Minggu, November 23, 2008

Prinsip-Prinsip Pernikahan Kristen

Untuk mengadakan konseling dengan mereka yang mempunyai problema dalam pernikahan, seorang konselor Kristen harus mengetahui prinsip-prinsip Alkitab bagi keluarga. Bimbingan yang menyimpang dari prinsip-prinsip ini berarti tidak memberikan resep Allah bagi pernikahan sehingga hanya merupakan hasil buah pikiran dan penelitian manusia.

Tentunya prinsip-prinsip yang ditulis dalam buku ini tidak mencakup semua prinsip Alkitab bagi pernikahan Kristen. Banyak prinsip lain yang telah dibukukan. Jadi untuk menjadi seorang konselor pernikahan Kristen tidaklah cukup hanya mempelajari buku ini saja. Buku ini juga tidak mengajarkan tehnik dan cara penggunaan prinsip-prinsip itu dalam konseling. Seorang konselor Kristen sebaiknya memakai buku ini sebagai bahan tambahan untuk memperdalam pengetahuan akan kehendak dan disain Allah bagi pernikahan Kristen.

Prinsip-prinsip ini juga perlu diketahui oleh mereka yang akan menikah dan perlu diketahui serta diterapkan dalam hidup sehari-hari oleh pasangan suami-isteri untuk mencapai kebahagiaan dalam pernikahan mereka.


OTORITAS ALKITAB

Sebelum kita membahas prinsip-prinsip itu, kita perlu membahas dahulu otoritas Allah untuk memberikan resep bagi pernikahan melalui Firman-Nya. Kita harus yakin bahwa firman Allah adalah pedoman yang paling tepat bagi pernikahan kita kalau kita ingin mempunyai pernikahan seperti yang direncanakan Allah.
Seorang konselor Kristen jauh lebih perlu mempunyai pengertian yang cukup tentang Alkitab daripada tentang psikologi. Lebih baik ia lulus dari sebuah Sekolah Tinggi Theologia yang alkitabiah daripada Fakultas Psikologi. Jadi lebih baik bagi seorang konselor Kristen untuk mempunyai landasan Alkitab yang kokoh dan agak lemah dalam psikologi daripada kokoh dalam psikologi tetapi lemah dalam Alkitab. Tentunya sangat menguntungkan bila seorang konselor Kristen kokoh dalam keduanya.
Yang dimaksudkan dengan pengertian Alkitab di sini bukannya pengetahuan otak saja, melainkan suatu iman yang hidup, keyakinan yang sungguh bahwa Alkitab adalah firman Allah untuk setiap manusia. Ia sendiri juga harus hidup sesuai dengan firman Allah dan yakin bahwa tanpa Alkitab sebagai pedoman hidup seseorang, hidup orang itu tidak akan sesungguhnya berbahagia, berkelimpahan (meskipun tentunya bukan dengan materi) dan penuh (fulfilled).

Kita sering mendengar bahwa bagi seorang Kristen firman Allah adalah makanan bagi kita dan doa adalah nafas kita. Mengapa kita tidak dapat hidup tanpa firman Allah sama seperti kita tak dapat hidup tanpa makanan? Yesus menyatakan bahwa untuk mempunyai suatu hidup yang bermakna, kita memerlukan firman Allah. Dengan mengutip Perjanjian Lama Ia berkata bahwa roti saja tidak cukup. Manusia memerlukan firman Allah untuk hidup.
Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah (Mat. 4:4).

Perlu juga kita perhatikan bahwa Yesus mengakui perlunya makanan jasmani dalam hidup ini. Ia tidak berkata, "Manusia hidup bukan dari roti." Jadi, janganlah kita berkata, "Nah, Yesus sendiri berkata bahwa kita tidak hidup dari roti. Orang Kristen tidak perlu bekerja mencari nafkah." Pendapat ini bertentangan sekali dengan Matius 4:4 tadi karena dengan menghilangkan kata "saja,” maka arti ajaran Yesus itu berubah sama sekali. Pendapat ini juga bertentangan dengan II Tes. 3:10 dan I Timotius 5:8 yang mengajarkan bahwa jika kita tidak bekerja, kita tidak berhak makan dan jika kita tidak memelihara keluarga kita, kita murtad dan lebih buruk dari orang yang tak beriman.

Pemeliharaan keluarga juga merupakan suatu prinsip bagi seorang Kristen: ia bertanggung jawab untuk kehidupan keluarga dan sanak saudaranya. Ia tidak boleh bermalas-malasan atau tidak peduli dalam mencari nafkah bagi keluarganya. Memang keberhasilan memelihara keluarga dalam kebutuhan materi dapat menaikkan harga diri seorang suami, sedangkan melalaikan tanggung jawab ini dapat berakibat buruk bagi keluarganya dan kepribadian sang suami itu sendiri.

Yesus mengakui bahwa kita perlu makanan, tetapi Ia mengingatkan bahwa kita hidup tidak hanya dari makanan jasmani saja. Uang dan materi saja tidak cukup untuk memperoleh hidup yang bermakna. Sandang, pangan, dan papan yang berlimpah saja tidak cukup untuk hidup yang benar, penuh, dan berkelimpahan (Yoh. 10:10). Kita sering mendengar keluhan mereka yang berjuang untuk materi saja dan setelah memperolehnya, ternyata kebahagiaan tidak datang bersamanya.

Ada orang yang sangat kecewa karena anak-anaknya tidak menghormati dan menghargainya, dan kalaupun mereka “tunduk” padanya, itu dilakukan bukan karena dirinya tetapi demi hartanya. Ia hanya bisa mengikat anak-anaknya dengan uangnya saja, "Kalau tidak menurut, jangan harap memperoleh warisan." Sungguh suatu kualitas hubungan yang menyedihkan bila "cinta" anak-anak harus diikat dengan harta.
Dan kalau ia sudah meninggal, anak-anaknya saling bermusuhan untuk memperebutkan harta yang ditinggalkannya. Memang hidup yang ditopang roti saja tidak memadai, malah dapat menjadi kutuk. Hidup akan benar bila ditopang oleh firman Allah dan roti.
Dalam II Samuel 22:31 dikatakan bahwa "Sabda Tuhan itu murni" atau lebih tepat "Sabda Allah itu teruji.” Sabda Allah sudah diuji, dicoba, dan ternyata tahan uji. Firman Allah tidak luntur, tidak salah, tidak gagal meskipun telah diuji coba, ditempa oleh beribu-ribu, bahkan berjuta-juta orang selama beribu-ribu tahun. Kebenaran Allah tetap "Ya dan Amin.” Yesus sendiri memberi jaminan bagi kita yang mau mendasarkan hidup kita pada Alkitab, firman Allah. Tentang hal itu Ia berkata bahwa:
Lebih mudah langit dan bumi lenyap daripada satu titik dari hukum Taurat batal" (Luk 16:17)
Karena kita mengakui Allah sebagai Pencipta kita, kita dapat menggantungkan hidup kita pada firman-Nya. Karena Ia yang menciptakan kita, maka Ia mengetahui keadaan kita sampai hal yang sekecil-kecilnya. Ia mengetahui setepat-tepatnya kebutuhan kita, sehingga kalau Ia memberi kita sebuah "buku petunjuk” (manual), kita dapat percaya kepada buku itu.
Bila kita membeli sebuah mobil, kita akan menerima sebuah buku petunjuk. Buku ini diterbitkan oleh pabrik mobil tadi, yang mendisain dan membuat mobil itu. Sebagai pembeli kita percaya kepada buku petunjuk yang dikeluarkan pabriknya. Kita tahu bahwa buku ini memang tepat untuk mobil yang kita beli. Para insinyur dan disainer itu mengetahui setepat-tepatnya keperluan mobil itu sehingga dapat mengeluarkan buku itu.
Misalnya kalau buku ini menganjurkan pemakaian bensin sebagai bahan bakar mobil kita, kita tidak dapat bertindak "semau gue" dengan mengisinya dengan air. Mobil itu pasti mogok. Kalau buku petunjuk menganjurkan suatu suku cadang tertentu, tentunya kita tidak dapat menggunakan suku cadang yang berbeda. Kita percaya kepada buku petunjuk itu karena kita percaya kepada pabrik mobil yang mengeluarkan buku petunjuk itu.
Kalau kita keras kepala dan tetap melanggar petunjuk tadi dengan mengisi tangki bensinnya dengan air, pegawai-pegawai pabrik mobil tidak perlu datang untuk merantai mobil kita atau memukuli kita supaya mobil kita itu tidak jalan. Dengan sendirinya mesin mobil itu tidak akan menyala. Tidak peduli apakah kita percaya atau tidak akan isi buku petunjuk itu, tidak peduli pernah melihat dan membaca buku petunjuk itu atau tidak, kalau kita tidak melakukan apa yang tertulis dalam buku itu, akibatnya akan kita rasakan.

Hal yang serupa juga berlaku dalam hidup kita. Allah yang mendisain dan menciptakan kita. Dalam Mazmur 139:13-16 tertulis tentang penciptaan kita.
Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku. Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya. Tulang-tulangku tidak terlindung bagi-Mu, ketika aku dijadikan di tempat yang tersembunyi, dan aku direkam di bagian-bagian bumi yang paling bawah; mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.

Allah mengetahui kita sebelum kita lahir. Ia yang membentuk kita, seakan-akan menenun kita waktu kita masih dalam kandungan. Tak ada suatu pun dari diri kita yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya. Semuanya sudah tertulis dalam kitab-Nya sebelum kita ini dibentuk dan menjadi manusia yang hidup. Itulah sebabnya Ia mengetahui keperluan kita setepat-tepatnya. Hanya Ia saja yang dapat memberi kita buku petunjuk (manual) untuk hidup ini, dan buku petunjuk itu adalah Alkitab.
Kembali kepada ilustrasi mobil di atas, seandainya rusak, meskipun mahal, masih dapat diganti. Tetapi siapa yang dapat mengganti hidup kita yang masing-masing kita hanya diberi satu?

Kalau buku petunjuk hidup dari Allah mengatakan bahwa untuk mendapat hidup dan keselamatan kekal, kita harus menerima Kristus sebagai Tuhan dan Allah kita, bukankah sangat bodoh kalau kita berpendapat, "Itu tidak mungkin, tidak masuk akal, mana mungkin seorang yang hidupnya 2.000 tahun yang lalu dapat menyelamatkan kita sekarang? Untuk selamat, haruslah kita banyak berpuasa, banyak memberi sedekah, dan membangun sebuah gereja?" Kalau Allah dalam buku petunjuk-Nya berkata, "Jangan berzinah,” alangkah bodohnya kalau kita berkata, "Ah, hidup hanya sekali, sungguh rugi kalau keinginan tidak dituruti" dan kita kemudian hidup dalam perjinahan.
Sama seperti pegawai-pegawai pabrik mobil di atas tidak perlu merantai mobil kita dan memukuli kita, Allah juga tidak perlu mengirimkan petir-Nya untuk menyambar kita menjadi tumpukan arang pada saat kita melanggar firman-Nya. Dengan sendirinya kita tidak akan berbahagia dan mempunyai kehidupan yang terpuruk. Allah tidak perlu mencambuk kita. Dengan sendirinya keluarga kita akan berantakan, anak-anak kita akan marah dan membenci kita. Allah tidak perlu menghukum kita dan kita tidak dapat mempersalahkan Allah sebagai pembenci dan pendendam. Perzinahan kita akan menghancurkan diri kita sendiri dan keluarga kita.
Kalau kita pemabuk dan keluarga rusak, kalau kita pemarah dan keluarga tidak bahagia, selalu cekcok, dan diambang perceraian, janganlah kita berkata bahwa Allah membenci kita. Kalau kita pencemburu sekali, selalu iri hati, mencurigai suami/isteri atau orang-orang di sekitar kita, siapa yang bersalah kalau dalam hidup kita selalu ada pertengkaran dan tidak ada damai? Tentunya salah diri kita sendiri!
Jadi kalau kita tidak melakukan apa yang ditulis dalam firman Allah, tidak peduli apakah karena kita tidak percaya, tidak mengerti, ataupun tidak pernah membaca atau mendengarnya, ataupun karena jelas memberontak terhadap anjuran Alkitab, maka kita akan merasakan akibatnya yang pahit.

Pada waktu putra saya masih enam bulan, pernah seorang bertanya, "Anak bapak sudah bisa apa?" Saya jawab, "Sudah bisa jatuh," karena beberapa hari sebelumnya ia baru saja jatuh dari tempat tidurnya.
Memang kami orangtuanya agak lengah menjaganya. Anak itu yang belum mengerti bahkan belum pernah mendengar tentang gaya tarik bumi, sudah kena akibatnya. Bila saya, yang tahu akan adanya hukum gaya tarik bumi itu--meskipun tidak mengerti seluruhnya cara bekerjanya--, melompat dari suatu gedung tingkat sepuluh, saya juga akan merasakan akibatnya (entah mati atau masuk rumah sakit dalam keadaan gawat). Juga bila seorang ahli fisika yang tahu dan mengerti sepenuhnya kerja gaya tarik bumi, melompat dari gedung tingkat sepuluh itu, ia akan mengalami akibatnya pula. Jadi, tidak peduli kita tahu atau tidak, mengerti atau tidak, bila kita melawannya, kita akan menerima akibatnya.

Demikian juga dengan buku petunjuk hidup (manual) dari Allah yaitu Alkitab kita. Meskipun kita tak tahu adanya buku ini (tidak pernah melihat Alkitab), kalau kita melanggar isinya, kita akan menerima akibatnya. Kalau kita tahu adanya Alkitab tapi tidak tahu isinya (karena tidak mau membaca dan mempelajari isinya), sudah membacanya tapi tidak mengertinya, sudah mengerti tapi tak mau melakukan nasihatnya (karena memberontak), akibat hidup yang tidak sesuai dengan manual ini akan kita rasakan. Seperti juga gaya tarik bumi yang tidak pandang bulu (impersonal), manual hidup ini juga tidak pandang bulu. Alkitab dan petunjuk hidup dalamnya berlaku untuk orang Kristen dan orang yang non-Kristen, untuk semua orang.
Juga sudah kita lihat sifat kekekalan firman Allah. Walaupun langit dan bumi lenyap (dengan demikian lenyap juga gaya tarik bumi), firman Allah tetap berlaku. Firman-Nya berlaku lima ribu tahun yang lalu, hari ini dan akan tetap berlaku lima ribu tahun yang akan datang (bila Kristus belum datang kembali).
Jika kita masuk dalam ruang konseling dan sebentar saja mendengarkan apa yang dibicarakan di dalamnya, kita akan melihat dengan nyata bagaimana pelanggaran petunjuk Allah akan menyebabkan hidup seorang menderita dan tidak berjalan semestinya.

Apa resepnya? Kembali kepada buku petunjuk Allah (back to the Bible). Datang pada Allah, bertobat, dan minta pertolongan-Nya untuk mengganti hidup kita yang lama dengan hidup baru. Kita harus mengganti cara/pola hidup kita yang salah dengan yang benar, mengganti kepahitan, kebencian, perjinahan, korupsi, dan lain-lain yang ada dalam hati kita (Markus 7:20-23) dengan damai, pengampunan, kasih, sukacita, kesucian (Galatia 5:19-23).
Siapa yang dapat mengubah kita? Tentunya sesuai dengan buku petunjuk Allah, yang dapat mengubah hidup kita hanya Allah. Hiduplah sesuai dengan petunjuk Alkitab, maka kita akan mengalami hidup yang damai dan bahagia dalam Kristus. Dan untuk dapat hidup sesuai dengan Firman Allah, seorang harus bertuhankan Kristus dan hidup dalam pimpinan Roh-Nya.



Sumber:
Trisna, J.A, Pernikahan Kristen, Jakarta: Seminari Bethel Publishing, 2001, pp. 1-8.

Tidak ada komentar: