat, dalam praktek ada 6 pandangan protestan tentang pertobatan keselamatan. Harus diperhatikan bahwa semua pandangan ini mengajarkan bahwa pertobatan keselamatan harus digabungkan dengan iman dalam Yesus Kristus untuk mendapat keselamatan.

[24] Untuk contoh, lihat, James Montgomery Boice, Christ's Call to Discipleship (Chicago: Moody Press, 1986), 105-lU; James Graham, "Repentance," Evangelical Quarterly 25 (1953): 233; George Peters, "The Meaning of Conversion," Bibliotheca Sacra 120 (1963): 236, 239; Rudolph Schnackenburg, The Moral Teaching of the New Testament (Freiburg: Herder and Herder, 1965), 25-33; Charles Scobie, John the Baptist (Philadelphia: Fortress Press, 1964), 80, 112, 148; A. H. Strong, Systematic Theology (Philadelphia: Judson Press, 1912), 832-35; and Eugene La Verdiere, The Need for Salvation: A New Testament Perspective," Chicago Studies 21 (1982): 234.

[25] Untuk contoh, lihat, William Barclay, Great Themes of the New Testament (Philadelphia: Westminster Press, 1979), 72-73; Lewis Bookwalter, Repentance (Dayton, OH: United Brethren Publishing House, 1902), 30, 43, 53-55; William Douglas Chamberlain, The Meaning of Repentance (Grand Rapids: Eerdmans, 1943), 47, 143-44, 216, 222-23; Daniel Fuller, Gospel and Law: Contrast or Continuum? (Grand Rapids: Eerdmans, 1980), 151-52; Kenneth Gentry, "The Great Option: A Study of the Lordship Controversy," Baptist Reformation Review 5 (1976): 57-62, 77; Billy Graham, The Meaning of Repentance (Minneapolis: The Billy Graham Evangelistic Association, 1967), 5-11; George Ladd, The Gospel of the Kingdom (Grand Rapids: Eerdmans, 1959), 95-106; 1. Howard Marshall, Kept by the Power of God (London: Epworth Press, 1969), 37-38; J. 1. Packer, Evangelism and the Sovereignty of God (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1961), 70-73; Kazimierz Romanink, "Repentez-vous, car le Royaume des Cieux est tout proche (Matt. iv. 17 par.)," New Testament Studies 12 (1966): 264; Robert Shank, Life in the Son (Springfield, MO: Wescott Publishers, 1960), 324; Bob Stokes, Repentance, Revival, and the Holy Spirit (Chicago: Moody Press, 1975), 10-16, 24, John R. W. Stott, Basic Christianity (London: InterVarsity Fellowship, 1958), 111-32, and "Must Christ be Lord to be Savior?," Eternity 10 (1959): 15, 17; Lehman Strauss, Repentance (Findley, OH: Dunham Publishing Co., 1959), 13-19; and Effie Freeman Thompson, METANOEO and METAMELEI in Greek Literature Until 100 A. D., Including a Discussion of Their Cognates and of Their Hebrew Equivalents (Chicago: University of Chicago Press, 1908), 24-25.

[26] Untuk contoh, lihat, Lewis Sperry Chafer, Systematic Theology, 8 vols. (Dallas, TX: Dallas Seminary Press, 1947-48), 3: 372-78; G. Michael Cocoris, Lordship Salvation--Is It Biblical? (Dallas, TX: Redencion Viva, 1983), 11-12; Milton Crum, "Preaching and Worship: Dynamics of Metanoia, n in Preaching and Worship (N. R: Academy of Homiletics, n.d.), 88-89; H. A. Ironside, Except Ye Repent (New York: American Tract Society, 1937), 34, 53, 171-76; Charles Caldwell Ryrie, Biblical Theology of the New Testament (Chicago: Moody Press, 1959), 116-17; Richard A. Seymour, All About Repentance (Fayetteville, GA: Clarity Publications, 1974), 33, 46, 62; and Treadwell Walden, The Great Meaning of Metanoia (New York: Thomas Whittaker, 1896), 4-9, 79-81,125,151.

[27] Beberapa tahun lalu saya melihat bagian ini dimarquee gereja yang mengajarkan pandangan ini: “Jalan ke surga adalah belok kanan dan tetap lurus.'"

[28] Walau posisi Gereja Timur, and Sergius Bulgakov, The Orthodox Church (London: Centenary Press, 1935), 133-34 terhadap pertobatan tidak serupa dengan posisi Roma, tapi detil utama pada intinya sama. Gereja Timur mengajarkan bahwa tindakan penebusan dosa adalah sakramen yang dibuat untuk menyediakan pengampunan bagi dosa setelah baptisan dan tindakan itu meliputi penyesalan dan pengakuan kepada pendeta. Untuk informasi lebih lanjut tentang pandangan Gereja Timur Orthodox tentang hal ini lihat Frank Gavin, Some Aspects of Contemporary Greek Orthodox Thought (Milwaukee: Morehouse Publishing Co., 1923), 358-70.

Tidak ada komentar: