Sabtu, Maret 29, 2008

MAKAM TALPIOT: STUDI KRISTOLOGI TENTANG KEMATIAN KRISTUS

Pada akhir-akhir ini, kekristenan dikejutkan dengan ditemukannya sebuah makam di daerah Talpiot, Israel. Dalam makam tersebut ditemukan beberapa osuarium, yang mana salah satu osuarium tersebut tertera tulisan Yesus anak Yusuf. Tulisan nama Yesus anak Yusuf ini dihubungkan dengan nama Yesus Kristus dari Nazaret. Temuan ini menimbulkan berbagai reaksi di kalangan Kristen maupun non-Kristen. Tentu reaksi tersebut muncul dengan dilandasi berbagai motivasi.



PASAL I PENDAHULUAN

Makam Talpiot adalah sebuah makam yang ditemukan di Talpiot, makam ini diduga merupakan makam dari Yesus dan keluarga. Talpiot terletak di sebelah selatan Kota Lama Yerusalem. Di dalamnya ditemukan 10 osuarium (peti tulang terbuat dari batu gamping) berusia tua dari kurun waktu pra-tahun 70 Masehi, akhir Perang Yahudi I melawan Roma. Sejak penggalian itu tidak ada penyelidikan lebih lanjut atas makam ini. Di dalam sebuah film dokumenter BBC/CTVC yang berjudul The Body in Question dan ditayangkan di Inggris pada Minggu Paskah 1996, muncul laporan sangat singkat tentang makam ini. Karena terlalu singkat, laporan ini berlalu begitu saja.

Gua makan ini awalnya digali dalam kurun 1–11 April 1980 oleh arkeolog Amos Kloner, Yosef Gath, Eliot Braun, dan Shimon Gibson di bawah pengawasan Otoritas Kepurbakalaan Israel (OKI). Sejak saat itu dilakukan penyelidikan terus- menerus.


Osuarium

Pada penggalian 1980 ditemukan 10 osuarium dari makam Talpiot. Namun, sekarang ini, OKI hanya memiliki sembilan osuarium dari makam Talpiot, satu osuarium dinyatakan telah hilang. Pada penggalian 1980 tulang-belulang dari dalam semua osuarium sudah diserahkan kepada otoritas Yahudi Ortodoks setempat untuk dikuburkan kembali.

Dari sembilan osuarium ini, tiga osuarium di antaranya tidak memiliki inskripsi, sedangkan enam lainnya memuat inskripsi:

"Yesus anak Yusuf" (bahasa Aram)

"Maria" (Aram)

"Mariamene e Mara" ("Maria sang Master") (Yunani)

"Yoses" (Aram)

"Matius" (Aram)

"Yudas anak Yesus" (Aram). K

Empat nama yang pertama sudah dikenal sebagai nama-nama yang muncul dalam Alkitab Perjanjian Baru, baik sebagai anggota-anggota keluarga Yesus (Markus 6:3) maupun sebagai seorang yang dekat dengannya (Mariamene e Mara yang dianggap sebagian orang sebagai Maria Magdalena). Anggapan Mariamene e Mara sebagai Maria Magdalena, adalah karena dianggap sama dengan Mariamne dalam naskah Gnostik Kisah Filipus (Acts of Phillip) mengacu ucapan Francois Bovon penerjemah Kisah Filipus ke dalam bahasa Inggeris, yang pernah menyebut bahwa Mariamne mirip dengan Maria Magdalena yang terdapat dalam naskah Gnostik Manichean Psalms, the Gospel of Mary, dan Pistis Sophia. Namun Maria Magdalena dalam naskah Gnostik tidak sama gambarannya dengan yang ada dalam Perjanjian Baru. Dalam the Gospel of Mary dan khasanah Gnostik lainnya tidak disebut Maria Magdalena adalah isteri Yesus. Mariamne dalam Kisah Filipus itu penginjil, pengajar dan juga membaptis, dan melakukan selibat, jadi Bovon menolak kalau Mariamne kemudian diidentikkan dengan Maria Magdalena dalam Injil Perjanjian Baru apalagi sebagai isteri Yesus (The Lost Tomb of Jesus, Wikipedia). Nama "Matius" muncul dalam "silsilah Yesus" (Matius 1 dan Lukas 3) sebagai kakek Yusuf ayah Yesus, dan juga dalam Markus 2:14 sebagai "anak dari Alfeus (Klofas)". Alfeus atau Klofas, menurut James Tabor, adalah saudara dari Yusuf, ayah legal Yesus, karena Tabor berteori bahwa setelah kematian Yusuf, Kleopas mengawini Maria Magdalena. Jadi, "Matius" dianggap oleh Tabor termasuk ke dalam kaum keluarga Yesus (ini hipotesa Tabor sebab harus ingat banyak Matius sekitar Yesus). Hanya nama "Yudas anak Yesus" yang tidak muncul dalam Perjanjian Baru.


Osuarium Yakobus

Pada 21 Oktober 2002 di Washington DC, Hershel Shanks, editor kondang dari Biblical Archaelogy Review, dan Discovery Channel mengumumkan telah ditemukan sebuah osuarium yang berinskripsi Aramaik "Yakobus, anak Yusuf, saudara dari Yesus". Osuarium Yakobus ini, yang dimiliki Oded Golan (pedagang barang antik kelahiran Tel Aviv), segera terkenal ke seluruh dunia. Osuarium ini, ketika sudah kembali ke Israel sehabis dipamerkan antara lain di Royal Ontario Museum disita oleh OKI, dan Oded Golan ditangkap dengan tuduhan telah memalsukan inskripsi pada osuarium itu berdasarkan hasil tes isotop yang telah dilakuan Prof Yuval Goren, pakar geologi dari Universitas Tel Aviv. Pada Januari 2007, di ruang sidang pengadilan Israel atas Oded Golan, Prof Goren menyatakan bahwa kemungkinan dua huruf dari nama "Yeshua" (Yesus) pada inskripsi Aramaik di osuarium Yakobus ini terdapat lapisan mineral patina yang asli dan berusia tua. Namun Yuval Goren menolak bahwa keseluruhan kalimat itu asli. Kalimat Yakobus anak Yusuf berbeda tulisannya dengan 'saudara Yesus,' jadi kemungkinan besar ditulis dua orang berbeda. Oded Golan diadili oleh pengadilan Israel karena disangka selama belasan tahun telah melakukan pemalsuan inskripsi barang-barang antik untuk mendongkrak harga, dan di ruang kerjanya ditemukan alat-alat dan barang-barang antik yang sedang dalam proses rekayasa inskripsi.

Sementara ini, Tabor dan Jacobovici berpendapat ada kemungkinan bahwa satu osuarium yang telah hilang dari makam Talpiot itu adalah osuarium Yakobus. Shimon Gibson sendiri berpendapat ada kemungkinan bahwa osuarium Yakobus adalah osuarium ke-11 dari makam Talpiot yang telah dicuri dari makam ini sebelum penggalian dilakukan pada 1980. Ketika diukur kembali, didapati ukuran osuarium Yakobus ini sama dengan ukuran osuarium yang telah hilang itu. Tetapi, menurut Amos Kloner yang memimpin penggalian makam Talpiot, disebutkan bahwa osuarium yang hilang berbeda ukuran dengan yang dianggap milik Yakobus, apalagi asuarium ke-10 itu polos dan sama sekali tidak mengandung inskripsi apa-apa. Sisa-sisa tulang-belulang Yakobus masih tersedia. Jika pengujian DNA diizinkan oleh OKI untuk dilakukan pada human residue Yakobus (hingga kini OKI masih belum memberi izin), dan jika terbukti bahwa DNA Yakobus match dengan DNA Yesus (yang sudah diketahui), maka mungkin makam keluarga di Talpiot itu adalah makam keluarga Yesus dari Nazareth, Yesus yang punya saudara satu ayah, yang bernama Yakobus, sebagaimana dicatat baik oleh tradisi Kristen (Galatia 1:19; Markus 6:3) maupun oleh Flavius Yosefus, sejarawan Yahudi. Thesis James Tabor (Jesus Dinasty) ini memang agak rancu soalnya Tabor berteori bahwa Yesus bukan anak kandung Yusuf tapi anak seorang serdadu Romawi bernama Panthera dan Yesus anak angkat Kleopas yang mengawini Maria setelah Yusuf meninggal. Dalam Perjanjian Baru Yesus tidak dikenal sebagai 'anak Yusuf' tetapi 'Yesus orang Nazareth.'


Pemeriksaan DNA

Pemeriksaan DNA tetap bisa dilakukan dengan memakai sisa-sisa endapan organik dari human residue yang menempel pada permukaan-permukaan dinding sebelah dalam atau mengendap di dasar osuarium. Pada tahun 2005 Dr Carney Matheson dan timnya dari Laboratorium Paleo-DNA Universitas Lakehead di Ontario telah memeriksa mitokondria DNA terhadap human residue dari "Yesus anak Yusuf" dan "Mariamene e Mara". Dari penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan persaudaraan maternal antara "Yesus" dan "Mariamene e Mara". Artinya, Mariamene e Mara dari makam Talpiot bukan ibu dari Yesus dan juga bukan saudara kandung perempuannya. Bisa jadi, karena ditemukan dalam satu makam keluarga, Mariamene e Mara dalam makam Talpiot ini adalah orang luar yang bisa siapa saja dan Matheson tidak menyatakan apa-apa kecuali bahwa DNA Yesus anak Yusuf tidak bersaudara kandung dengan Mariamene e Mara. Mengidentikkan Mariamene e Mana sebagai Maria Magdalena adalah asumsi/hipotesa yang terlalu dini. Francois Bovon menyebut bahwa Mariamne dalam Acts of Philip melakukan selibat (tidak kawin).


Buku dan Dokumenter

James D Tabor melalui bukunya yang terbit 2006, The Jesus Dynasty, mengangkat kembali signifikansi makam Talpiot bagi studi tentang Yesus. Discovery Channel pada 4 Maret 2007 di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Israel, dan Eropa menayangkan sebuah film dokumenter berjudul The Lost Tomb of Jesus dengan produser pelaksana James Cameron. Tesis yang diajukan film ini: makam Talpiot adalah betul makam keluarga Yesus dari Nazareth. Di situs www.discovery.com juga ditampilkan penemuan situs makam Yesus dan Keluarga Kudus.

Dalam waktu yang hampir bersamaan (Februari 2007) Simcha Jacobovici dan Charles Pellegrino menerbitkan buku The Jesus Family Tomb: The Discovery, the Investigation, and the Evidence That Could Change History.

Ada pula film dokumenter berjudul The Burial Cave Of Jezus yang dirilis sebagai kerjasama dari Simcha Jacobovici (pemuat film asal Kanada tetapi berdarah Israel), dan James Cameron (pemenang tiga piala Oscar, dan pembuat film Titanic dan The Terminator). Mengenai film dokumenter 'The Lost Tomb of Jesus', dilakukan konperensi pers pada tanggal 26 Februari 2007 di New York dan pada tanggal 4 Maret 2007 film itu diputar di Discovery Channel.

Majalah Haarlems Dagblad, terbitan tanggal 23 Februari 2007 lalu menginformasikan lebih jelas. Terbitan itu memuat laporan seorang pembuat film dokumenter asal Kanada. Dalam jumpa pers ia berkeyakinan telah menemukan kuburan dari Yesus asal Nazaret. Ia meyakinkan bahwa penyelidikan tersebut telah memakan waktu yang cukup lama. Penyelidikan itu bahkan dilakukan oleh tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, diantaranya para arkeolog, ahli sejarah, pakar tulisan kuno dan spesialis DNA.

Dalam laporan penelitian dikatakan, kuburan yang ditemukan tersebut berada di Talpiot, yang masih dalam wilayah Yerusalem. Didalam gua kecil yang dipercaya sebagai kuburan tersebut, team peneliti menemukan 10 sisa - sisa dari peti mati. Dimana tertulis nama-nama diatas sisa-sisa peti tersebut. Nama-nama yang ditemukan, diantaranya: Yesus, anak Yosef; Yudah, anak Yesus; dan dua kali nama Maria, yang dimaksud adalah Maria e Mara dan Maria ibu Yesus. Tak heran, penemuan menghebohkan ini segera menjadi headline harian nasional Israel, Yediot Ahronot.


Aneka Reaksi

Sejak dulu selalu ada kontoversi, jauh sebelum heboh buku The Da Vinci Code karya Dan Brown. Kontoversi teori tentang Yudas sebagai pembuka jalan bagi Yesus menuju kebangkitan yang menyelamatkan yang muncul tahun 2006 lalu, hingga kini penemuan makan Yesus.

Amos Kloner, arkeolog asal Israel yang juga terlibat langsung dalam team penelitian gua tua tersebut justru berkomentar: "Memang, tampaknya seperti cerita yang bagus. Tetapi untuk menyebut bahwa penemuan itu sebagai makam Yesus, bukti-bukti yang ada amatlah sedikit". Karena menurutnya, nama-nama yang ditemukan dalam peti tersebut sudah bukan hal yang istimewa. Sejak 2000 tahun yang lalu, sudah hal yang biasa memberikan nama-nama tersebut bagi orang-orang Yahudi, katanya kepada majalah Haarlems Dagblad. Sementara Paul Verhoeven, sutradara flm asal Belanda, yang juga bekerja di Hollywood mengatakan, “Memang indah untuk menikmati khayalan seperti itu". Sayang James Cameron yang terkenal sebagai sutradara film fiksi itu mengajak beberapa pakar untuk mendukung teorinya mengenai makam keluarga Yesus, namun Cameron sering memberi komentar sendiri yang seakan-akan komentar para pakar tersebut. Ted Koppel dalam 'The Lost Tomb of Jesus - A Critical Look' memiliki pengakuan tertulis dari para pakar yang mengaku bahwa mereka dalam wawancara tidak diberitahukan maksud pengumpulan data itu dan kemudian hanya sepotong bagian wawancara (yang kelihatan mendukung) yang dimuat dan bagian lainnya tidak. Bila hasil wawancara itu ditayangkan selengkapnya, kesimpulan atas film itu bisa berbeda.

Reaksi sangat keras datang terutama dari kalangan Kristen konservatif evangelis. Sebaliknya, sejumlah pakar lain, seperti John Dominic Crossan dan James Charlesworth, mendukung penuh usaha-usaha penelitian terhadap makam Talpiot. Crossan menandaskan temuan makam Talpiot itu adalah "paku terakhir yang ditancapkan pada peti mati literalisme biblis". Crossan adalah pendiri Jesus Seminar (1985) yang sudah lebih dari 20 tahun berusaha untuk menggunakan paku untuk ditancapkan pada peti mati Yesus dan literalisme biblis, namun karena keduanya tetap hidup dan tidak mati maka Crossan sampai kehabisan paku untuk terus menerus memaku petimati kosong. Kredibilitas Crossan diragukan, soalnya dalam buku-bukunya ('A Revolutionary Biography' dan 'Who Is Jesus?') ia berpendapat bahwa kemungkinan mayat Yesus tidak dikubur dan mayatnya dibiarkan dimakan anjing dan binatang pemangsa lainnya, dan kemungkinan ia bisa dikuburkan di kuburan keluarga sangat kecil mengingat Yesus adalah tokoh revolusioner pemberontak Yahudi. Jadi, kalau sekarang Crossan bisa menerima Yesus dikubur dengan tenang di kuburan keluarga di tepi Yerusalem maka ia tidak konsisten. Memang yang metaforis tidak boleh ditafsirkan secara literal tetapi sebaliknya yang literal juga tidak boleh dianggap metafor. Perjanjian Baru bila diteliti dengan seksama lebih merupakan catatan historis secara literal, dan berdasarkan ketidak percayaan akan mujizat dan gejala supra-alami, Crossan dan Jesus Seminar yang dipeloporinya berusaha menafsirkannya sebagai metafor.


Sanggahan


Nama-nama umum

Sejak ekskavasi 1980, nama-nama pada osuarium-osuarium makam Talpiot dipandang oleh sejumlah arkeolog Israel sebagai nama-nama yang umum dipakai di Jerusalem pra-tahun 70. Sifatnya sebagai nama-nama umum inilah yang telah lama dijadikan alasan oleh banyak pakar Kristen menyanggah pendapat bahwa makam Talpiot adalah makam keluarga Yesus dari Nazareth, apalagi dalam Perjanjian Baru Yesus dikenal sebagai 'Yesus orang Nazareth' dan bukan sebagai 'Yesus anak Yusuf' (James Tabor dalam bukunya The Jesus Dinasty menyebut lain lagi yaitu 'Yeshua ben Panthera').

Namun, Jacobovici, Pellegrino, dan James D Tabor berpendapat bahwa terkumpulnya nama-nama anggota keluarga Yesus dalam makam Talpiot sebagai satu cluster adalah suatu kejadian yang unik, yang belum pernah ditemukan sebelumnya di dalam suatu situs galian arkeologis yang terlokasi dan terkontrol. Pandangan mereka ini didukung oleh kajian statistik yang memanfaatkan teori probabilitas dan yang juga memperhitungkan baik demografi kota Jerusalem pra-tahun 70 (berpenduduk antara 25.000 dan 75.000) maupun data nama-nama yang telah dicatat yang berasal dari semua makam yang telah ditemukan di kawasan-kawasan perbukitan kota Jerusalem. Menurut pakar statistik dari Universitas Toronto, Prof Andrey Feuerverger, kemunculan cluster atau kumpulan keempat nama saja yang berkaitan dengan Yesus ("Yesus anak Yusuf", "Maria", "Mariamene e Mara" (yang dianggap Magdalena), dan "Yoses") dalam satu makam, dalam konteks kota Jerusalem pada periode Bait Allah Kedua akhir, adalah suatu kejadian yang unik dengan peluang 1:600. Artinya, dari 600 kasus, hanya akan ada satu kemungkinan kasus seperti kasus makam Talpiot. Jika osuarium Yakobus dimasukkan ke dalam makam Talpiot, maka, menurut Feuerverger, peluangnya berubah menjadi 1:30.000. Artinya, dari 30.000 kasus, hanya akan ada satu peluang kasus yang seperti kasus makam Talpiot, namun Feuerverger juga menyebutkan bahwa ia tidak mengkaitkan makam itu dengan keluarga Yesus yang diceritakan Injil. Yang menarik, James Tabor dalam bukunya memberikan perbandingan fantastis 1:250.000. Perlu disadari bahwa perbandingan itu dibuat dengan asumsi Maramene e Mara adalah Maria Magdalena dan mungkin Yakobus berasal dari makam itu juga, tetapi kalau kita meninggalkan sisanya "Yoses", "Maria" dan "Yesus anak Yusuf," angka itu menjadi lebih kecil lagi menjadi hanya 1 dibanding belasan, dan ini belum juga membuktikan bahwa Yoses adalah saudara Yesus, Maria adalah Maria ibu Yesus, dan Yesus anak Yusuf adalah Yesus orang Nazareth yang diceritakan Perjanjian Baru.


Anak Yesus

Sanggahan lainnya adalah tidak mungkin makam Talpiot makam keluarga Yesus sebab di dalam Perjanjian Baru tidak ada satu pun petunjuk yang menyatakan bahwa Yesus mempunyai anak.

Ini adalah sebuah argumentum e silentio yang keliru. Perjanjian Baru tidak menyebut, sebagai contoh, nama-nama Philo, Rabbi Hillel, Flavius Yosefus, Hanina ben Dosa, Apollonius dari Tyana. Namun, semua orang ini adalah orang-orang yang nyata hidup dalam dunia ketika kekristenan baru lahir. Argumentasi ini memang menarik, tetapi perlu disadari bahwa dalam Injil orang-orang itu tidak ada kaitan erat sedangkan kalau Yesus beristeri dan mempunyai anak punya kaitan erat sekali. Selain itu, harus juga dipertimbangkan adanya rujukan-rujukan kepada "murid yang dikasihi" dalam Injil Yohanes yang digambarkan "bersandar pada Yesus di sebelah kanan-Nya" pada waktu perjamuan malam (Yohanes 13:23); dan juga rujukan dalam Injil Markus kepada "seorang muda" yang berlari "dengan telanjang" ketika Yesus ditangkap (Markus 14:51-52)—apakah tidak mungkin, bahwa rujukan-rujukan tersamar ini sebetulnya mengacu kepada anak Yesus, berusia belasan tahun, yang identitas sebenarnya harus dirahasiakan mengingat Roma baru saja menumpas sebuah gerakan messianik dengan menyalibkan sang pemimpinnya, Yesus dari Nazareth, yang mengklaim diri "Raja orang Yahudi"? Argumentasi nama anak yang disembunyikan memang menarik tetapi terasa mengada-ada, soalnya waktu Injil ditulis masih banyak saksi mata yang hidup yang bisa menjadi saksi Yesus mengawini Maria Magdalena dan memiliki anak kalau benar, dan tentunya tentara Romawi akan mudah mengetahuinya. Kalau benar Yesus mengawini Maria Magdalena dan mempunyai anak bernama Yudah, tentu anak itu berumur 2 tahun ketika Yesus disalib pada umur 33, dan kalau Yesus sudah menikah ketika di Nazareth, anaknya tentu masih remaja sehingga bagaimana ia sudah bisa memiliki rumah dan menerima Maria tinggal di rumahnya? Film The Lost Tomb of Jesus menyebutkan bahwa Maria dalam Injil (Yohanes 19:26) adalah Maria Magdalena yang adalah ibu Yudah. Ini menambah benang lebih kusut karena tentunya Maria Magdalena sudah memiliki rumah bersama Yudah jadi untuk apa ia numpang di rumah Yudah?


Keluarga miskin

Sanggahan berikutnya adalah bahwa karena keluarga Yesus dari Nazareth adalah keluarga miskin yang tinggal di Galilea, maka mustahil mereka bisa memiliki sebuah makam keluarga di kota Jerusalem; kalaupun keluarga Yesus mampu membeli sebuah makam keluarga, makam ini pastilah sederhana dan berlokasi di Nazareth, bukan di Jerusalem.

Dibandingkan dengan makam-makam lain di kawasan dekat Jerusalem, makam Talpiot itu bersahaja dan sempit, dengan ukuran 3 x 3 meter dan dengan tinggi kurang dari 2 meter. Makam semacam ini dapat disediakan oleh para pengikut perdana Yesus. Sepeninggal Yesus, mereka mungkin memusatkan pergerakan messianik mereka di Jerusalem dengan dipimpin oleh Yakobus (wafat tahun 62), saudara Yesus, yang semasa Yesus masih hidup telah menetap di Jerusalem. Di Betania, tidak jauh dari Jerusalem, berdiam para pengikut setia Yesus, seperti Maria, Marta, dan Lazarus yang dapat menyediakan sebuah makam keluarga.

Pada situs-situs galian arkeologis di sekitar Bukit Zaitun (dilakukan oleh arkeolog-arkeolog Mancini, Bagatti dan Milik, serta Sukenik dan Avigad) yang tidak jauh dari Kota Lama Jerusalem, khususnya pada situs suci Kristen Dominus Flevit ("Tuhan menangis"), telah ditemukan banyak osuarium yang berinskripsi nama-nama Yahudi-Kristen (Jack Finegan, Archaelogy of the New Testament, 359-374). Nama-nama ini adalah nama-nama para murid perdana Yesus yang tetap melanjutkan gerakan messianik yang dipusatkan di Jerusalem sebelum kota ini dihancurkan pada tahun 70 M oleh Roma.

Dalam Markus 6:29 dikatakan bahwa ketika murid-murid Yohanes Pembaptis mendengar sang guru mereka sudah dibunuh oleh Herodes Antipas, mereka segera datang mengambil mayatnya lalu meletakkannya dalam sebuah kubur. Hal yang serupa terjadi juga pada mayat Yesus. Yusuf orang Arimatea, seorang "yang telah menjadi murid Yesus juga" (Matius 27:57) memberikan sebuah makam miliknya sendiri "yang digali di dalam bukit batu" untuk penguburan sementara mayat Yesus (karena hari Sabat sebentar lagi tiba!) (Markus 15:42-47). Dari kubur ini kaum keluarga Yesus diduga kemudian memindahkan mayat Yesus ke makam yang permanen yang disediakan para pengikut pergerakan messianik Yesus yang kini berpusat di Jerusalem. Telah dipindahkannya mayat Yesus ke kubur lain inilah yang menyebabkan kubur pertama itu kosong. Ketika waktunya telah tiba (satu tahun kemudian), tulang-belulang Yesus dimasukkan ke dalam osuarium.

Teori pencurian mayat Yesus oleh para murid sudah setua gosip yang ditaburkan oleh para pemuka Yahudi (Mat.28:13). Kalau mayat Yesus dipindahkan ke Talpiot, sebuah makam keluarga yang tenang karena menyimpan banyak anggota keluarga, justru akan menimbulkan permasalahan lebih besar karena tentunya penguasa Romawi mengetahuinya, kecuali kalau itu makam satu orang yang tersembunyi lokasinya. Makam Talpiot adalah makam keluarga yang resmi dan eksis beberapa generasi dan memiliki gerbang besar yang mencolok sehingga mustahil kalau orang Yahudi dan penguasa Romawi bisa tidak mengetahuinya. Kalau itu makam keluarga Yesus, mengapa Yusuf yang orang Nazareth tidak dipindahkan ke sana dan mengapa saudara-saudara Yesus juga tidak dikuburkan sekalian disitu. Demikian juga mengapa Matius yang bukan keluarga bisa dikuburkan ke situ. James Tabor memang dalam bukunya The Jesus Dinasty berteori bahwa Matius itu anak Kleopas dan Kleopas itu mengawini Maria ibu Yesus setelah Yusuf meninggal. Ini menambah benang makin kusut. Kalau Kleopas menjadi suami kedua dari Maria mengapa ia tidak dikuburkan juga di Talpiot dan kalau dikuburkan ketempat lain mengapa Matius anaknya tidak ikut dikubur bersama ayahnya?


Kebangkitan

Sanggahan lainnya bercorak apologetis teologis, bukan historis, datang dari kalangan Kristen evangelis. Bagi kalangan ini, di bumi ini tidak mungkin ada sisa-sisa jasad Yesus sebab Yesus sudah bangkit dengan raganya dan sudah naik ke surga juga dengan keseluruhan raganya (daging, tulang, organ-organ dalam, dan semua lainnya). Teologi mereka pakai untuk menghambat penyelidikan interdisipliner terhadap makam Talpiot dan osuarium-osuarium yang terdapat di dalamnya. Kalangan inilah, dengan literalisme biblis mereka, yang sama sekali tidak mau diperhatikan oleh para pakar peneliti makam Talpiot. Sebaliknya, sanggahan dari kalangan Liberal terutama Jesus Seminar berdasarkan apa yang mereka anggap 'iman historis' justru menyangkal sifat historis kebangkitan Yesus karena mereka menolak hal-hal yang bersifat mujizat dan supra-alami. Baik evangelis biblis dan liberal perlu membuka diri dalam dialog dan pertama-tama perlu mengkaji lagi pendapat mereka mengenai sifat sejarah kebangkitan. Keduanya bersifat imani dan bukan ilmiah, yang pertama beriman bahwa catatan Injil mengenai kebangkitan bersifat historis, sedangkan yang kedua beriman bahwa catatan Injil mengenai kebangkitan bersifat tidak historis.


PASAL II PEMBAHASAN

Mempelajari DVD film ‘The Lost Tomb of Jesus’ memang asyik, soalnya, sebagai film dokumenter, secara sinematografis film ini bisa dibilang bagus karena dibuat oleh dua sutradara kondang James Cameron dan Simcha Jacobovici. Film ini semula diputar dalam siaran Discovery Channel pada tanggal 4 Maret 2007 setelah sebelumnya pada tanggal 26 Februari dipromosikan dalam konperensi pers di New York.

James Cameron adalah direktur eksekutif, seorang agnostik yang bebas dan sudah lima kali menikah. Ia dikenal sebagai sutradara film-film yang menghasilkan piala oscar dan piagam, membidani antara lain film Aliens, The Abbys, Titanic, dan Terminator.

Wikipedia mencatat Cameron dikenal sebagai pembuat film-film aksi/fiksi-sains yang inovatif dan sukses secara finansial dan di tahun 1991 menerima Bradbury Award dari Science Fiction and Fantasy Writers of America. Simcha Jacobovici adalah orang Yahudi lahir di Israel dan menetap di Kanada, ia direktur dan penulis naskah film ini, bahkan menjadi bintang utama film ini. Jacobovici beberapa kali menerima piagam dan termasuk sutradara film dokumenter yang kontroversial yang berkaitan dengan pembelaannya akan sejarah Yahudi. Sejak muda ia sudah menjadi a.l. ketua Jaringan Mahasiswa Yahudi Amerika Utara; mendirikan Jaringan Mahasiswa Yahudi Kanada; mendirikan Biro Universitas Federasi Zionis Kanada ; dan juga menjadi presiden Kongres Internasional Serikat Mahasiswa Yahudi Sedunia. Semangatnya membela kayahudian dan perannya sebagai tokoh Zionis nyata dalam agenda film ini.

Film The Lost Tomb of Jesus diawali dengan pravisi ‘praduga tak bersalah’nya Mahkamah Agama Yahudi yang menurut Injil disebut telah menaburkan dusta bahwa mayat Yesus dicuri oleh para murid-Nya (Matius 28:13). Bertitik tolak pada anggapan bahwa Mahkamah Agama Yahudi tidak berdusta, maka tentulah mayat Yesus benar dipindahkan oleh para murid-Nya ke tempat lain secara rahasia ... inilah yang ingin ditunjukkannya yaitu ke makam Talpiot. Hipotesa bahwa ‘Mahkamah Agama Yahudi’ benar jelas membuat benang menjadi kusut, sebab dalam film dikatakan bahwa para murid membawa mayat Yesus ke kuburan rahasia, padahal kenyataannya kuburan itu kuburan keluarga dengan gerbang besar yang tentu sudah ada lama dan mencolok sehingga aneh kalau kuburan demikian dianggap kuburan rahasia.

Agenda kasat mata para pembuat film itu didukung dengan dihadirkannya dua nara sumber teolog liberal (yang menolak mujizat dan supranatural dalam kitab Injil dan anti kebangkitan) yang radikal karena pernyataan mereka yang kontroversial. John Dominic Crossan adalah pendiri Jesus Seminar (1985) yang mengemukakan pendapat provokatif bahwa kemungkinan mayat Yesus tidak dikubur tetapi dibiarkan tergantung disalib untuk menjadi mangsa anjing-anjing dan binatang pemangsa lainnya. Crossan yang berpendapat demikian jadi tidak konsisten kalau sekarang mendukung Yesus dikubur di kuburan keluarga secara aman-aman saja. James D. Tabor dikenal dengan bukunya ‘Jesus Dinasty’ yang juga provokatif dimana ia mengemukakan bahwa Yesus bukan anak Allah dan juga bukan anak Yusuf tetapi anak tentara Romawi bernama Panthera dan Yesus adalah Yeshua ben Panthera. Bukan hanya itu, pribadi Maria yang dihormati tetap perawan dalam gereja Roma Katolik, oleh Tabor dijadikan wanita yang diperkosa tentara penjajah dan ketika Yusuf mati kawin dengan Klopas saudara Yusuf, cerita diluar sumber kitab Injil.

Dari tayangan awal film ini sudah terlihat adanya konspirasi kemana agenda film ini mengarah, apalagi agenda itu diramu oleh seorang ahli pembuat film fiksi-sains yang kondang James Cameron yang sudah terbiasa menjadikan yang fiksi terkesan sebagai fakta. Dalam film ini banyak hal tidak dimulai dari data yang kemudian dianalisis dan disimpulkan, tetapi asumsi atau hipotesa disodorkan sejak awal dan dicari pembenarannya dengan mencatut beberapa tokoh seperti yang membidangi arkeologi, statistik, DNA, dan finger-prints (spektrum unsur) dimana komentar mereka hanya dikutip sepotong-sepotong.

Pada awal film sebenarnya dibicarakan tentang nama ‘Jesus of Nazareth,’ nama yang biasa disebut dalam kitab Injil, tetapi kemudian nama ‘Jesus anak Yusuf’ di makam Talpiot diidentikkan sama dengan itu. Di Makam Talpiot yang ditemukan tahun 1980 itu ditemukan 10 osuari dimana 6 diantaranya memiliki inskripsi dan 4 tidak yang salah satunya kemudian hilang. 6 osuari memiliki inskripsi dengan nama Yesus anak Yusuf, Maria, Matiah, Yose, Mariamne e Mara, dan Judah anak Yesus. Semula 5 nama pertama dianggap nama keluarga Yesus sesuai dengan kitab Injil tetapi kemudian dikurangi nama Mathiah. Andrey Feuerverger dari Universitas Toronto menyebutkan bahwa bila ada kesamaan 4 nama dengan keluarga Yesus maka kemungkinan itu terjadinya 1:600, dan kalau itu ditambah dengan Yakobus anak Yusuf saudara Yesus yang osuarinya dianggap berasal dari Talpiot juga maka kemungkinan itu terjadinya 1:30.000. Amos Kloner yang ikut dalam pembukaan makam Talpiot menyebutkan bahwa nama-nama itu umum di Israel, dan menurut David Menorah, kurator museum Israel, menyebut kelompok nama itu sama dengan nama keluarga Yesus tidak masuk akal, lagian memasukkan osuari Yakobus dalam jajaran Talpiot terlihat dipaksakan.

Sekarang yang menjadi masalah adalah apakah Mariamne e Mara termasuk keluarga Yesus? Kembali dibuat asumsi bahwa Mariamne e Mara tentunya Maria Magdalena yang menjadi isteri Yesus. Hipotesa dini ini kemudian dicarikan pembenarannya dengan berbagai cara. Penelitian oleh Canrey Matheson dari Lakehead Laboratory berdasarkan penelitian DNA osuari Yesus dan Mariamne menyimpulkan bahwa keduanya tidak bersaudara dan tidak memiliki hubungan maternal (ibu yang sama) dan ia mengatakan bahwa sekalipun mungkin, “you cannot genetically test for marriage” katanya. Sekalipun tiga ahli yaitu David Manoreh, Tal Ilan, dan Amos Kloner dalam film menyebut bahwa kalau nama itu disertai nama Magdala kemungkinannya ada tetapi nyatanya nama Magdala tidak ada dikuburan itu, Jacobovici memaksakan diri membenarkan Mariamne e Mara adalah Maria Magdalena isteri Yesus. Kalau DNA residu pada osuari Maria dan Yudah anak Yesus juga diteliti, sebenarnya bisa diperoleh data ilmiah yang lebih kuat, tetapi itu tidak dilakukan. Ahli forensik yang memeriksa DNA secara tertulis juga menyangkal bahwa mereka menyimpulkan bahwa Mariamne e Mara isteri Yesus. Ketika Jacobovici ditanya mengenai hal-hal itu ia menjawab: “I’m not a scientist ... I’ve done my job as a journalist.”

Menarik menyaksikan permainan bukti dan kesimpulan dalam film ini, James Tabor dalam bukunya ‘Jesus Dinasty’ tidak menyebutkan Maria Magdalena sebagai Mariamne maupun isteri Yesus. Ia menyebutkan nama Mariamne sebagai nama isteri Herodes, dan ia menolak dan menganggap adalah teori fantastis yang tidak ada rujukannya dalam sejarah kalau menyebut Yesus mengawini Maria Magdalena dan memiliki anak. Tetapi, dalam film ini ia mendukung agenda makam Talpiot sebagai makam keluarga Yesus yang beristeri Mariamne e Mara dan beranak Yudah. Sebagai bukti lain disebutkan Jacobovici melalui prof. Francois Bovon, yang menemukan Acts of Phillip dan menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggeris, dimana disitu disebutkan Mariamne sebagai saudara Filipus dan menjadi penginjil yang mengajar dan membaptis yang memiliki gambaran yang mirip dengan Maria Magdalena. Namun, menurut Francois Bovon kemudian, perlu disadari bahwa itu tidak mungkin, karena Mariamne dalam Acts of Philip menganut sekte selibat. Pada ayat 50 Filipus berkata kepada Areus “Do no wrong, and leave thy wife”. Tidak konsisten kalau Filipus menyuruh seorang suami menceraikan isterinya sedangkan adiknya sendiri yang penginjil kawin (dengan Yesus lagi). Dalam Injil Maria Magdalena juga tidak ada petunjuk bahwa Maria isteri Yesus, bahkan Karen L. King dalam bukunya The Gospel of Mary of Magdala setebal 230 halaman itu tidak menyebut bahwa Maria Magdalena punya nama lain Mariamne!

Dalam film digambarkan seorang wanita berzinah yang dirajam ditolong Yesus (Lukas 7) dan narasi menyebutkan bahwa sekarang sudah pasti bahwa Maria Magdalena (Lukas 8:1-2) berbeda dengan pezinah pada fasal sebelumnya, namun dalam film secara halus ditanamkan sugesti ke bawah sadar penonton bahwa perempuan berzinah itulah yang memerankan Maria Magdalena yang ditiduri Yesus dan memeluk anak Yesus si ‘murid yang dikasihi.’ Hipotesa Mariamne e Mara sebagai Maria Magdalena lemah, maka kalau nama ini dikeluarkan dari keluarga Yesus, angka menjadi kecil 1:belasan saja, berarti sangat banyak bisa dijumpai keluarga di Israel dengan kombinasi nama yang sama dengan tiga nama dalam keluarga Yesus!

Asumsi lainnya adalah bahwa osuari Yakobus berasal dari Talpiot, ini coba ditunjukkan dengan penelitian finger-prints (spektrum kandungan unsur) dari patina Mariamne yang disebut sama dengan Yakobus, ini disebutkan dibuktikan di laboratorium Suffolk. Kalau kita mencermati kedua finger-prints itu sekalipun sepintas lalu kelihatannya mirip, namun dari 10 unsur kimiawi yang ada, sebenarnya 3 unsur (O, Mg, Al) dari sampel Yakobus hanya berintensitas sepertiga dari sampel Mariamne, dan 3 unsur lainnya (Si, K, Fe) hanya setengah intensitas unsur yang sama yang ada di sampel Mariamne. Bukan hanya itu, ada satu unsur dalam sampel Mariamne yang tidak ada di Yakobus dan satu unsur di Yakobus tidak ada di Mariamne. Sampel ke-3 malah lebih mirip dengan Mariamne kecuali adanya satu unsur lain, bahkan sampel ke-5 nyaris identik dengan Mariamne kecuali tambahan satu unsur lain. Direktur Suffolk Crime Laboratory menyebutkan bahwa dalam laporan tertulis mereka tidak disebutkan bahwa ada kesamaan patina itu.

Bagi seorang peneliti, tentu mengidentikan fingerprints Mariamne dan Yakobus terlalu dini, soalnya asumsi yang menggeneralisasi bahwa pada makam yang sama fingerprintsnya sama masih harus dibuktikan! Perlu diuji dulu apakah fingerprints sampel dari satu bagian osuari Mariamene sama dengan yang terdapat di bagian lain osuari itu, dan apakah fingerprints osuari Mariamne sama dengan kedelapan osuari lainnya di makam yang sama? Kenyataan ini tentu disadari ahlinya, karena itu dapat dimaklumi bahwa ahli dari Suffolk Crime Laboratory merasa disalah gunakan kesimpulannya padahal sebenarnya tidak begitu.

Pengakuan Oded Golan dipengadilan adalah bahwa osuari Yakobus berasal dari Silwan dan bekas tanah disitu sama dengan tanah Silwan. Golan diadili karena dianggap memalsukan inskripsi puluhan barang antik termasuk inskripsi Yakobus, dan mengaku membelinya ditahun 1970-an sebelum tahun 1978 pemerintah Israel mengeluarkan Undang-Undang dimana semua penemuan barang antik menjadi milik negara. Laboratorium forensik FBI menyelidiki foto osuari yang diambil di studio Golan dan menentukan bahwa foto itu diambil di tahun 1970-an. Hipotesa osuari Yakobus berasal dari Talpiot menunjukkan bahwa kesimpulan film ini terlalu memaksakan diri. Bila osuari Yakobus berasal dari Talpiot, berarti inskripsi disitu yang menyebut nama Yakobus adalah palsu, karena menurut Amos Kloner dan Joe Zias yang mencatat penemuan itu pertama kalinya, ke empat osuari lainnya termasuk yang hilang tidak memiliki inskripsi apa-apa, tetapi bila inskripsi di osuari Yakobus asli, maka jelas osuari itu bukan berasal Talpiot. Keduanya menunjukkan bahwa tidak mungkin osuari dan tulang Yakobus berasal dari makam Talpiot.

Asumsi lainnya yang dikemukan untuk mendukung teori bahwa itu makam keluarga Yesus dan Maria Magdalena adalah isteri Yesus adalah bahwa mereka memiliki anak yang dalam Injil Yohanes disebut sebagai ‘Murid yang dikasihi’ yang diakhir film disebutkan dipeluk oleh Maria Magdalena. Anak ini disebut sebagai ‘Yudah anak Yesus’ yang tertulis di osuari Talpiot. Asumsi ini jelas jauh dari kebenaran Injil. Dalam Injil Yohanes (19:26) disebutkan bahwa Yesus berbicara kepada Maria ibunya, dan agar ‘murid yang dikasihinya’ menerima Maria di rumahnya (dari konteks Injil Yohanes diketahui bahwa ‘murid yang dikasihi adalah Yohanes, penulis Injil itu). Asumsi ini malah menimbulkan tanda tanya lebih besar, sebab kalau benar Yesus mengawini Maria Magdalena dan segera memiliki anak, anak itu baru berumur 2 tahun ketika Yesus disalib, atau kalau sejak di Nazareth Yesus sudah mengawini Maria Magdalena (ini lebih mustahil) tentu anak itu masih remaja dan tidak mungkin disembunyikan identitasnya karena waktu itu Yesus belum menjadi tokoh revolusioner, maka bagaimana Yudah sudah bisa memiliki rumah dan bisa mengajak ibunya (di film ini Maria dianggap Magdalena) tinggal bersamanya, dan kalau Maria Magdalena yang memang ibunya kan mereka sudah tinggal serumah?

Film ini makin menunjukkan kepanikannya untuk menghadirkan bukti-bukti otentik bahwa itu kuburan keluarga Yesus, sebab kalau menurut Tabor perkawinan Yesus dan Maria Magdalena disembunyikan hanya untuk menyembunyikan garis keturunan/dinasti Yesus, harus diingat bahwa dihadapan massa Palestina waktu itu, tidak mudah menyembunyikan status perkawinan seseorang apalagi kalau orang itu pemberontak. Dan kalau disebut kehadiran anak Yesus yang dicap sebagai pemberontak itu disembunyikan agar tidak ikut ditangkap dan disalibkan, sungguh tragis kalau anak itu bisa berpelukan dengan ibunya (Maria Magdalena) dan disebut ‘anak’ oleh Yesus yang disalib secara terbuka dimuka umum.

Taktik wawancara Jacobovici menunjukkan agendanya, sebab para ahli yang diwawancarainya kemudian menolak hipotesa film itu dan mengaku keterangan mereka dimanipulasi. Shimon Gibson sendiri yang terlibat dalam film itu meragukan klaim Jacobovici atas penemuannya itu dan mengatakan: “My professional assesment of the facts available about this tomb, based on some 30 years of experience studying Second Temple tombs around Jerusalem, is that the Talpiot Tomb is not the Jesus family tomb.” Harus disadari bahwa ketika Injil ditulis banyak saksi mata masih hidup, dan kalau mayat Yesus disembunyikan di kuburan lain, apa perlunya Mahkamah Agama Yahudi berdusta mengenai pencurian mayat dan menyuap para tentara Romawi yang menjaga kuburnya? Mereka cukup memnunjukkan lokasi Talpiot! Banyak martir menjadi saksi ‘kebangkitan’ yang tak akan terjadi kalau tulang Yesus tergeletak dimakam Talpiot.

Francois Bovon yang menerjemahkan ‘The Acts of Philip’ mengatakan: “I must say that the reconstruction of Jesus’ marriage with Mary Magdalene and the birth of a child belong for me to science fiction. ... I do not believe that Mariamne is the real name of Mary Magdalene.” Dalam situsnya ‘Dear Statistical Colleague’ (March 4, 2007), Andrey Feuerverger juga menulis: “I now believe that I should not assert any conclusions connecting this tomb with any hypothetical one of the NT family.”

Kenyataannya, dalam wawancara yang dilakukan untuk filmnya, Jacobovici tidak menjelaskan tujuan wawancaranya kepada responden, ia memberikan pertanyaan yang mengarah, dan selanjutnya dalam filmnya ia hanya mengutip sepotong bagian wawancara yang mendukung hipotesanya. Bila komentar para ahli itu ditayangkan secara lengkap tentu menghasilkan kesimpulan yang berbeda, juga para ahli teologi lain yang tidak sependapat dengan Jacobovici & Tabor tidak disertakan dalam pembuktian dalam film itu. Karena itu jelaslah bahwa film ini merupakan hasil konspirasi agenda semangat Zionisme yang dikawinkan dengan sikap alergi teolog liberal radikal terhadap kebangkitan Yesus yang diramu dalam sebuah film fiksi-sains. Film ini memang film dokumenter, tetapi menyebutnya sebagai dokumenter ilmiah (scientific) jelas tidak, sebab lebih merupakan film dokumenter fiksi-ilmiah (science fiction).

Film ini mengulang taktik Dan Brown dalam bukunya ‘The Da Vinci Code,’ yaitu bahwa dalam makam Talpiot baik arkaelogi, osuari, dan badan-badan yang terlibat adalah fakta, tetapi kesimpulan film itu bahwa itu makam keluarga Yesus yang beristeri Mariamne dan memiliki anak Yudah, adalah fiktif.


Kepastian Temuan Makam Yesus

Pendeta Dr Ioanes Rakhmat, dosen kajian Perjanjian Baru dan Yesus dan sejarah di Sekolah Tinggi Teologi Jakarta, menuliskan:

Guru besar arkeologi Prof Yuval Goren--di ruang sidang pengadilan Israel atas kasus Oden Golan (pedagang benda antik kelahiran Tel Aviv) pada Januari 2007 yang dituduh telah memalsukan inskripsi (tulisan) Aramaik "saudara dari Yoshua (=Yesus)" pada ossuary (peti tulang, terbuat dari batu gamping) Yakobus--menyatakan bahwa sedikitnya pada dua huruf dari nama "Yoshua" dari inskripsi pada ossuary Yakobus tersebut terdapat lapisan patina asli dan berusia tua.

Dengan demikian, Prof Goren telah meralat pendapatnya semula bahwa semua kata pada inskripsi "saudara dari Yoshua" adalah pemalsuan modern yang dilakukan Oded Golan. Kita tahu bahwa pada ossuary Yakobus (yang keberadaannya diumumkan pada Oktober 2002) terdapat inskripsi "Yakobus, anak Yusuf, saudara dari Yesus". Kini, dengan pengakuan Prof Goren itu, frase "saudara dari Yoshua" pada ossuary Yakobus diakui sebagai otentik. Peti tulangnya sendiri sudah dipastikan berasal dari kurun waktu tujuh dekade pertama abad pertama Masehi, zaman Yesus hidup.

Kini masih harus dipastikan, melalui pelbagai penelitian, bahwa ossuary Yakobus itu berasal dari makam Talpiot (sebelah selatan Kota Lama Yerusalem), yang ketika diekskavasi pertama kalinya pada 1980 didapati berisikan sepuluh ossuary. Namun, kini pada Israel Antiquities Authority (IAA) hanya ada sembilan ossuary; satu hilang entah ke mana. Jika nanti terbukti bahwa Oded Golan telah secara langsung atau tidak langsung memperolehnya dari makam Talpiot, ossuary yang kesepuluh, yang telah hilang itu, jelas adalah ossuary Yakobus. Jika sudah dapat dipastikan bahwa ossuary Yakobus berasal dari makam Talpiot, semakin besarlah kemungkinan untuk menyatakan bahwa makam ini adalah makam keluarga Yesus dari Nazareth.

Berikut ini penjelasannya. Kita tahu, dari sembilan ossuary yang berasal dari makam Talpiot, tiga ossuary tidak memiliki inskripsi, sedangkan enam lainnya memuat inskripsi: (1) "Yesus, anak Yusuf", (2) "Yusuf", (3) "Maria", (4) "Mariamene (e) Mara" (= "Maria yang dihormati" = Maria Magdalena), (5) "Yoses"; (6) "Yehuda/Yudas anak Yesus".

Kelima nama yang pertama sudah dikenal orang Kristen sebagai nama-nama anggota keluarga Yesus sebagaimana ditulis dalam Perjanjian Baru (PB). Hanya nama yang keenam ("Yudas, anak Yesus"), tidak muncul dalam PB. Nama-nama ini memang umum dipakai pada zaman Yesus. Sifatnya sebagai nama-nama "pasaran" inilah yang telah lama (sejak 1996) dijadikan alasan oleh sejumlah ahli untuk menolak pengkajian lebih lanjut atas enam ossuary berinskripsi dari makam Talpiot ini.

Tetapi, beberapa ahli Kitab Suci sekaligus arkeolog, misalnya James D. Tabor (penulis buku The Jesus Dynasty [2007]), berpendapat bahwa terkumpulnya sedikitnya lima nama yang dikenal sebagai satu cluster dalam satu makam keluarga adalah sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang unik, yang belum pernah ditemukan sebelumnya di suatu situs galian arkeologis yang terlokasi, terkontrol, dan dapat diteliti. Pandangan Tabor ini didukung oleh kajian statistik yang telah dilakukan untuk membantu menentukan berapa besar peluang makam Talpiot ini sebagai makam keluarga Yesus dari Nazareth. Kajian statistik, yang dilakukan oleh pakar statistik dari Universitas Toronto, Prof Andrey Feuerverger, menyatakan munculnya cluster kelima nama itu dalam satu makam adalah, dalam konteks Kota Yerusalem pada kurun waktu Bait Allah Kedua akhir, kejadian yang unik dan sangat signifikan, dengan perbandingan 600:1 untuk keunikan.

Hingga kini, dari keenam ossuary berinskripsi dalam makam Talpiot itu, yang mitokondria DNA-nya sudah diperiksa adalah DNA "Yesus, anak Yusuf" dan DNA "Maria Magdalena". Ternyata, dari penelitian DNA ini tidak ditemukan adanya hubungan persaudaraan maternal (berdarah satu ibu) antara Yesus dan Maria Magdalena. Bisa jadi, Maria Magdalena dalam makam Talpiot ini orang luar yang menjadi istri sah Yesus. Tujuh ossuary lainnya sudah bersih dari serpihan-serpihan tulang sehingga tidak bisa diperiksa DNA-nya; tulang-belulang di dalamnya sudah diserahkan ke komunitas Yahudi Ortodoks untuk dikuburkan kembali.

Serpihan-serpihan tulang-belulang Yakobus dalam ossuary Yakobus masih tersedia. Jika penelitian DNA terhadap tulang belulang Yakobus diizinkan oleh IAA (hingga kini IAA masih belum memberi izin), dan jika terbukti bahwa DNA Yakobus sama dengan DNA Yesus (yang sudah diketahui), semakin besarlah kemungkinan bahwa makam di Talpiot itu makam keluarga Yesus dari Nazareth, Yesus yang dikenal orang Kristen dalam Injil-Injil PB, Yesus yang mempunyai saudara satu ayah, yang namanya Yakobus sebagaimana juga dicatat dalam PB dan tradisi Kristen.

Tentu saja, untuk menarik kesimpulan semacam ini, selain mengadakan pemeriksaan DNA lanjutan, perlu dilakukan juga serangkaian tindakan lain: meneliti kembali dengan seksama dan menyeluruh situs makam Talpiot untuk mencari tanda-tanda dan petunjuk-petunjuk lain; mempelajari kembali epigrafi yang terdapat pada ossuary-ossuary yang sedang diteliti; memeriksa kembali dengan lebih teliti usia dan

otentisitas patina yang melapisi permukaan inskripsi-inskripsi pada batu gamping ossuary-ossuary; melakukan kembali kajian statistik, onomastik, dan prosopografi; dan mengkaji dengan lebih cermat teks-teks kuno yang berkaitan untuk mendapat bukti-bukti sejarah yang lebih kuat.


Reaksi-reaksi

Berbagai macam reaksi telah bermunculan terhadap usaha untuk memastikan bahwa makam Talpiot adalah makam keluarga Yesus dari Nazareth, di mana tulang-belulang Yesus pernah ditaruh di dalamnya, di dalam sebuah ossuary, di samping ossuary-ossuary lainnya.

Reaksi negatif dan keras tentu saja datang dari dalam tubuh kekristenan sendiri, khususnya dari kalangan Kristen konservatif evangelikal. Mereka sedang mati-matian mempertahankan berita-berita Kitab Suci yang dipahami secara literalistik bahwa Yesus sudah bangkit dengan raganya (yang utuh dari kuburnya), dan dia sudah terangkat ke surga juga dengan keseluruhan raganya (daging, tulang, organ-organ dalam, dan lain-lain).

Bagi mereka, berita Kitab Suci inilah satu-satunya yang benar; jadi sama sekali tidak mungkin jika di bumi ini masih ada sisa-sisa jasad Yesus. Mereka melabrak habis-habisan orang-orang yang mau membuktikan makam Talpiot adalah makam keluarga Yesus dari Nazareth, misalnya James D. Tabor, melalui polemik, caci-maki, ancaman, dan fitnah. Keadaan kisruh seperti ini dapat kita ikuti dengan hanya membuka Internet lalu masuk ke situs-situs web yang relevan.

Argumentasi-argumentasi tandingan yang mereka ajukan sering kali membuat orang terpelajar terheran-heran. Ben Witherington, misalnya, sebagai seorang kampiun dari kalangan Kristen evangelikal, menyatakan bahwa hasil pemeriksaan DNA atas darah yang bercak-bercaknya terdapat pada Kain Kafan dari Turin menunjukkan bahwa Yesus Kristus, yang lahir dari Roh Kudus, memiliki jenis darah yang berbeda dari jenis darah manusia lainnya di bumi, karena darah Yesus tidak memuat baik kromosom X maupun kromosom Y. Dengan ini Witherington ingin menolak mentah-mentah klaim bahwa DNA Yesus telah diperoleh para peneliti makam Talpiot. Dia tidak mau mengakui bahwa Kain Kafan dari Turin sudah dibuktikan dengan uji Carbon-14 (pada tahun 1988) sebagai kain yang berasal dari tahun 1300-an.

Reaksi juga muncul dari kalangan sekular agnostik ateis. Berbeda dengan reaksi kalangan Kristen evangelikal, kalangan yang kedua ini mendukung usaha-usaha pembuktian adanya makam dan tulang-belulang Yesus di bumi ini. Bukan karena mereka ingin bersikap ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, melainkan karena mereka suka sekali melihat fundamen-fundamen dasar agama Kristen ditumbangkan. Tentu saja, ada juga orang-orang dari kalangan ini yang mendukung penelitian makam Talpiot karena penelitian ini, mereka akui, adalah tuntutan dunia keilmuan yang mereka hargai. Dengan ini, kita masuk ke kalangan ketiga.

Kalangan ketiga adalah mereka yang berwawasan keilmuan, kalangan akademisi, beragama Kristen maupun tidak, yang melihat penelitian makam keluarga Yesus sebagai panggilan dan tuntutan ilmu pengetahuan yang akan memberi hasil positif bagi umat manusia. Khususnya bagi kekristenan dalam rangka membaharui visi dan misi. Kalangan ini tidak mau menghambat kajian-kajian historis, tekstual, matematis, arkeologis, dan teknologis dengan teologi (tentang kebangkitan dan kenaikan Yesus secara ragawi). Kalangan ini menghendaki pengkajian serius dan ilmiah atas bukti-bukti yang tersedia, dan membiarkan ke mana pun bukti-bukti ini akan membawa si peneliti.

Penulis artikel ini sangat yakin, kalangan ketiga inilah yang patut diikuti. Jika memang nanti akan dapat dipastikan dengan tingkat keandalan yang tinggi bahwa makam dan sisa-sisa jasad Yesus memang ada di bumi ini, maka kekristenan (Barat/Hellenistik) perlu memahami kembali apa arti kebangkitan dan kenaikan Yesus ke surga: apakah keduanya sejarah, ataukah metafora? Sekarang saja penulis sudah yakin bahwa keduanya harus dipahami sebagai metafora. Dalam metafora, sebuah kejadian hanya ada di dalam pengalaman subyektif, bukan dalam realitas obyektif.


PASAL III PEMBAHASAN DAN PENUTUP

Kesimpulan bahwa kebangkitan Yesus dari kematian seperti yang dikatakan Injil adalah sebuah metafora belaka, yang didasarkan pada temuan makam dengan tulang-belulang di Talpiot yang diduga adalah Yesus yang dipercaya umat Kristiani, terlalu dini. Sebuah metafora yang bergerak hanya dalam ranah subyektif, bukan obyektif. Pilihannya antara prinsip "yang ajaib pasti tidak historis" atau "yang ajaib bisa sungguh historis".

Kontroversi belakangan ini tentang makam keluarga Yesus dan kepastian kebangkitan-Nya dengan seluruh tubuh perlu ditempatkan dalam gambar besar penelitian kisah- kisah ajaib di dalam Alkitab. Usaha untuk menjelaskan secara ilmiah hal-hal ajaib yang dikisahkan dalam Alkitab bukanlah hal baru. Hal ini sudah banyak dilakukan, baik terhadap Perjanjian Lama (misalnya, sepuluh tulah atau kutuk yang menimpa bangsa Mesir sebelum orang Israel akhirnya pergi meninggalkan Mesir) maupun Perjanjian Baru (misalnya, Yesus yang berjalan di atas air atau Yesus yang meredakan badai ganas di danau). Usaha ini memperlihatkan sikap tertentu terhadap kisah ajaib dalam Alkitab dalam kaitan dengan dimensi historis kejadian-kejadian itu.


Kesejarahan mukjizat

Di balik usaha-usaha ini terdapat sebuah prinsip yang menempatkan hal-hal ajaib dan penjelasan ilmiah sebagai dua kubu yang saling bertentangan. Tujuan penelitian ilmiah ini adalah memperlihatkan bahwa apa yang diceritakan dalam Alkitab sebagai sebuah peristiwa ajaib karena campur tangan langsung dari Sang Ilahi pada dasarnya adalah peristiwa-peristiwa alam biasa yang bisa dibuktikan berdasarkan pendekatan-pendekatan ilmu alam. Maka, usaha ini membawa bendera yang mengatakan: "Untuk segala mukjizat, pasti bisa ditemukan penjelasan ilmiahnya."

Berjalan seiring dengan usaha ini, pertanyaan tentang historisitas peristiwa dalam Alkitab pun menjadi bagian dari penyelidikan para ahli. Pendekatan ilmiah membuktikan bahwa peristiwa yang dikisahkan dalam Alkitab sendiri secara historis bisa saja terjadi. Seiring dengan pembuktian historis ini, konsekuensinya, kemungkinan adanya intervensi langsung dari Sang Ilahi disingkirkan. Peran Sang Ilahi harus tunduk pada peran sains.

Pembuktian ilmiah mengatakan bahwa peran Sang Ilahi tidaklah sedemikian dahsyat seperti dikisahkan dalam Alkitab. Alam memiliki hukumnya sendiri. Mukjizat bukanlah intervensi dari Sang Ilahi, melainkan hasil yang sangat masuk akal dari proses alami. Film berjudul Reaping yang sedang diputar di bioskop-bioskop di Jakarta, misalnya, mencoba menceritakan pergulatan seorang ilmuwati bukan dalam menerima historisitas kisah-kisah Alkitab, melainkan dalam menerima intervensi langsung Sang Ilahi di dalamnya.

Pada kenyataannya dalam Alkitab banyak kisah ajaib yang tidak berhubungan dengan gejala alam. Dalam Perjanjian Baru dikisahkan banyak penyembuhan fisik yang dilakukan baik oleh Yesus maupun oleh para murid-Nya yang menerima dan menggunakan kuasa dalam Nama-Nya yang kudus. Penelitian ilmiah atas kisah-kisah ajaib dalam ranah penyembuhan fisik semacam ini tentu tidak bisa begitu saja membuktikan bahwa semua itu adalah proses biologis atau ragawi belaka.

Dalam konteks semacam ini pertanyaan tentang historisitas kisah-kisah ajaib menjadi semakin tajam. Apakah penyembuhan ajaib seperti yang dikisahkan dalam Alkitab itu benar terjadi secara historis? Dengan demikian, yang disingkirkan tidak hanya kemungkinan intervensi dari Sang Ilahi (sebagaimana halnya dalam penjelasan ilmiah atas keajaiban yang berkaitan dengan gejala alam), melainkan juga kejadian itu sendiri. Bila tidak bisa ditemukan penjelasan ilmiah bagi penyembuhan ajaib itu, haruskah disimpulkan bahwa kisah semacam itu tidak pernah sungguh terjadi secara historis?

Fakta yang sering terjadi secara kasat mata di hadapan orang modern justru mengatakan lain. Ada banyak orang yang menurut ilmu kedokteran menderita penyakit yang tidak tersembuhkan justru mengalami kesembuhan. Tidak sedikit dokter yang akhirnya harus mengatakan bahwa penyembuhan itu memang tak bisa dijelaskan secara logis berdasarkan pendekatan ilmiah. Pertanyaan lebih jauh harus dijawab.

Bila penyembuhan terjadi di luar jangkauan penjelasan medis, siapkah seseorang menerimanya sebagai sebuah keajaiban atau mukjizat? Di satu pihak, penyembuhan itu begitu kasat mata dan secara empiris bisa dibuktikan. Di lain pihak, tidak bisa dibuktikan secara jelas apa atau siapa yang menyembuhkan orang yang bersangkutan.

Di sinilah orang akhirnya harus berhadapan dengan kenyataan empiris bahwa keajaiban bisa sungguh bersifat historis. Artinya, "yang ajaib" bisa sungguh terjadi secara historis dalam ruang dan waktu di mana manusia ini hidup dan bergerak. Mukjizat yang berada di luar jangkauan akal budi manusia bisa benar-benar terjadi secara historis. Keajaiban adalah sebuah peristiwa sejarah juga. Craig A Evans, Fabricating Jesus (2005), bahkan mengatakan bahwa satu kesalahan serius dari banyak kesalahan lain adalah "kegagalan untuk memperhitungkan perbuatan ajaib Yesus". Sungguh disayangkan bahwa banyak ahli yang meneliti keajaiban yang berkaitan dengan tokoh Yesus dalam Alkitab justru berangkat dengan sebuah asumsi bahwa "yang ajaib pasti tidak historis".


Proses demirakulisasi

Akibat logis dari asumsi semacam ini adalah sebuah proses yang saya sebut sebagai demirakulisasi (Latin miraculum; Inggris miracle) Yesus. Perkataan miraculum, berkait dengan kata kerja mirare, yang berarti ’melihat’ atau ’memandang’. Secara bebas miraculum berarti sesuatu yang mau tidak mau dilihat atau dipandang dengan mata terbelalak. Dengan demikian, proses demirakulisasi tidak lain adalah sebuah proses pengingkaran terhadap apa yang sebenarnya begitu jelas terlihat meskipun tidak bisa dijelaskan dengan akal budi.

Cara kerja yang dipilih menjadi jelas: Yesus yang benar-benar ada secara historis harus dijelaskan dan direkonstruksi dengan menyingkirkan segala hal ajaib atau mukjizat seperti dikisahkan dalam Alkitab. Pembuktian Yesus Historis dalam proses demirakulisasi mengharuskan sang peneliti memilih data yang masuk akal saja. Dalam praktiknya, ini bisa membuat sang peneliti mengambil data yang diperlukan terlepas dari konteksnya begitu saja. James D Tabor, penulis buku The Jesus Dynasty, adalah salah satu peneliti yang mengikuti cara kerja seperti ini.

Dua contoh kecil bisa diperlihatkan di sini. Pertama, Tabor mencoba menjawab pertanyaan tentang profesi Yesus sebelum Ia tampil secara publik di Galilea. Perkataan Yunani dalam Injil adalah tektôn. Kamus besar yang disusun oleh Bauer, Arndt, Gingrich (1957) menjelaskan tektôn sebagai carpenter, wood-worker, builder. Tabor begitu saja memilih arti tektôn sebagai builder (tukang bangunan; tukang batu). Untuk mendukung argumennya ia merujuk pada tulisan yang sekarang dikenal sebagai Protoevangelium Yakobus 9:3 yang mengatakan bahwa pekerjaan Yusuf adalah sebagai tukang bangunan. Tabor hanya memilih satu rujukan kecil ini untuk mendukung hipotesisnya bahwa Yesus pun bekerja sebagai tukang bangunan.

Tulisan Protoevangelium Yakobus sudah beredar sekitar tahun 150 M. Argumen-argumen penting dalam tulisan ini justru bertujuan membuktikan kelahiran ajaib Yesus melalui Maria yang masih perawan dan tetap perawan sesudah kelahiran Yesus. Tabor siap menggunakan bahan di luar Alkitab untuk mendukung argumennya meskipun untuk itu ia harus mengambil rujukan kecil dari sebuah bahan yang justru berlawanan arah dengan cara kerja demirakulisasi yang dipilihnya. Dengan kata lain, untuk mendukung argumennya, Tabor siap mengambil sebuah teks dan melepaskannya dari konteks begitu saja. Menurut kacamata keahlian saya dalam bidang tafsir, pemisahan teks dari konteks adalah sebuah kesalahan metodologis yang sungguh fatal.

Kedua, Tabor mencoba membuat rekonstruksi kronologis tahap perjalanan Yesus dan para murid-Nya menuju Jerusalem dan hari-hari terakhir-Nya di sana. Dengan menggabungkan berbagai data dan loncatan-loncatan kreatif berdasarkan informasi dari Injil, sebuah kronologi diusulkan. Namun, satu hal segera menjadi jelas. Ada satu bahan yang dalam konteks Injil memiliki arti penting yang justru dihindari oleh Tabor. Dalam Injil Yohanes bab 11 dikisahkan bahwa di sebuah kampung yang bernama Betania, Yesus membangkitkan Lazarus dari kematiannya. Kisah Yesus yang menyembuhkan dan kisah Yesus yang membangkitkan orang mati tentu saja berada di luar ranah pembuktian mukjizat berdasarkan gejala-gejala alam.

Lebih dari itu, bila Tabor menggunakan kisah tentang kebangkitan Lazarus ini, ia tentu akan harus juga menerima kemungkinan adanya kebangkitan Yesus sendiri dari mati. Padahal, argumen penting yang justru sedang diperjuangkan adalah untuk membuktikan bahwa Yesus tidak bangkit. Tabor ingin membuktikan bahwa tubuh Yesus telah dipindahkan oleh para pengikut-Nya dari tempat semula Ia dimakamkan setelah penyaliban, ke tempat yang baru. Untuk maksud itu Tabor berani membuat pernyataan bahwa Ia telah menemukan makam Yesus dan keluarga-Nya.


Temuan arkeologis

Temuan arkeologis yang kembali hangat belakangan ini dan penggunaannya untuk sebuah pembuktian Yesus Historis perlu ditempatkan secara jelas dalam kerangka cara kerja demirakulisasi para peneliti yang terlibat di dalamnya. Hasil proses semacam inilah yang tersaji ke kalangan publik. Film dokumenter The Lost Tomb of Jesus dengan produser pelaksana James Cameron, buku karangan Simcha Jacobovici dan Charles Pellegrino The Jesus Family Tomb: The Discovery, the Investigation, and the Evidence that Could Change History, dan buku James D Tabor The Jesus Dynasty adalah bukti hasil kerja peneliti yang berprinsip "yang ajaib pasti tidak historis." Sikap terhadap publikasi semacam ini akan sangat ditentukan oleh penerimaan atau penolakan terhadap prinsip tersebut. Bila menerima prinsip tersebut, berarti orang harus menolak kebenaran empiris yang justru masih berlangsung sampai hari ini, yakni bahwa "yang ajaib bisa sungguh historis".

Hal yang sama berlaku dalam bersikap terhadap kebangkitan Yesus. Kebangkitan Yesus dengan seluruh tubuh-Nya adalah peristiwa ajaib. Maka, bagi para peneliti ini harus disimpulkan bahwa hal itu pasti tidak historis. Yang historis adalah bahwa Yesus tidak bangkit dengan seluruh tubuh-Nya. Untuk membuktikannya, temuan makam di Talpiot dijadikan sebagai argumen penting. Pertanyaan untuk sebuah temuan arkeologis senantiasa berkaitan dengan hubungan antara artefak arkeologis dan data dalam Alkitab.

Fakta pertama. Pada tahun 1980 ditemukan 10 osuarium (tempat tulang) di makam Talpiot, sebelah selatan kota lama Jerusalem. Satu di antaranya dinyatakan hilang. Pada sembilan osuarium itu ada enam yang memiliki inskripsi nama-nama: Yesus anak Yusuf, Maria, Mariamene e Mara (Maria Magdalena), Yoses, Matius, Yudas anak Yesus. Seluruh inskripsi tersebut tertulis dalam bahasa Aram, kecuali inskripsi Maria Magdalena yang tertulis dalam bahasa Yunani.

Fakta kedua. Nama-nama tersebut adalah nama-nama yang sangat umum dimiliki oleh orang pada zaman itu di wilayah tersebut. Meskipun demikian, bahwa nama-nama semacam itu ditemukan sebagai sebuah kesatuan di satu kompleks makam adalah sebuah kenyataan yang sangat unik. Peluang empat nama (Yesus anak Yusuf, Maria, Maria Magdalena, Yoses) dalam cluster semacam itu adalah 1:600. Demikian pendapat Prof Andrey Feuerverger, pakar statistik dari Universitas Toronto.

Fakta ketiga. Hasil uji DNA terhadap endapan organik pada osuarium "Yesus anak Yusuf" dan osuarium "Maria Magdalena" tak memperlihatkan adanya hubungan persaudaraan di antara keduanya menurut garis ibu.

Bila ingin setia pada data-data empiris semacam ini, kesimpulan yang harus diambil adalah: (1) Ada sebuah kompleks makam keluarga tempat ditemukan 10 osuarium; satu dari osuarium itu telah hilang; enam dari yang masih ada memiliki inskripsi nama-nama yang sangat umum; (2) Kesatuan nama-nama umum itu hanya terjadi satu kali dari antara 600 kasus; (3) Yesus anak Yusuf dan Maria Magdalena bukan saudara-saudara sekandung.

Kesimpulan yang lebih dari itu adalah hipotesis. Satu hipotesis yang belum berdasarkan fakta justru dijadikan sebagai kesimpulan oleh Tabor. Di sini Tabor sudah berkeyakinan bahwa osuarium lain dengan inskripsi "Yakobus, anak Yusuf, saudara dari Yesus" adalah satu osuarium yang hilang dari makam keluarga di Talpiot itu. Hipotesis lain adalah ikatan perkawinan antara "Yesus anak Yusuf" dan "Maria Magdalena". Hipotesis lanjutan dari ini adalah bahwa "Yudas anak Yesus" adalah anak dari perkawinan antara "Yesus anak Yusuf" dan "Maria Magdalena" itu. Masih perlu dilihat bagaimana uji DNA terhadap endapan organik dalam osuarium "Yudas anak Yesus" tersebut.

Hipotesis paling berani adalah dengan mengatakan kemungkinan bahwa "Yesus anak Yusuf" itu adalah Yesus yang dikisahkan dalam Injil. Ini sama saja dengan seorang peneliti asing di abad-abad kemudian yang bisa menyimpulkan bahwa sebuah makam dengan nama "Bambang anak Suharto" di sebuah tempat di bumi ini adalah makam Bambang anak dari seorang bernama Suharto yang selama bertahun-tahun menjadi penguasa tunggal di sebuah negeri di bumi ini. Tidak mustahil bahwa Bambang yang dimakamkan di sana adalah Bambang preman pasar di kampung sekitar makam itu yang bapaknya bernama Suharto yang punya toko kelontong dekat alun-alun.


Yesus yang mana?

Di sinilah letak persoalan paling serius dalam penelitian Yesus Historis berdasarkan temuan arkeologis saat ini. Ada sebuah makam dengan osuarium bernama "Yesus anak Yusuf". Sungguh tidak mustahil bahwa artefak yang tersedia ini adalah sebuah keunikan istimewa, satu dari 600 kemungkinan kasus, yang merupakan makam dari seorang yang sama sekali lain. Hipotesis berikut ini sama kuatnya dan harus bisa diterima.

Ada seorang pedagang yang cukup kaya di Jerusalem pada dekade pertama abad Masehi. Nama orang itu adalah Yusuf. Seorang anaknya yang bernama Yesus itu bekerja sebagai seorang ahli hukum yang mencapai puncak kariernya setelah berhasil menentang dan menghukum mati seorang guru eksentrik berasal dari Nazaret yang juga bernama Yesus. Suatu hari Yusuf dan Maria istrinya memutuskan mengadopsi seorang anak putri dari Magdala, dan mereka beri nama Maria Magdalena. Yesus sang ahli hukum itu pernah punya hubungan dekat dengan seorang perempuan sehingga ia punya anak, tetapi lalu ditinggal pergi oleh kekasihnya itu. Yesus ini akhirnya harus menitipkan anaknya yang bernama Yudas untuk diasuh oleh Yusuf dan Maria. Demikianlah pada akhirnya satu per satu mereka mati. Jasad-jasad Yusuf, Maria, Maria Magdalena, Yesus anak Yusuf, dan Yudas anak Yesus ini akhirnya dimakamkan di kompleks makam keluarga yang sudah mereka siapkan di Talpiot.

Berabad-abad kemudian sekelompok peneliti menemukan makam itu dan mulai menduga- duga bahwa Yesus dalam makam itu adalah Yesus yang diyakini oleh orang Kristiani sebagai Tuhan yang bangkit dengan seluruh tubuh-Nya. Maka, sungguh masih terlalu dini untuk membuat kesimpulan seperti itu. Terlalu dini juga untuk mulai yakin bahwa kebangkitan Yesus dari Nazaret itu adalah sebuah metafora belaka, bukan peristiwa historis; sebuah metafora yang bergerak hanya dalam ranah subyektif, bukan obyektif. Maka, pilihannya kembali antara prinsip "yang ajaib pasti tidak historis" atau "yang ajaib bisa sungguh historis".



Sumber tulisan:

1. Tabor, James D. 2006. The Jesus Dynasty: the Hidden History of Jesus, His Royal Family, and the Birth of Christianity. New York: Simon & Schuster.

2. Sutama, Adji A., Yesus Tidak Bangkit?: Menyingkap Rekayasa Yesus Historis dan Makam Talpiot, Penerbit: BPK Gunung Mulia (cetakan pertama, 2007).

3. www.wikipedia.org/wiki/Makam_Talpiot

4. Ramadhani, Deshi, Historisasi Makam Kosong Yesus, Kompas 5 Mei.

5. Rakhmat, Ioanes, Kepastian Temuan Makam Yesus, Kompas 5 April.

6. Evans, Craig A. 2007. Merekayasa Yesus: Membongkar Pemutarbalikan Injil oleh Ilmuwan Modern. Yogyakarta: Andi Offset.

7. Pate, C. Marvin, dan Pate, Sheryl L. 2007. Disalibkan oleh Media. Yogyakarta: Andi Offset.

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Perkembangan ilmu dapat juga ya membahayakan iman, yang akhirnya tidak percaya kebangkitan Kristus.

Anonim mengatakan...

Wah emang saiki jamane jaman edan
keep your faith.

Anonim mengatakan...

Sejarah adalah bukti banyak kejadian dari masa lampau.Manusia yang membaca, melihat, mendengarkan tapi hanya sedikit yang mau berfikir.