Sabtu, Desember 15, 2007

MEMAHAMI INJIL – INJIL & KISAH PARA RASUL

o BAGIAN I : MENGENAL INJIL

Didalam Injil terdapat kisah – kisah yang menarik dan yang misterius, karena Allah sendiri yang langsung menyatakan solidaritas-Nya kepada semua pria dan wanita, bahkan kepada seluruh ciptaan, didalam cara yang belum pernah terjadi sebelumnya, karena Ia telah menjadi seperti kita, yang hidup di antara kita, yang telah bersukacita dan yang telah menderita bagi kita, agar kita memperoleh keselamatan dan di dalam Injil tersebutlah kita dapat melihat bahwa Allah telah melakukan intervensi di dalam sejarah yang nyata dan duniawi, oleh karena itu Injil menempatkan dasar iman kepada sejarah yang nyata di dalam tulisan – tulisan Perjanjian Baru tersebut.
“Yesus adalah Tuhan”. Ini adalah pengakuan iman kristiani yang pertama yang mempersatukan murid – murid Yesus sejak semula dan cikal bakal dari agama kristen. Oleh karena itu wajar apabila para pengikut Tuhan tersebut secara terus – menerus mendorong dan terdorong untuk datang kepada Injil sebagai kitabnya, yang mengisahkan pelayanan Yesus di muka bumi ini yang mendorong orang untuk membaca peristiwa – peristiwa yang sangat menarik dan yang misterius, karena kita dapat melihat bahwa Allah melakukan intervensi di dalam sejarah yang nyata di dalam dunia ini.
Namun ada banyak keraguan yang muncul yang dimulai pada abad kedua Masehi sampai sekarang, yang merasakan bahwa Injil sering kali terasa seperti buku – buku “Alien” yang berasal dari planet lain yang mengandung dan diselubungi oleh banyak misteri, karena sering kali dirasakan lebih banyak menimbulkan pertanyaan – pertanyaan dari pada jawaban – jawaban yang sangat dibutuhkan.
Namun dengan demikian didalam kesejarahan Israel-lah yang mengalami penyertaan Allah dan yang memahami sifat – sifatNya dan begitu juga sama halnya dengan kisah pelayanan Yesus, kematian dan kebangkitan-Nya, yang sangat menyejarah bagi Israel dan dunia dan juga kepada orang – orang kristen mula – mula yang menyaksikan, dimana Allah bertindak sangat luar biasa dengan cara yang luar biasa pula, jadi iman mereka tidak dapat dipisahkan dari kisah – kisah yang terdapat didalam Injil, demikian juga dengan iman kita.
Jadi sejak zaman kisah para rasul, para komunitas kristen membutuhkan catatan – catatan yang mencatat tentang pelayanan Yesus, untuk memenuhi kebutuhan mereka, karena keadaan tersebut, maka ada banyak bermunculan “injil - injil” yang telah ditulis pada abad pertama dan injil – injil yang telah beredar tersebut sering disebut dengan nama “injil – injil aprokrifa”, karena dituliskan lama setelah Injil – Injil Perjanjian Baru ditulis.
Memang, kita kadang – kadang merasa tidak nyaman, ketika kita mencoba untuk mengerti berita – berita yang disampaikan oleh Injil tersebut, karena memang banyak perkataan – perkataan dan kisah – kisah yang memang sukar untuk diterka maknanya. Jadi apabila satu Injil saja sukar untuk dipahami, apalagi empat Injil yang mempunyai catatan yang masing – masing berbeda, dan dari sampul belakang dari buku ini pun, yang menarik perhatian saya juga, yaitu, “Mengapa Yesus mati empat kali?”. Jadi berita yang disampaikan oleh Injil tersebut tidak selalu menyejukkan hati, malah kadang – kadang sangat menantang kita untuk terus menggali, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa Injil – Injil tersebut adalah dokumen – dokumen yang memiliki tujuan tertentu.
Isi dari injil – injil ini menyajikan bahan yang menghibur, serta mengisahkan kisah – kisah yang fantastis tentang Yesus yang penuh dengan perkataan – perkataan yang penuh dengan teka – teki dan yang sangat misterius dan serta yang sangat esoteris yang dianggap berasal dari Yesus sendiri, lalu mengapa gereja mula – mula memilih keempat Injil, yaitu Matius, Markus, Lukas dan Yohanes dan yang menempatkan mereka secara berdampingan.
Walaupun mereka masing – masing memberikan kesaksian tentang berita Injil didalam caranya masing – masing, namun hanya mereka yang mempunyai status otoritas yang dapat diterima secara luas dan tentu saja Injil – Injil Perjanjian Baru tersebut, yang kita miliki sebagai saksi – saksi yang berotoritas atas berita Yesus.
Adanya perbedaan – perbedaan tersebut bukan untuk memecah belah, namun untuk menunjukkan bahwa Injil tersebut ditulis oleh orang yang berbeda dan sebenarnya perbedaan tersebut merupakan suatu sinonim, sedangkan ketiga Injil yang pertama disebut Injil Sinoptik
Injil – Injil yang menyampaikan serta yang mengisahkan ulang tentang berita yang sama mengenai Yesus, sering disebut dengan Injil “Sinoptik” dan memiliki suatu relasi kesastraan yang dapat disimpulkan bahwa, yang pertama adalah isi dari ketiga Injil ini sama – sama memiliki kemiripan yang sangat tinggi, yang kedua adalah Injil ini bersama – sama memiliki struktur umum yang sama dan yang terakhir adalah terdapatnya kemiripan kosakata serta gaya bahasa sastra yang mengejutkan pada bagian – bagian dimana ketiga Injil ini membahas suatu perihal yang sama.
Sebagaimana kita tahu sebelumnya, bahwa Yesus adalah Sang Firman yang berinkarnasi, namun juga Ia adalah seorang Yahudi yang hidup pada abad pertama Masehi. Ketika kita memperhatikan konteks sejarah pada masa kebudayaan zaman Yesus, maka agama Kristen merupakan sebuah agama yang menyejarah, sama dengan Yudaisme yang menjadi akarnya, dengan demikian iman Kristen berhubungan langsung dengan sosok Allah yang mempunyai umat yang sungguh nyata hadir didalam element sejarah dan menuliskan peristiwa – peristiwa yang dinarasikan di dalam konteks kesejarahannya kedalam injil, sehingga kita semakin mengerti bagaimana Allah sungguh – sungguh menyatakan diri-Nya melalui Yesus dalam sejarah, namun injil juga bukan sebuah buku sejarah. Jadi, apa itu injil yang sebenarnya? banyak jawaban yang bervariasi, tergantung dari siapa yang membacanya serta maksud dan tujuannya.
Jadi, jika kita melihat kembali sepanjang sejarah bangsa Israel, dimana Allah telah menyatakan diri-Nya kepada bangsa tersebut sepanjang perjalanan sejarah bangsa Israel dan masa – masa tersebut dapat mereka rayakan dan mereka kenang, jadi dengan demikian Israel dapat lebih memahami jati diri Allah yang sesungguhnya.

o BAGIAN II : HAKIKAT DARI INJIL

Pada masa Helenistis injil atau kabar baik, dihubungkan dengan pengumuman kemenangan dalam suatu perang atau pertempuran, karena itu Injil juga disebut kabar baik, yang memberitakan keselamatan dari Allah yang diproklamasikan didalam suatu karya tulis, oleh karena itu kita juga tidak lupa bahwa Injil – Injil tersebut adalah dokumen – dokumen yang memiliki tujuan tertentu.
Bagi orang Kristen, Injil adalah sebuah buku narasi yang menceritakan tentang kehidupan Yesus, yang mengabdikan seluruh hidup-Nya kepada orang banyak, kematian serta kubur yang kosong dan Yesus yang sekarang telah menjadi Tuhan yang telah disalibkan dan dibangkitkan serta telah menjadi pengganti dari Bait Allah dan dengan demikian, Injil adalah sesuatu yang diberitakan dan berita dari keselamatan Allah yang di proklamasikan, walaupun para penulis Injil yang telah menyampaikan kisah tentang Yesus sebagai penulis - penulis Injil dan bukan dalam kapasitas sebagai ahli sejarawan ataupun para penulis biografi yang diklaim sanggup berlaku secara objektif, akan tetapi jika kita membaca Injil seakan – akan biografi ataupun hanya sebuah buku sejarah, maka kita akan sangat keliru.
Namun apakah kita masih dapat mempercayai Injil – injil tersebut? Dari hasil penelitian dan dengan adanya perkembangan – perkembangan dari para kesarjanaan, maka para penulis Injil, yaitu : Matius, Markus, Lukas dan Yohanes, maka mereka menulis semua kisah dan karir dari pelayanan Yesus, dan mereka tidak pernah bermaksud untuk menuliskan sebuah biografi dari Yesus, dan oleh karena itu Injil sering disebut sebagai kabar baik.
Apakah Injil tersebut merupakan ciptaan dari gereja mula – mula? Menurut para sarjana – sarjana Perjanjian Baru, kitab – kitab tersebut ditulis berdasarkan iman, karena pada awal – awal tahun pertama, gerakan Kristen mula – mula mengisahkan kisah – kisah dan perkataan – perkataan dari Yesus yang muncul dan beredar sebagai tradisi – tradisi yang independen, dengan tujuan untuk pemberitaan penginjilan ataupun untuk kehidupan berjemaat dan gereja mula – mula dianggap mampu untuk menuliskan kembali semua perkataan – perkataan serta kisah – kisah mengenai Yesus yang telah ada maupun menciptakan yang baru, namun ada banyak dari orang – orang Kristen yang mula – mula yang mendramatisasi kehidupan Yesus dan mereka pun mencari dan meminjam kisah – kisah yang mengandung mukjizat, serta perkataan – perkataan pengajaran – pengajaran dari agama – agama lain dan yang menempatkan Yesus sebagai tokoh utama didalam cerita tersebut dan juga mengambil dari tradisi – tradisi gereja mula – mula dan mereka mengumpulkannya serta membukukannya dan kumpulan – kumpulan tersebut sering disebut “perkamen”.
Suatu keuntungan bagi kita bahwa mereka membukukannya, karena dengan demikian pemberitaan Firman lebih mudah dan menjadi bukti pendukung dari kesejarahan Injil – Injil. Berdasarkan bentuk serta isinya, perkamen – perkamen tersebut yang menegaskan peran Yesus sebagai sosok yang menyampaikan kebenaran ilahi, tetapi siapakah sosok Yesus yang sebenarnya?.
Ada banyak godaan – godaan untuk menjawabnya, oleh karena itu para penulis – penulis Injil, tidak hanya mengetahui fakta – fakta dan peristiwa – peristiwa yang merangkum segala kegiatan – kegiatan dari Yesus itu sendiri. Sementara itu, Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes menjawabnya dengan tulisan – tulisannya Injilnya dan beberapa orang sulit untuk menganggap para penulis Injil tersebut sebagai teolog – teolog dan Injil tersebut tidak dapat disamakan dengan karya – karya sastra yang sebanding dengan Institutio karya Calvin atau Church Dogmatics karya Barth.
Walaupun sebenarnya para penulis Injil telah menjadi inovator – inovator didalam banyak cara, ketika mereka mendekatkan sejarah dan signifikansinya kedalam suatu ikatan yang lebih erat lagi, sehingga jalan yang mereka jalani sama sekali bukan jalan yang belum pernah dilalui oleh orang.
Oleh sebab itu para penulis Injil memiliki persperktif umum dan mereka menulis sebagai orang – orang Kristen yang percaya bahwa pribadi Yesus yang menyejarah itu terus hidup sebagai Tuhan yang telah bangkit dan mereka menulis dari sudut pandang iman mereka sendiri, untuk memberikan penerangan kepada peristiwa – peristiwa dalam kehidupan Yesus dan mereka menulis didalam suatu situasi sejarah tertentu, yang diperuntukkan kepada suatu golongan kelompok tertentu dan dengan alasan ini maka, dapat dibenarkan bila kita menganggap mereka sebagai teolog – teolog dan dari cara mereka menuliskan Injil untuk menyampaikan kisah – kisah mereka yang dituntun oleh minat masing – masing dari mereka, yaitu teologi mereka sendiri.
Dengan demikian kita menyaksikan bagaimana para penulis Injil dapat mengikutsertakan perspektif – perspektif yang berbeda dari suatu episode yang sama. Lalu bagaimana dengan Yohanes? Menurut tujuan dari Yohanes yang memiliki sifat kristologis adalah untuk menampilkan Yesus dengan cara pengajaran dengan tujuan dapat meningkatkan iman kepada Yesus sebagai Sang Kristus, dan Sang Anak Allah, kemudian untuk memperkenalkan Yesus Sang Anak dengan cara yang mulia, Yohanes menggunakan spekulasi Yahudi mengenai Firman yang berasal dari zaman yang belum lama berselang dan tujuan dari Yohanes adalah untuk menampilkan Yesus yang merupakan Anak Allah yang tunggal sebagai objek iman. Dan didalam Injil Yohanes kehidupan yang kekal adalah hasil dari iman percaya kepada Kristus dan Kristus sendiri adalah sumber pemangku kehidupan yang pada akhirnya adalah keselamatan hidup yang ada didalam Yesus dan hal ini memiliki kesamaan dengan Matius, Markus dan Lukas.
Memang orang banyak telah menganggap bahwa Paulus adalah seorang teolog besar sejak gereja awal dan pada masa zaman para rasul, namun Matius, Markus, Lukas dan Yohanes juga layak untuk menerima gelar tersebut sebagai teolog – teolog, walaupun mereka menjalankan perannya didalam cara yang berbeda ketika mereka menuliskan Injilnya, dibandingkan dengan penulis surat Ibrani maupun Paulus. Oleh karya mereka semua, sekarang kita mendapatkan suatu pemahaman yang lebih jelas dan kabar baik itu semakin diperkaya.

o BAGIAN III : BERITA DARI INJIL

Sebagaimana para penulis Perjanjian Lama serta tulisan – tulisan Yudaisme dari masa antara PL dan PB, para penulis Injil percaya kepada penyebab ganda, yaitu suatu peristiwa – peristiwa yang kelihatannya normal – normal saja, namun bisa dijelaskan sebagai akibat wajar dari sebab – sebab yang alamiah, akan tetapi pada saat yang sama juga merupakan representasi dari tindakan Allah. Dengan cara yang demikian maka, kita mulai memahami struktur dan progres keseluruhan dari kisah – kisah tersebut dan kita mulai mendapatkan suatu pengenalan dari narasi tersebut dan kita mulai menangkap aliran – aliran dari cerita tersebut.
Didalam membaca Injil, kita harus mengingat bahwa cerita – cerita yang terkandung didalamnya, dikisahkan oleh orang – orang yang memiliki agendanya sendiri – sendiri, yaitu orang – orang yang mempunyai kebutuhan – kebutuhan tertentu, kemudian cerita – cerita tersebut tidak boleh diperlakukan sebagai alegori – alegori yang dimana setiap detail dan pribadi tokoh – tokohnya mengandung suatu makna esoteris yang tersembunyi dan sering kali didalam cerita tersebut, dikisahkan hanya untuk menyampaikan suatu poin tunggal saja, tanpa mempertimbangkan bagaiman hal ini dapat terjadi, oleh karena itu kita harus memperkenalkan suatu prinsip yang lain.
Kemudian yang selanjutnya adalah narasi – narasi tersebut sering kali memberikan suatu pengajaran yang secara tidak langsung ataupun yang secara ilustratif dan ada banyak orang kristen yang telah diajarkan bahwa narasi – narasi tersebut telah diterima dengan begitu saja, karena dirasa tidak mempunyai unsur teologis.
Kemudian narasi dan surat adalah dua alternatif yang digunakan untuk mengkomunikasikan sebuah pesan, yaitu kebenaran. Selanjutnya adalah para pembaca Injl harus peka terhadap pernyataan – pernyataan penafsiran yang ditanamkan kedalam cerita tersebut, yang sering kali muncul di akhir sebagai klimaks dari narasi tersebut. Dan berbagai komentar dari editorial yang menghubungkan satu cerita dengan cerita yang lainnya, jadi narasi hanyalah salah satu cara untuk mengkomunikasikan kepentingan – kepentingan teologis serta historisnya.
Namun beberapa orang banyak mamandang narasi ini sebagai bukti bahwa karunia bahasa lidah yang selalu dihubungkan dengan pencurahan Roh Kudus. Dengan alasan ini juga, kita tidak merujuk kepada Paulus untuk mencoba belajar tentang signifikansi dari Pentakosta, walaupun dengan demikian sebagian besar penekanan jatuh kepada cerita Pantekosta, yaitu suatu peristiwa yang menggenapi janji Yesus di Lukas 24:49 dan di Kisah Para Rasul 1:4, 8 dan peristiwa – peristiwa yang terjadi kemudian didalam bagian yang selanjutnya.
Jadi jelaslah bahwa Pantekosta merupakan klimaks dari segala sesuatu yang telah terjadi sebelumnya dan pencurahan Roh Kudus ini juga merupakan suatu penggenapan dari nubuat yang disampaikan oleh Yohanes Pembaptis (Luk. 3:15-17) serta dari Yesus sendiri (Luk. 24:49;KIS 1:4-5). Walaupun kita tahu bahwa, narasi yang sebelumnya yang sama klimaksnya dengan peristiwa ini adalah mengenai peristiwa dari kenaikan Yesus sebagai akhir dari pelayanan Yesus dimuka bumi ini.
Namun Pentakosta juga merupakan suatu permulaan dari sesuatu yang baru, yaitu ditandainya kelahiran dari gereja – gereja baru dan sekaligus juga kelahiran dari misi yang universal dan yang diberdayakan oleh Roh Kudus dan misi universal yang dilakukan oleh gereja itu juga memperlengkapi para murid untuk bersaksi, memproklamasikan apa yang disampaikan oleh Petrus dan membuahkan pertobatan kira – kira 3000 orang yang mendengarkan berita kabar baik tersebut, walaupun peristiwa yang sama mungkin tidak dapat diulangi, namun cerita itu sendiri dengan jelas menyatakan bahwa penerimaan Roh Kudus dapat dan perlu untuk diulangi (Kis. 2:33,38).
Didalam narasi ini antara misi dan Pentakosta tidak dapat dipisahkan dan keseluruhan dari Kisah Para Rasul mendemontrasikan bahwa hal inipun berlaku didalam perluasan gereja mula – mula. Oleh karena itu Injil dan Kisah Para Rasul adalah suatu cerita dengan alasan yang dianggap oleh pembaca sebagai kitab yang tidak seteologis surat Paulus dan kita telah melihat bahwa melalui pembacaan yang penuh dengan perhatian, dapat membiarkan cerita tersebut mengembangkan dramanya sendiri dan memperhadapkan kita dengan pesannya sendiri.
Injil – Injil yang ditulis pada periode yang sering kali dikaitkan dengan munculnya tulisan – tulisan apokaliptik, yaitu pada masa 250SM sampai 150M. Apokaliptik sendiri mengandung arti suatu makna “penyingkapan”, artinya bahwa jenis sastra ini secara khas menyingkapkan suatu pesan yang tersembunyi didalam sebuah narasi, dan biasanya pesan yang disembunyikan tersebut akan disingkapkan pada klimaksnya, yaitu pada akhir zaman, dimana pada kemudian orang menafsirkannya didalam peristiwa – peristiwa duniawi masa kini dalam kategori – kategori rohaniah dan supernatural.
Dan tentu saja Injil tidak termasuk kedalam kategori tulisan – tulisan apokaliptik, walaupun ada beberapa tema didalam Injil yang menegaskan tentang penggunaan dari apokaliptik tersebut ( misalnya : kebangkitan) dan penggunaan bentuk sastra apokaliptik yang paling signifikan terdapat didalam Injil Markus 13 dan paralelnya dengan Matius 24 dan Lukas 21 dan yang masing – masing nas ini disebut dengan ucapan apokaliptis.
Seperti ucapan – ucapan apokaliptik yang lainnya, maka ucapan apokaliptik tersebut lebih melikiskan gambaran – gambaran untuk menginspirasikan imajinasi iman, namun tidak tertarik untuk membeberkan semua peristiwa – peristiwa yang secara detail didalam taraf ketepatan – ketepatan tertentu.
Ucapan perpisahan lazim ditemui pada catatan – catatan pidato dari orang – orang yang ajalnya telah menjelang, namun ada banyak ucapan – ucapan perpisahan yang tidak menunjuk selalu kepada ajal yang telah dekat, seperti ucapan perpisahan dari Paulus yang disampaikan kepada para pemimpin gereja di Efesus dan juga ucapan perpisahan yang dikaitkan dengan kisah kebangkitan Yesus di dalam Injil, sebagaimana yang terlihat secara khusus di dalam ucapan pengutusan Yesus kepada para murid untuk melanjutkan pelayanannya yang telah Ia mulai.
Untuk dapat memahami jenis sastra ucapan perpisahan, maka ada dua hal yang harus kita perhatikan, yaitu harus diingat konteks yang bagaimana ketika kata – kata ini dicatat dan yang kedua adalah tujuan dari ucapan tersebut. Bisa juga ucapan perpisahan ini adalah sebuah “kata – kata dorongan semangat” yang panjang lebar.
Berbicara mengenai ucapan dan perkataan – perkataan didalam konteksnya sendiri, kemudian di dalam cerita – cerita yang memunculkan perkataan – perkataan Yesus, perlu juga diperhatikan dimana konteksnya berada, karena perkataan – perkataan tersebut seringkali berfungsi sebagai kalimat kunci yang sering memberikan suatu penafsiran mengenai makna dari peristiwa – peristiwa yang dinarasikan.
Bahkan suatu ucapan yang sangat panjang sekalipun ataupun suatu kumpulan – kumpulan perkataan yang harus dibaca di dalam konteksnya, selain itu juga perlu diperhatikan mengenai sifat – sifat dari ucapan – ucapan tersebut. Seperti pada sifat dari ucapan – ucapan Yesus, yang menggunakan tiga ungkapan khusus yang sangat menuntut seluruh perhatian kita, karena mempunyai sifat yang sangat berbeda dan yang sangat tidak biasa dan perkataan tersebut didasarkan kepada otoritas-Nya sendiri. Oleh karena itu tugas dari pembaca adalah untuk menyingkapkan dan menimba pesan dari bagian – bagian Injil.
Lalu apa yang membuat orang banyak sangat begitu tertarik dengan diri Yesus? Dan masih banyak misteri – misteri, bahkan sampai beratus – ratus tahun kemudian, mengapa? Bila kita memperhatikan metode dari pengajaran Yesus, maka kita mendapatkan suatu bentuk pesan yang berpengaruh kepada suatu kesadaran atas bentuk – bentuk pengajaran ynag Yesus lakukan yang berguna untuk dapat menuntun kita lebih dalam lagi memahami bagaimana isi dari berita Yesus tersebut dapat terpelihara dengan baik.
Bila kita melihat dari bentuk bahasa yang digunakan, maka kita dapat lihat dari pesan yang disampaikan dengan menggunakan bahasa figuratif, dengan taraf yang cukup mengesankan, seperti kata – kata ataupun ungkapan – ungkapan yang simbolis, akan menjadi faktor utama yang menyusun berita tersebut yang disampaikan oleh Yesus sendiri, karena Ia mengandalkan berbagai macam jenis bahasa figuratif untuk menolong para pendengar-Nya, agar mereka dapat membayangkan perkataan – perkataan-Nya didalam suatu gambaran – gambaran di setiap benak para pendengar-Nya yang mewadahi pesan-Nya tersebut melalui ragam bahasa yang digunakan-Nya sendiri.
Salah satu cara lain yang digunakan oleh Yesus untuk menangkap perhatian dari para pendengar-Nya adalah hiperbol, yaitu suatu kata kiasan yang sangat dilebih – lebihkan, dengan tujuan maksud yang hendak disampaikannya dapat diterima dengan baik, karena memang pada abad yang pertama di Pelestina, para pendengar Yesus sudah terbiasa dengan bahasa tersebut dan klaim – klaim yang hiperbolis, oleh karena itu sangat dibutuhkan kemampuan – kemampuan dari si pembaca untuk dapat mengenali suatu penggunaan hiperbol yang sangat penting, guna mendapatkan suatu pemahaman yang tepat terhadap setiap perkataan – perkataan Yesus.
Sedangkan mengenai ironi, merupakan cara yang juga dipakai oleh Yesus didalam menggunakan bahasa yang secara tidak langsung, untuk komunikasi yang lebih efektif lagi, yaitu ketika Yesus yang seakan – akan sedang menegaskan kepada para pemimpin Yahudi, bahwa Ia memang menyandang otoritas yang sahih yang berasal dari Allah sendiri dan bila kita menyadari akan hal ini maka, Yesus sebenarnya sedang berbicara secara ironis, bahkan dengan nada yang sarkatis.
Masih banyak lagi alat – alat lain yang digunakan Yesus, untuk mengkomunikasikan pesan-Nya, yaitu dengan perkataan – perkataan hikmat, pertanyaan – pertanyaan, pelesetan kata – kata, teka – teki dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain lewat kata – kata yang digunakan oleh Yesus, untuk mengkomunikasikan pesan-Nya, maka bentuk komunikasi yang juga penting adalah perbuatan, karena komunikasi nonverbal yang dilakukan oleh Yesus sendiri juga merupakan suatu alat komunikasi dan juga bisa dianggap sebagai inkarnasi dari berita Injil, karena dari tindakan – tindakan-Nya sangat melengkapi, menegaskan, dan mengesahkan komunikasi verbal yang disampaikan oleh Yesus sendiri.
Kita bisa lihat hubungan antara komunikasi verbal dan yang nonverbal didalam Injil ini, sangat nyata sekali di dalam narasi – narasi, mempunyai hubungan yang erat sekali, seperti yang terdapat didalam Markus 2:1-12 dan pesan klimaksnya didalam narasi tersebut adalah pesan itu disampaikan dengan menggunakan dua cara yang berbeda, namun keduanya merupakan suatu tindakan yang sama (ay. 9-10).
Melalui tindakan ini Yesus mendatangkan keselamatan yang dari Allah, kepada mereka serta mendemontrasikan dalam kehidupan yang nyata (dalam arti bukan hanya kata – kata kosong belaka) dan maksud penebusan Allah juga bermaksud kepada semua jenis orang, termasuk orang – orang yang non Yahudi dan juga kepada mereka yang tersisih dan yang terbuang.
Dan hal yang lebih penting lagi adalah ketika Injil memuat mukjizat – mukjizat yang Yesus lakukan sebagai bagian integral dari pemahaman-Nya, mengenai siapa diri-Nya serta mengenai pelayanan-Nya sendiri dan hal tersebut menjadikan penanda intervensi eskatologis Allah yang final didalam pelayanan-Nya, karena dengan adanya mukjizat tersebut, maka ada banyak orang yang meresponi dengan rasa kagum dan terheran – heran, serta berkata satu sama lainnya dengan kata, “Allah telah datang untuk menyelamatkan umat-Nya” (Luk. 7:11-17), maka dari setiap mukjizat yang Yesus lakukan adalah suatu pendemontrasian Allah didalam kehidupan nyata dan memproklamasikan sebuah pesan yang membahana, karena Kerajaan Allah telah datang melalui kehadiran dan karya-Nya.
Selain dari tindakan – tindakan yang telah Yesus lakukan tersebut, masih ada lagi tindakan – tindakan yang lainnya, yang juga sangat penting unsurnya, yaitu Perjamuan Terakhir, pemanggilan dua belas murid inti, episode pembasuhan kaki para murid, pengusiran para pedagang dari Bait Allah, dan masih banyak lagi perbuatan yang lainnya. Semua tindakan – tindakan ini dilakukan dengan orang – orang yang berdosa dan dengan orang – orang yang tersisihkan, maka dengan demikian kepekaan terhadap signifikansi teologis dari tindakan Yesus merupakan sesuatu yang perlu kita kembangkan.
Jadi kita dapat simpulkan bahwa segala tindakan – tindakan yang telah Yesus lakukan adalah suatu “Firman yang diproklamasikan”, yang terkadang mengandung suatu makna yang dalam, mengenai suatu rencana keselamatan Allah dan yang terpenting adalah melalui perkataan dan perbuatan dari Yesus, Ia mengkomunikasikan berita Injil yang telah Ia sendiri inkarnasikan.
Ketika Yesus menggunakan perumpamaan – perumpamaan, yaitu suatu “perbandingan” . Perumpamaan – perumpamaan yang digunakan ada yang bersifat alegoris, dan juga tidak berfungsi sebagai “penuansa” ataupun “latar belakang” dari narasi yang hendak disampaikan. Fungsi dari perumpamaan yang Yesus lakukan adalah untuk memperhadapkan para pendengar-Nya dengan fakta – fakta yang ada dan untuk mengambil suatu keputusan yang radikal bagi Kerajaan Allah, karena itu perumpamaan adalah suatu cambuk yang sangat keras kepada kita, agar kita cepat sadar dan bangun dari mimpi yang berkepanjangan di siang hari.
Sebagai dokumen – dokumen yang berasal dari abad pertama, Injil dengan jelas mewakili sebentuk dunia ide yang khas pada masa tersebut, karena cerita – cerita dari perumpamaan – perumpamaan tersebut yang ditujukan kepada khalayak ramai dan pendengar orang Palestina pada masa abad pertama dan cerita – cerita tersebut mengasumsikan pemahaman tentang sekelompok ide – ide dan perdebatan – perdebatan yang sangat asing bagi kita, yaitu para pembaca pada masa kini, yang walaupun kita masih belum menyadari sepenuhnya tentang potensi pengaruh yang dapat dihasilkan dari perumpamaan – perumpamaan tersebut.
Kemudian untuk kita dapat memahami dari perumpamaan tersebut, yaitu yang terdapat didalam Injil – Injil, maka kita harus melihat dari fungsinya, yaitu didalam konteks sastra yang ada disekitarnya. Bertuk narasi dari keseluruhan dapat menentukan makna dari sebuah perumpamaan. Dan bila kita mambaca Injil sebagai cerita yang berukuran lebih panjang dan yang berdiri sendiri, maka kita akan lebih tertarik untuk mencari tahu bagaimana unit narasi yang lebih besar ini, bisa menerangkan perumpamaan tersebut, sehingga timbul pertanyaan yang lain, yaitu : bagaimana si penulis Injil memanfaatkan cerita tersebut?
Sebelumnya kita telah mengenal komentar – komentar mengenai relasi antara perumpamaan dengan konteksnya, baik lewat sejarah maupun sastrawi, yang telah menuntun kita kepada sebuah pertanyaan yang sangat penting, yaitu bagaimana perumpamaan – perumpamaan tersebut dapat berbicara kepada kita sedalam - dalamnya dimasa kini?
Pertama kita harus melihat dan memahami fenomena kebudayaan yang berada dibelakang teks tersebut kepada orang – orang yang hidup pada masa abad pertama dan pesan tersebut telah dikomunikasikan sedemikian rupa oleh Yesus, sehingga pesan yang sama itu dapat masuk kedalam kebudayaan kita sendiri. Sebagai contoh tentang orang Samaria yang baik hati, dengan adanya kontradiksi didalam frasa tersebut, maka ajektiva menjadi positif atau baik yang dikaitkan dengan kata – kata yang memiliki konotasi yang sangat negatif atau jahat.
Pada saat – saat tertentu kita harus berhenti memperlakukan perumpamaan – perumpamaan sebagai sasaran penyelidikan dan analisis objektif, memang kita mampu untuk mendengar lebih baik, namun pada ahkirnya kita pun harus duduk diam dan benar – benar hanya untuk mendengarkannya saja.
Didalam Injil sendiri, terdapat beberapa contoh penggunaan bahasa berputar, yang pada dasarnya adalah nenunjuk kepada realitas yang sama. Satu hal yang menarik perhatian adalah istilah “Kerajaan Allah” tidak ditemukan didalam Perjanjian Lama, walaupun dengan demikian ide tentang kedaulatan Allah yang hendak diungkapkan oleh pengguna Kerajaan ini, yang tampil secara nyata didalamnya, yaitu pengungkapan motif yangsecara gamblang tentang penguasaan oleh Allah, yang dapat ditemukan didalam Mazmur raja (Maz. 47,93 &96-99).
Didalam masa antara Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru, penantian terhadap pemerintahan Allah, itu mempengaruhi eskatologi apokaliptis, karena Kerajaan Allah itu merupakan suatu realitas masa depan yang akan diteguhkan oleh Allah sendiri dan mereka percaya bahwa Tuhan akan melakukan intervensi melalui suatu klimaks yang penuh dengan bencana yang besar pada akhir sejarah.
Namun Kerajaan Allah tidak dapat dimengerti secara kekinian yang bersifat nasionalis, dan yang terdiri dari darah dan daging dan sebagainya, karena memang Kerajaan Allah ditampilkan secara transenden dan memberikan penekanan – penekanan pada dimensi – dimensi kosmis, universal, serta kekal. Lalu bagaimana meringkaskan ide mengenai Kerajaan Allah yang dipahami oleh orang – orang pada zaman Yesus?
Orang – orang pada zaman tersebut percaya bahwa Yahwe adalah Raja, dan akan tiba waktunya, ketika Ia kembali dan menegakkan pemerintahan-Nya yang berdaulat atas seluruh bumi dan dengan adanya suatu pengharapan ini, maka “waktu yang telah lama dinantikan itu sekarang telah tiba dan Kerajaan Allah yang akan mencakup seluruh dunia itu telah memulai perjalanannya” .
Oleh karena itu terdapat perbedaan – perbedaan antara proklamasi tentang Kerajaan Allah yang disampaikan Yesus dengan pengharapan yang dimiliki oleh orang – orang pada zaman dimana Yesus pernah tinggal dan bersama – sama dengan mereka. Pengajaran yang Yesus lakukan, kerap kali menegaskan bahwa Kerajaan Allah itu, akan dimanifestasikan di masa depan dan Kerajaan Allah pada masa kini tidak ditampilkan didalam cara yang dapat membuat orang mengenali kehadirannya, yaitu dengan tiga pengharapan besar di dalam Kerajaan Allah. Yang pertama adalah bersifat kenabian, yang memvisualisasikan intervensi Allah di dalam sejarah melalui sebuah tindakan ilahiah yang akan menjadi penanda dari permulaan kehidupan didalam Kerajaan Allah setelah berlalunya sejarah.
Dan dengan demikian menjadi awal dari masa Kerajaan Allah dan masa itu hadir secara berbarengan dengan sejarah masa kini, yang dimana pada akhirnya Yesus akan datang kembali dan Kerajaan Allah akan tersebut akan mengalami suatu penggenapan dengan sendirinya.
Sedangkan aktifitas Yesus sendiri yang mengekpresikan kasih dan kuasa Allah yang inklusif yang juga menyingkapkan kehadiran kekuasaan Allah, juga perkataan – perkataan dari Yesus sendiri yang juga memproklamasikan kehadiran Kerajaan Allah itu melalui pelayanan-Nya dan orang – orang Kristen masih mengidentifikasikan Kerajaan Allah itu dengan gereja, karena mereka melihat gereja Kristen sebagai titik fokus dari kekuasaan Allah yang berdaulat, kemudian mereka mulai merasa segan untuk terus – menerus mengidentifikasikannya dengan gereja, sambil menunjuk kepada natur gereja yang bersifat sementara dan yang berdosa.
Mengenai pengajaran Yesus tantang Anak Manusia yang dapat menyatukan setiap ketegangan – ketegangan didalam pengajaran Yesus, didalam konteks – konteks tertentu dimana istilah “anak manusia” bisa bermakna sama dengan “saya”, jadi bisa dimengerti sebagai gelar ilahiah, sehingga dengan demikian Ia menyatakan pemahaman-Nya sendiri atas jati diri-Nya didalam cara yang sangat terselubung.
Karena Kerajaan Allah itu hadir sekarang dan akan digenapkan secara sempurna melalui aktifitas-Nya sebagai Sang Anak Manusia, karena pesan yang disampaikan, merupakan sebuah pesan mengenai Yesus sendiri dan signifikansi dari pelayanan-Nya, kematian-Nya, kebangkitan-Nya, dan kedatangan-Nya kembali yang menjadi detak jantung dari Injil – Injil tersebut.
Walaupun dengan demikian, usaha untuk memahami realitas – realitas sejarah dari Yesus dan Injil – Injil tidak boleh dianggap sebagai upaya untuk memuaskan rasa keingin tahuan kita didalam kebenaran yang sangat mendalam dan yang pada akhirnya kita dipanggil untuk mendengarkan pesan mereka dan juga untuk menyimak Allah yang berbicara kepada kita melalui tulisan – tulisan ini, dan memberikan respon kita kepada-Nya.

Tidak ada komentar: