Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus. Kehidupan bersama itu dibentuk oleh orang-orang yang atas pertolongan Roh Kudus menerima dengan percaya terhadap penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Pengertian demikian menunjukkan bahwa Gereja memiliki segi ilahi dan segi manusiawi. Segi ilahi Gereja adalah sebagai buah penyelamatan Allah, maka Pemilik dan Penguasa Gereja adalah Allah. Segi manusiawi Gereja adalah sebagai kehidupan bersama religius, yang oleh pertolongan Roh Kudus diciptakan dan diselenggarakan secara lembagawi oleh manusia.
Sebagai suatu kehidupan bersama religius yang lembagawi, Gereja membutuhkan kepemimpinan. Kekhasan kepemimpinan Gereja di dasarkan pada segi ilahi dan segi manusiawi Gereja. Dari segi ilahi gereja, Gereja adalah buah penyelamatan Allah, yang hidupnya dipimpin oleh Allah melalui bekerjanya Roh Kudus dengan Alkitab sebagai alat-Nya. Dari segi manusiawi, Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dipimpin oleh manusia yang atas kehendak Allah dalam kebijaksanaan-Nya dipanggil secara khusus untuk melaksanakan tugas kepemimpinan. Oleh karena itu, apa yang diputuskan dan atau yang dilakukan oleh manusia dalam memimpin Gereja, harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah.
Untuk menentukan bahwa suatu keputusan dan atau tindakan manusia dalam memimpin Gereja dapat dipertanggungjawabkan kepada Allah, dipakai tiga tolok ukur yang berjenjang. Tolok ukur tertinggi adalah Alkitab yang secara mutlak menentukan kebenaran tolok ukur yang lain, serta dalam bimbingan dan penguasaan Roh Kudus. Di bawah Alkitab adalah pokok-pokok ajaran Gereja yang dibuat berdasarkan Alkitab untuk menjadi pegangan bagi Gereja di dalam kehidupan dan pelaksanaan tugasnya.
Setiap Gereja adalah Gereja Allah yang mandiri yaitu Gereja yang memiliki kewenangan dan mampu mengatur diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, dan membiayai diri sendiri. Dalam mewujudkan kemandiriannya setiap Gereja wajib mengembangkan kebersamaan dengan Gereja lain baik secara klasikal maupun sinodal. Sebaliknya, dalam kebersamaan klasikal dan sinodal wajib mengembangkan kemandirian setiap Gereja.
Semua pelayanan gereja adalah pembinaan warga gereja agar mampu melaksanakan tugas panggilan Tuhan. Pembinaan merupakan usaha gereja untuk mendewasakan warga gereja, agar melalui proses belajar dan mengalami perubahan diri yang terus menerus, warga gereja mau dan mampu bersaksi, bersekutu dan melayani di tengah-tengah gereja dan masyarakat.
2. GEREJA MEMBANGUN DIRI
Kata gereja, berasal dari kata igreja (Portugis), untuk menterjemahkan kata ekklesia (Yunani) yang ada dalam Alkitab. Kata ekklesia yang dipakai sebanyak 112 kali dalam Perjanjian Baru, kebanyakan dipakai dalam surat-surat Paulus, kitab Kisah Para Rasul dan kitab Wahyu, dipakai untuk menunjuk suatu perkumpulan orang-orang beriman, seperti perkumpulan manusia pada umumnya. Dalam Alkitab terjemahan Yunani (Septuaginta), kata ekklesia dipakai untuk menterjemahkan kata kahal (Ibrani) yang menunjuk persekutuan umat Israel di hadapan Allah (UI. 4:10, 9:10, 10:4). Justru pemakaiannya di dalam Septuaginta inilah yang kemudian melatar-belakangi kata ekklesia untuk menyebut gereja dalam PB.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan ekklesia adalah kehidupan bersama keagamaan dari orang-orang yang menanggapi karya penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus. Maksudnya ialah bahwa kehidupan bersama keagamaan itu anggota-anggotanya adalah orang-orang yang telah secara konkrit mengalami karya penyelamatan Allah dalam Kristus Yesus, atau orang-orang yang telah diselamatkan Allah dalam Kristus Yesus. Tindakan orang-orang yang mengamini dan menerima keselamatan Allah itu dinyatakan dalam pengakuan mereka bahwa Yesus adalah Juru Selamat, dan mereka yang sama-sama mengakui pengakuan itu, terikat satu sama lain sebagai suatu kehidupan bersama.
Perlu kita ketahui bahwa karya penyelamatan Allah itu merupakan tindakan Allah dan atas prakarsa Allah sendiri. Tindakan dan prakarsa Allah itu diungkapkan dengan kata-kata Allah memanggil, Allah menyelamatkan, Allah membawa keluar dari kegelapan (bdk. I Pet. 2:9-10). Oleh adanya panggilan Allah inilah maka kehidupan bersama keagamaan yang disebut gereja itu memiliki watak illahi. Artinya, keberadaan mereka merupakan akibat dari adanya karya Allah, atau kehendak Allah.
Di samping watak illahi, gereja juga berwatak manusiawi. Watak manusiawi gereja nampak dalam tanggapan atau jawaban manusia terhadap panggilan atau penyelamatan Allah. Orang-orang yang menanggapi karya Allah itu kemudian bersekutu, membentuk kehidupan bersama sebagai orang-orang yang sama-sama mengalami karya penyelamatan Allah. Oleh karena watak manusiawinya itulah, maka gereja memiliki keterbatasan- keterbatasan dan kelemahan-kelemahan.
Berdasarkan hakikatnya sebagai kehidupan bersama keagamaan yang berpusat pada karya penyelamatan Allah, maka gereja menjadi tempat di mana setiap orang beriman menikmati karya penyelamatan Allah itu, serta tempat di mana setiap orang beriman diperlengkapi untuk ambil bagian dalam karya Allah di dunia ini (Ef. 4:1 1-16).
Seperti Gereja-gereja lainnya di sekitarnya, gereja dimana kita menjadi anggotanya - dalam hal ini Gereja Kristus Bogor - adalah Gereja Tuhan di dunia ini.
Sebagai Gereja Tuhan di dunia ini, dalam menjalani hidup dan karyanya di dunia, Gereja tidak secara otomatis sudah menjadi Gereja yang benar-benar sesuai dengan kehendakTuhan. Seperti telah kita bicarakan sebelumnya, Gereja sebagai kehidupan bersama keagamaan, memiliki dua watak, yaitu berwatak illahi sekaligus manusiawi. Sebagai suatu kehidupan bersama (persekutuan) orang- orang beriman selaku manusia, Gereja tidak dapat melepaskan dirinya dari cacat manusiawi yang dimilikinya itu. Cacat manusiawi Gereja itu dapat kita temukan dalam berbagai kekurangan dan keterbatasan Gereja. Di samping itu, sebagai suatu persekutuan orang beriman yang hidup di dunia ini, dalam menjalani kehidupannya di dunia, Gereja tidak hanya berusaha untuk ''menggarami dan menerangi dunia", tetapi sebaliknya juga sering dipengaruhi oleh apa yang sedang terjadi dalam dunia, yang mana pengaruh itu tidak seluruhnya positip bagi kehidupan orang beriman.
Kesadaran akan adanya kekurangan dan keterbatasan Gereja, sudah disadari oleh Paulus sejak ia menggembalakan Gereja Perdana. Kekurangan dan keterbatasan Gereja serta adanya pengaruh buruk dunia, nampak dalam teguran Paulus kepada anggota Gereja di Efesus (Efesus 5: 15-2 I ). Itulah sebanya Paulus mendorong Gereja sejak Gereja itu ada untuk terus menerus memperbarui dirinya, agar dalam situasi apapun, Gereja berupaya menjadi Gereja yang dikehendaki Allah (Efesus 4:1-16). Dengan demikian keinginan untuk membangun Gereja ini sama tuanya dengan Gereja itu sendiri.
Menyadari perlunya Gereja terus menerus membangun diri, mendorong Gereja dengan berbagai upaya yang ada padanya untuk terus menerus melakukan perbaikan- perbaikan. Perbaikan itu menyangkut kehidupan Warga Gereja, seperti misalnya meningkatkan Penggembalaan, Pembinaan Warga Gereja, dan Pengaderan-pengaderan. Melalui kegiatan ini diharapkan agar segenap warga Gereja diperlengkapi dan dipersiapkan menjalani hidup kesehariannya sebagai orang beriman yang setia. Usaha ini pada saatnya dapat mempengaruhi kehidupan Gereja dalam menjalankan fungsinya di dunia ini.
Kecuali itu, perbaikan-perbaikan juga dilakukan dengan merumuskan ulang identitas Gereja dalam hubungannya dengan masyarakat di sekitarnya dan penataan organisasi Gereja, dengan harapan agar menjadi Gereja yang kehadirannya memberi pengaruh positif bagi dunia di mana Gereja ditempatkan oleh Allah. Usaha terakhir ini pernah diperjuangkan oleh Gereja-gereja Protestan di negeri Belanda mulai tahun 1930-an.
Seiring dengan usaha yang sudah dan tengah dilakukan seperti dikemukakan di atas, di tengah-tengah situasi zaman yang berubah dan berkembang dewasa ini, perubahan dan perkembangan zaman yang dimulai di Eropa yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia, suatu perubahan dan perkembangan situasi yang dipicu oleh
perkembangan teknologi itu, menuntut adanya upaya pembaruan hidup bergereja secara terpadu, terarah dan terus menerus berkesinambungan. Upaya terpadu maksudnya ialah keseluruhan upaya pembaruan yang dilakukan oleh Gereja itu perlu disamakan geraknya, tidak sendiri-sendiri dan terpisah-pisah, melainkan menjadi satu gerakan bersama. Upaya itu juga perlu dilakukan secara terarah, maksudnya ialah agar gerakan pembaruan yang dilakukan itu menuju arah yang jelas demi perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak Allah dalam hubungan timbal balik dengan masyarakat di mana Gereja menjalani kehidupan dan karyanya. Selanjutnya upaya itu juga perlu dilakukan terus menerus berkesinambungan, maksudnya ialah dilakukan secara bertahap dan terus menerus sebagai gerakan maju, berangkat dari keadaan Gereja apa adanya dewasa ini, menuju masa depan Gereja yang diharapkan. Tuntutan pembaruan Gereja seperti itulah yang kemudian melahirkan apa yang disebut Pembangunan Jemaat.
3. TUJUAN PEMBANGUNAN JEMAAT
Dalam Gereja, usaha perbaikan hidup dan karya Gereja itu secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua tujuan pokok, yaitu : pertumbuhan ekstensif (pertumbuhan ke luar) dan pertumbuhan intensif (pertumbuhan ke dalam).
Pertumbuhan Ekstensif mengandaikan adanya perluasan gereja karena adanya pertambahan anggota gereja baru. Pengandaian ini diinspirasi oleh pengalaman gereja pada zaman Para Rasul, dalam memberitakan injil kepada bangsanya dan bangsa-bangsa lain. Usaha itu mengakibatkan munculnya gereja-gereja baru yang menggembirakan, karena ada banyak orang-orang baru yang menggembirakan, karena ada banyak orang-orang baru dibaptiskan (Kisah 2:41). Namun kegembiraan karena munculnya gereja-gereja baru itu segera disusul oleh adanya keprihatinan baru, yaitu keprihatinan akan kelangsungan, kesinambungan, dan pendalaman penghayatan iman akan Tuhan Yesus Kristus. Itulah sebabnya pertumbuhan ekstensif itu segera ditindak-lanjuti dengan pertumbuhan intensif. Pertumbuhan Intensif mengandaikan perlunya warga gereja baru itu semakin mendalami penghayatan imannya akan Yesus Kristus (Kisah 2:42).
Dalam suratnya kepada Jemaat Korintus, Paulus mengatakan bahwa dalam rangka pertumbuhan ke dalam, orang luar sejak semula harus sudah diperhatikan (I Kor. 14:23-25). Hubungan pertumbuhan ke dalam dan ke luar juga ditegaskan oleh kenyataan bahwa jemaat yang berkembang dengan baik, selalu menimbulkan daya tarik untuk orang luar (bdk. Kisah 2:41-47). Dari sudut pandang yang lain, perhatian ke luar juga penting bagi pembangunan ke dalam. Gereja yang hanya sibuk dengan kelangsungan dan keselamatan dirinya sendiri, niscaya kehilangan daya tariknya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa dalam rangka memperbaiki kehidupan gereja itu merupakan usaha serempak membenahi pertumbuhan ke dalam demi pertumbuhan ke luar, sekaligus membenahi pertumbuhan ke luar sebagai prasyarat bagi pertumbuhan ke dalam.
Namun tujuan Pembangunan Jemaat itu pertama-tama dan terutama bukan demi pertumbuhan ke luar dan ke dalam itu semata.Tujuan Pembangunan Jemaat adalah agar Gereja dalam hidup dan karyanya di dunia ini sungguh-sungguh menjadi Gereja Tuhan Yesus sebab, gereja adalah buah karya penyelamatan Allah yang difungsikan oleh Allah untuk ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah atas seluruh umat manusia (Kisah 13:2, 17:18; Matius 4:18-22; 2 Timotius 1:7-9, 2:3).
Oleh karena itu, tujuan Pembangunan jemaat bukan semata-mata demi dan untuk gereja itu sendiri. Tujuan Pembangunan Jemaat lebih luas dari Gereja, yaitu mengusahakan agar tindakan yang dilakukan di dalam dan oleh Gereja, senantiasa mengacu pada tujuan karya Penyelamatan Allah dalam relasi dinamis dengan konteks kehidupannya, yaitu kedatangan Kerajaan-Nya di dunia ini.
Secara kategorial, tujuan dari pembinaan warga gereja, sebagai beikut:
a. Tujuan Umum :
· Upaya meperlengkapi orang-orang kudus bagi pelayanan dan pembangunan Tubuh Kristus.
· Mempersiapkan warga gereja untuk hadir dan berperan serta agar menjadi berkat di tengah-tengah masyarakat
b. Tujuan Instruksional :
· Meningkatkan kemampuan warga gereja dalam persekutuan, pelayanan dan kesaksian.
c. Tujuan Operasional :
· Di bidang persekutuan
· Di bidang pelayanan
· Di bidang kesaksian
· Di bidang peribadahan
4. PERAN ANGGOTA JEMAAT DALAM PEMBANGUNAN JEMAAT
Seperti dikemukakan oleh Rob van Kessel, apapun yang dipikirkan oleh orang beriman mengenai nilai-nilai kekristenan seperti kasih, pengampunan, harapan yang sangat diperlukan oleh kehidupan masyarakat pada umumnya, akan lenyap dari sejarah kalau hal-hal itu tidak dihayati dalam rangka hidup ber-Gereja. Berdasarkan pemahaman ini, maka semua usaha perbaikan hidup ber-Gereja itu tidak akan ada maknanya kalau dilepaskan dari hakikat keberadaan Gereja. Dengan demikian keseluruhan usaha perbaikan hidup ber-Gereja itu seharusnya terarah pada dan demi perwujudan Gereja sesuai dengan hakikat keberadaannya. Dengan kata lain, segala usaha perbaikan hidup ber-Gereja itu seharusnya demi dan untuk perwujudan Gereja sesuai dengan kehendak Kristus.
Pembangunan Jemaat sebagai suatu panggilan Gereja, didasarkan pada penggunaan istilah oikodome (pembangunan) dan oikodomein (membangun, mendirikan, membuat) yang dipakai dalam alkitab. Dalam Perjanjian Lama, kata oikodomein itu dipakai untuk menunjuk pada pekerjaan atau perbuatan Allah yang membangun Bait-Nya (mis. Yes. 66:1 bdk. Kis. 7:48; Yer 33:7). Kata "Bait" dalam Perjanjian Lama ini dipahami sebagai "tempat Allah berdiam", yaitu tempat dalam arti fisik (bangunan Bait Allah) maupun dalam arti sekelompok orang yang disebut dengan kata ''umat Allah'. Dalam PB, pengertian "Bait" sebagai ''umat" juga berlaku, dan bahkan oleh Tuhan Yesus maupun oleh Rasul-rasul-Nya secara tegas menunjuk kepada "Gereja" sebagai suatu persekutuan orang beriman (Yoh. 2:21; Kis. 9:31; Ef. 2:19-22). Dengan singkat dapat dikatakan bahwa Pembangunan Gereja itu sebenarnya adalah pekerjaan Allah sendiri.
Namun selanjutnya, dalam rangka melaksanakan pekerjaan-Nya itu, Allah juga melibatkan orang-orang beriman dalam Gereja untuk ikut ambil bagian dalam karya-Nya. Kesediaan Allah melibatkan orang-orang beriman dalam pekerjaan-Nya itu, dapat kita jumpai dalam firman-Nya : " Dan biarlah dirimu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk pembangunan (oikodome) rumah rohani (I Petrus 2:5) ".
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun orang beriman sebagai manusia memiliki berbagai keterbatasan dan kelemahan, namun Allah sendirilah yang menghendaki. Allah menghendaki agar orang-orang beriman menggunakan seluruh kemampuannya untuk ikut ambil bagian dalam karya-Nya (Mat. 22: 37-40). Oleh karena itu, Allah sendiri pula yang memperlengkapi orang-orang beriman untuk ikut ambil bagian dalam pekerjaan-Nya (I Kor. 12:4; I Kor. 14:12), dan yang pada akhirnya Allah jugalah yang menyempurnakan pekerjaan orang beriman dalam pembangunan Gereja-Nya (I Kor. 13:8-12). Apa yang dilakukan oleh Allah dan yang juga dipercayakan kepada orang-orang beriman, itu Allah lakukan dengan tujuan agar Kerajaan Allah semakin terwujud di dunia ini menuju kepada kesempurnaannya, yang berlangsung secara bertahap sebagai suatu pertumbuhan (I Kor. 3:6; Wahyu 21:2)
Dari apa yang telah diuraikan di atas dapat dikatakan bahwa sebagai suatu panggilan, Pembangunan Jemaat adalah upaya orang-orang beriman untuk melibatkan diri dalam pekerjaan Allah, dengan bimbingan Roh Kudus serta terbuka menggunakan ilmu pengetahuan yang dimiliki secara bertanggung jawab, dan dilakukan tahap demi tahap, sehingga Gereja menjadi seperti yang dikehendaki oleh Kristus.
5. PEMBERDAYAAN ANGGOTA JEMAAT
Memperhatikan peran strategis umat dalam upaya Pembangunan Jemaat, maka perhatian Gereja terhadap umat perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh agar umat dapat berperan secara optimal dalam hidup dan karya Gereja. Dengan kata lain, pemberdayaan anggota jemaat perlu dilakukan agar segenap anggota jemaat dapat berperan dalam hidup dan karya Gereja. Dalam praktek pelayanan Gereja, seringkali Pendeta / Pemimpin Gereja membagi umat menjadi dua kelompok, yaitu umat yang ''aktif" dengan umat yang "tidak aktif". Yang dimaksud aktif tidak hanya rajin mengikuti ibadah, persekutuan-persekutuan doa, kelompok pemahaman Alkitab, tetapi juga bersedia terlibat sebagai pengurus kring / blok / wilayah, pengurus kelompok-kelompok kategorial dsb. Jumlah umat yang aktif sangat sedikit bila dibandingkan dengan umat yang tidak aktif. Lalu ke mana mereka yang tidak aktif itu ?.
Pemimpin Gereja sering mempersoalkan mereka yang tidak aktif sebagai orang yang tidak memahami dan menyadari keberadaan mereka sebagai umat Allah. Oleh karena itu, pemberdayaan umat seringkali dibatasi pada usaha mendidik umat agar memahami dan menyadari keberadaannya sebagai orang beriman dan sebagai warga gereja. Pendidikan umat ini memang penting, tetapi tidak cukup.
Dalam masyarakat yang stabil, pembagian umat seperti di atas bisa dimengerti. Namun dalam masyarakat yang sedang berubah seperti sekarang ini, masalahnya menjadi lain. Warga gereja sekaligus adalah warga masyarakat modern, dan karenanya mereka adalah clever people. Mereka pasti mengalami ketersedotan dalam pusaran perubahan yang tengah terjadi. Mereka adalah orang-orang yang menerima informasi dari berbagai media, koran, televisi, radio, internet. Yang ada di otak mereka adalah informasi yang berubah cepat, baik informasi tingkat lokal, regional, maupun internasional.
Dalam keberadaannya yang demikian, pastilah ada diantara mereka yang tergolong tidak aktif di gereja, namun terlibat dalam gerakan-gerakan sosial. Ada yang terlibat dalam perjuangan lingkungan hidup, hak-hak perempuan, perjuangan melawan kemiskinan dan kebodohan dsb. Ada juga dari antara yang tidak aktif di gereja, juga terlibat dalam support groups, yang kini semakin marak di Indonesia seperti penampungan anak, penampungan korban narkoba, penyelenggaraan rumah singgah anak jalanan, pendampingan krisis keluarga dsb. Bahkan ada juga diantara mereka yang ikut aktif dalam persekutuan-persekutuan doa di luar gereja.
Menyadari kenyataan di atas, tidak cukup kalau pemberdayaan anggota jemaat hanya kita dibatasi pada upaya pendidikan umat. Seperti dikemukakan oleh Jan Hendriks, peran serta anggota jemaat dalam pekerjaan Allah akan dapat berlangsung secara optimal apabila Gereja dikelola menjadi Gereja yang Vital, artinya dikelola menjadi Gereja yang hidup dan bermakna bagi warganya maupun masyarakat yang ada di sekitarnya. Lebih lanjut Jan Hendriks menjelaskan bahwa vitalitas gereja itu ditentukan oleh faktor-faktor yang saling terkait satu sama lain dan saling mempengaruhi, yaitu faktor: iklim, struktur, kepemimpinan, tujuan dan tugas, serta identitas Gereja.
6. FAKTOR-FAKTOR PENTING PEMBERDAYAAN ANGGOTA JEMAAT
Pertama, keterlibatan umat sangat dipengaruhi oleh iklim gereja. Yang dimaksud dengan iklim ialah pengakuan , dan perlakuan terhadap setiap anggota jemaat sebagai subyek dalam hidup dan karya Gereja. Pengakuan dan perlakuan itu akan terwujud apabila :
· Talenta, potensi, dan kemungkinan yang dikaruniakan Tuhan kepada setiap anggota jemaat diakui, dihargai dan didaya-gunakan secara optimal.
· Informasi yang benar / jujur yang diperlukan bagi hidup berkeluarga, ber-Gereja, dan bermasyarakat disebar-luaskan kepada setiap anggota jemaat.
· Hal-hal yang berkenaan dengan hidup dan karya Gereja diputuskan oleh Pemimpin Gereja dengan melibatkan sebanyak mungkin anggota jemaat.
Kedua, penghargaan umat sebagai subyek gereja, berkaitan erat dengan gaya dan pola kepemimpinan gereja. Yang dimaksud dengan Kepemimpinan adalah gaya dan sifat kepemimpinan yang dipraktikkan baik oleh Pejabat Gereja maupun para pelayan Gereja lainnya dalam menjalankan tugas mereka. Gaya dan sifat kepemimpinan akan memampukan para pemimpin sendiri maupun anggota jemaat yang dipimpinnya apabila :
· Gaya kepemimpinan kolektif-kolegial, partisipatif, dan kemampuan anggota jemaat dikembangkan.
· Pengembangan diri para Pemimpin Gereja dan para pelayan Gereja lainnya diperhatikan secara memadai.
· Sifat kepemimpinan yang saling melayani / menggembalakan diberlakukan.
Ketiga, penghargaan umat sebagai subyek gereja, juga dipengaruhi oleh keterlibatan umat dalam merumuskan tujuan dan tugas gereja. Yang dimaksud dengan tujuan adalah segala sesuatu yang ingin diraih oleh Gereja, sedangkan yang dimaksud dengan tugas adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan dalam rangka meraih tujuan Gereja.Tujuan dan Tugas akan jelas, relevan, terjangkau, dan menarik apabila :
· Tujuan dan tugas Gereja dirumuskan secara jelas oleh Pemimpin Gereja dengan melibatkan sebanyak mungkin anggota jemaat.
· Karya Gereja dituangkan dalam perencanaan karya / pelayanan Gereja yang mengacu pada Visi - Misi Gereja dan tuntutan hidup anggota jemaat.
· Karya Gereja membuka peluang bagi anggota jemaat untuk dapat belajar banyak tentang hidup dan karya orang beriman.
Keempat, keterlibatan umat sebagai subyek gereja juga ditentukan oleh struktur gereja yang memberi tempat. Yang dimaksud dengan Struktur Gereja adalah keseluruhan relasi timbal balik yang diatur dan ditata sedemikian rupa antara anggota jemaat secara individual maupun bersama-sama dengan para Pejabat Gereja dan pelayan Gereja lainnya. Relasi itu bisa formal maupun informal. Struktur Gereja akan relevan dengan tuntutan hidup dan karya Gereja apabila :
· keaneka-ragaman keberadaan anggota jemaat (usia, pekerjaan, minat, aspirasi politik, tradisi ber-Gereja dsb.) diakui dan ditata dalam struktur.
· Karya kelompok-kelompok anggota jemaat diintegrasikan dengan Visi dan Misi Gereja.
· Komunikasi dan kerjasama timbal balik saling memampukan antar Kelompok anggota jemaat dan antara Kelompok anggota jemaat dengan lembaga Gerejawi maupun non-Gerejawi dijalankan dengan baik.
Kelima, keterlibatan umat akan diwarnai oleh perasaan senang kalau gereja menolong setiap umat menemukan identitas dirinya sebagai orang beriman dan sebagai gereja. Yang dimaksud dengan Jatidiri / Identitas adalah pemahaman yang dihayati oleh setiap anggota jemaat tentang siapa dan apa tugas mereka sebagai orang beriman maupun siapa dan apa tugas mereka secara bersama-sama sebagai Gereja. Penghayatan Jatidiri / Identitas yang baik akan menjadi sumber inspirasi bagi setiap anggota jemaat dalam menjalani hidup dan karya Gereja. Penghayatan Jatidiri / Identitas akan inspiratif apabila :
· Latar belakang keberadaan dan tradisi Gereja dihayati oleh segenap anggota jemaat.
· Paham tentang inti Gereja dihayati oleh segenap anggota jemaat.
· Konteks di mana anggota jemaat dan Gereja menjalani hidup dan karyanya disadari dan dikenal dengan baik oleh segenap anggota jemaat.
· Panggilan, peran, fungsi setiap anggota jemaat sebagai orang beriman dipahami oleh segenap anggota jemaat.
3 komentar:
Bob tlg bantu saya mendefinisikan Pejabat Gereja Dalam Konteks Teologis,Pl dan Pb
Nb:Petrus Ambarita
See in this page: Perjanjian Lama dalam Pendidikan Agama Kristen.
Maaf pak, dasar teologis dari PwG ini tidak tertera dalam tulisan ini scara rinci pak, Trimaksih.
Posting Komentar