Etimologi
Transubstansiasi (Bahasa Latin: transsubstantiatio) adalah perubahan hakekat dari hosti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus yang terjadi di dalam perayaan Ekaristi menurut ajaran beberapa Gereja Kristiani, terutama Gereja Katolik Roma, di saat semua yang bisa dicerna oleh indra manusia tidak berubah. Dalam Bahasa Yunani hal ini disebut μετουσίωσις.
Teologi Transubtansiasi
Ketika berada di Perjamuan Terakhir-nya, Yesus berkata: "Inilah tubuh-Ku" (hoc est corpus meum),[1] apa yang ia pegang di tangannya masih memiliki semua penampilan dari sepotong roti: "kecelakaan-kecelakaan" ini tidak berubah. Namun, Gereja Katolik Roma percaya bahwa, ketika Yesus menyatakan hal tersebut,[2] kenyataan mendasar ("hakekat") dari roti tersebut telah dirubah menjadi bagian dari tubuhnya. Dengan kata lain, roti itu sesungguhnya adalah tubuh-Nya, di saat semua penampilannya yang dapat dicerna oleh indera manusia atau yang dapat ditemukan oleh penelitian ilmiah adalah masih sepotong roti seperti sebelumnya. Gereja percaya bahwa perubahan hakekat roti dan anggur terjadi pada saat konsekrasi Ekaristi.[3]
Karena Kristus yang bangkit dari antara yang mati adalah hidup, Gereja percaya bahwa ketika roti berubah menjadi tubuh-Nya, bukan saja tubuh-Nya saja yang hadir, melainkan Kristus sendiri secara penuh juga hadir, yakni tubuh dan darah-Nya, jiwa dan keilahian-Nya. Hal yang sama juga berlaku bagi anggur yang berubah menjadi darah-Nya.[4] Kepercayaan ini melingkupi hal yang lebih besar daripada doktrin transubstansiasi, yang secara langsung hanya membatasi diri pada perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus.[5]
Sedikit menambahkan, Transsubstansiasi adalah ajaran resmi Gereja Katolik (diresmikan oleh Konsili Trento sesuai pendirian Gereja utk mengikuti teologi skolastik Thomas Aquinas meski istilah ini pertama kali digunakan Hildebert of Tours). Thomas sendiri mengambilnya dari "hylemorfisme" Aristoteles, yang mengajarkan bahwa dlm suatu realitas (ens) terdapat dua unsur,materia (accident) dan forma (substance).
Air menjadi es, materianya berubah namun forma/substansinya tetap. Ketika dipatrapkan pada Perjamuan Kudus, Aquinas (dan sementara orang hingga berabad-abad) berpendapat Roti dan Anggur materianya tetap namun formanya berubah (terjadi perubahan substansi). Aquinas berpendapat terjadi Real Presence tanpa kehadiran fisikal, melainkan sakramental. Tentu saja kini menjadi problematis ketika sains modern (khususnya kimia) tak mendukung teori Aristoteles dan Aquinas ini, dan secara filosofis dualisme natural-supernatural tidak lagi diterima.
Lalu mengenai saat berubahnya, merujuk pada pemikiran para Bapa Gereja saya berpendapat meski diimani Real Presence, namun tak pernah dijelaskan kapan dan bagaimana ( mengenai "how" ini saya kira penegasan Konsili Trento diarahkan dlm konfrontasi dg Protestan), dan tentu saja bukan saat Imam mengucapkan kata2 institusi/konsekrasi, bahkan dlm tradisi Katolik, khususnya di Doa Syukur Agung, mulai dikembalikan peran doa Epiklesis (doa mohon turunnya Roh Kudus), bahwa roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus karena kuasa Roh Kudus (menjelaskan 'how"-nya), kapan terjadi? kita tidak tahu.
Schillebeeckx mengajukan transignifikansi kiranya mengantisipasi perkembangan ilmu modern yg menjadikan penjelasan tradisional Aquinas tidak bisa dipertahankan tanpa mengurangi arti Real Presence. Menurutnya dlm Ekaristi yg terjadi perubahan arti (significance) atas Roti dan Anggur dalam keseluruhan Misa (aspek liturgis kembali ditonjolkan, sama dg tindakan Perjamuan Terakhir, tidak melulu spekulasi metafisis- skolastik) sekaligus terjadi transfinalization, yaitu semua itu diarahkan pada sebuah akhir dg tujuan memberi santapan rohani. Ketika transubstansiasi didogmakan memang menjadi problematis karena terkait dg sebuah upaya rasional yg senantiasa tumbuh kembang dan berubah. Yang jelas Real Presence menurut hemat saya tetap diimani, transubstansiasi sekedar ikhtiar menjelaskan, sama dg Luther atau Schillebeeckx, sayangnya pemikiran Schillebeeckx buru2 ditolak lantaran tdk orthodoks.[6]
Pada tahun 818 seorang rahib dari biara terkenal di sebelah utara kota Paris di Corbie, bernama Paschasius Radbertus, menerbitkan sebuah makalah yang menyatakan bahwa unsur-unsur itu diubah menjadi tubuh dan darah Kristus yang sesungguhnya. Meskipun wujud unsur-unsur itu tidak berubah, suatu mujizat terjadi ketika imam-imam mengucapkan berkat-anggur dan roti betul-betul menjadi tubuh dan darah Kristus yang historis. Ia menegaskan bahwa wujud luar hanyalah selubung dan menipu pancaindera manusia.
Ajaran transubtansiasi ini mendapatkan tantangan. Para teolog seperti Rabanus Maurus menjelaskan bahwa kepercayaan seperti itu mengacaukan lambang dengan hal yang dilambangkan. Pada tahun 1050 Berenger dari Tours menguraikan pandangan bahwa tubuh dan darah Kristus itu hadir tetapi bukan secara hakiki, melainkan dalam kuasa. Substansinya tetap tidak berubah; iman pada pihak orang yang menerima unsur itu diperlukan untuk mengaktifkan kuasa itu. Filsuf John Scotus sependapat dengan Agustinus bahwa unsur-unsur itu simbolis, dan bahwa mereka tetap tidak berubah.
Tulisan ini berisi pendapat para teolog dari beberapa perspektif, menurut anda?
Fides Quaerens Intellectum.
Sumber:
[1] Matius 26:26, Markus 14:22, Lukas 22:18, 1 Korintus 11:24
[2] Catechism of the Catholic Church, 1376
[3] Catechism of the Catholic Church, 1377; Christ’s Presence in the Eucharist: True, Real and Substantial
[4] Catechism of the Catholic Church, 1413
[5] www.wikipedia.com/transubtansiasi
[6] Joas Adiprasetya, http://artikel.sabda.org/transubstantiation
Tidak ada komentar:
Posting Komentar